Kapal Selam RI dan Keamanan Nasional

8 hours ago 13

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting

Sejarah baru pertahanan nasional Indonesia tercipta ketika Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, memantau secara langsung peluncuran dan uji coba Kapal Selam Otonomous Tanpa Awak (KSOT) buatan dalam negeri melalui sistem komunikasi dari Jakarta, Kamis (30/10/2025). Uji coba yang berlangsung di Koarmada II, Kota Surabaya, Jawa Timur, menjadi simbol kebangkitan kemandirian teknologi pertahanan maritim Indonesia.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Menhan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali, Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) RI Laksdya Denih Hendrata, Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) II Laksda IGP Alit Jaya, dan Dirut PT PAL Kaharuddin Djenod menjadi saksi langsung keberhasilan uji coba tersebut.

Dikembangkan sepenuhnya oleh PT PAL Indonesia di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan (Kemenhan), KSOT ini merupakan inovasi strategis yang menandai era baru dalam modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) nasional. Lebih dari sekadar prestasi teknologi, keberhasilan ini memiliki dampak politik dan keamanan yang signifikan terhadap posisi Indonesia di kawasan dan daya tangkal terhadap ancaman maritim asing.

Pertama: Kemandirian pertahanan dan politik strategis

Keberhasilan uji coba KSOT mencerminkan langkah konkret Indonesia menuju kemandirian industri pertahanan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Selama ini, ketergantungan terhadap impor alutsista, terutama dari negara-negara besar, sering kali menjadi hambatan strategis dalam menjaga kedaulatan nasional.

Dengan adanya teknologi kapal selam otonom buatan dalam negeri, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa negara kepulauan terbesar di dunia ini mampu melindungi lautannya dengan teknologi sendiri. Secara politik, ini memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi pertahanan regional, khususnya di kawasan Indo-Pasifik, yang kini menjadi pusat kompetisi geopolitik antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.

Kedua: Daya Tangkal terhadap Ancaman Laut dan Pelanggaran Kedaulatan

Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang sekitar 108.000 kilometer. Wilayah laut yang luas ini menjadikan Indonesia rentan terhadap berbagai bentuk pelanggaran, mulai dari illegal fishing, penyelundupan, hingga pelanggaran wilayah oleh kapal perang asing.

KSOT mampu beroperasi tanpa awak dan dapat dikendalikan dari jarak jauh, bahkan dengan sistem kecerdasan buatan (AI) yang mampu menganalisis situasi bawah laut secara mandiri. Dengan kemampuan patroli dan serangan torpedo otomatis, KSOT bisa menjadi “mata dan telinga” Indonesia di bawah laut, meningkatkan efektivitas pengawasan tanpa risiko korban manusia.

Langkah ini berpotensi meningkatkan deterrence effect (efek daya tangkal) terhadap pihak asing yang berupaya menguji batas kedaulatan laut Indonesia — khususnya di wilayah-wilayah rawan seperti Laut Natuna Utara, perbatasan timur dengan Papua Nugini, dan perairan Selat Malaka.

Ketiga: Implikasi Geopolitik dan Diplomasi Pertahanan

Di tengah ketegangan geopolitik global, keberhasilan Indonesia mengembangkan kapal selam tanpa awak domestik menjadi pesan simbolik yang kuat: bahwa Indonesia tidak hanya menjadi “penonton” dalam perlombaan teknologi militer dunia, tetapi juga pemain aktif yang siap menjaga stabilitas kawasan dengan teknologi buatan sendiri.

Kemandirian ini memberi ruang bagi Indonesia untuk menjalankan politik luar negeri bebas aktif dengan lebih percaya diri. Dalam konteks ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) dan kerja sama maritim Indo-Pasifik, Indonesia kini bisa tampil sebagai mitra yang lebih seimbang dan dihormati, bukan sekadar konsumen senjata asing.

Keempat: Tantangan dan Arah ke Depan

Meski menjadi langkah besar, pengembangan KSOT juga menghadapi tantangan. Diperlukan regulasi keamanan siber dan komunikasi bawah laut untuk mencegah potensi sabotase digital. Selain itu, penguatan SDM pertahanan siber, ahli navigasi, dan teknologi AI pertahanan menjadi mutlak.

Pemerintah juga perlu memastikan agar pengembangan industri pertahanan ini melibatkan ekosistem riset nasional, seperti perguruan tinggi teknik, lembaga penelitian, dan sektor swasta. Dengan sinergi yang kuat, Indonesia dapat mengembangkan tidak hanya kapal selam otonom, tetapi juga sistem pertahanan laut terpadu — dari drone permukaan, radar maritim, hingga satelit militer buatan dalam negeri.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |