Kasus-kasus Korupsi yang Membelit BUMN

17 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terindikasi korupsi terancam hilang setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Dalam beleid baru itu, anggota dewan direksi, dewan komisaris dan dewan pengawas dinyatakan bukan sebagai penyelenggara negara.

Selama ini KPK memang menangani kasus korupsi yang melibatkan penyelenggaran negara. Ada banyak kasus korupsi yang ditangani lembaga anti-rasuah ini termasuk para petinggi BUMN. Namun, dengan berlaku UU BUMN sejak 24 Februari 2025 maka KPK tak bisa lagi menjerat pegawai BUMN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam UU itu disebutkan, organ dan pegawai BUMN bukanlah penyelenggara. Lalu, pada pasal 9G UU BUMN secara tegas menyatakan anggota dewan direksi, anggota dewan komisaris dan dewan pengawas bukanlah penyelenggara negara.

KPK tengah mengkaji UU BUMN ini dan membandingkannya dengan peraturan lain yang sudah berlaku di Tanah Air. Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, kajian tersebut dilakukan untuk menyikapi substansi UU BUMN yang menyatakan direksi maupun komisaris BUMN tidak termasuk sebagai penyelenggara negara.

“Dalam melakukan kajian tersebut, KPK tentu juga akan melihat peraturan dan ketentuan lainnya, seperti KUHAP, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Keuangan Negara, dan sebagainya,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 5 Mei 2025.

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN selama ini cukup banyak. Berikut beberapa kasus korupsi di BUMN yang ditangani oleh KPK;

1. Karen Agustiawan (Pertamina)

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Karen Agustiawan menjadi tersangka atas dugaan korupsi pengadaan LNG. Karen memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa, 19 September 2023.

2. Budi Tjahjono (Jasindo)

KPK mendakwa bekas Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Budi Tjahjono atas dugaan korupsi pembayaran komisi untuk kegiatan fiktif agen Jasindo. Budi diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK menemukan ada pembayaran yang tak seharusnya dilakukan oleh Jasindo pada 2018. Budi divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar dalam kasus tersebut.

3. RJ Lino (PT Pelindo II)

KPK menjebloskan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino ke LP Cipinang, Jakarta. Mahkamah Agung menyatakan, RJ Lino terbukti bersalah dalam pengadaan tiga Quay Container Crane di perusahaannya pada 2021. Perbuatannya dianggap telah merugikan negara hampir 2 juta USD atau sekitar Rp 28,7 miliar (kurs Rp 14.375) dan memperkaya perusahaan Wuxi Huang Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd China atau HDHM dengan nominal yang sama.

4. Muhammad Firmansyah Arifin (PT PAL)

KPK menetapkan Direktur Utama PT PAL Muhammad Firmansyah Arifin sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pembayaran "fee agency" atas penjualan Strategic Sealift Vessel (SSV) yaitu kapal perang antara PT PAL dengan pemerintah Filipina pada 2017 silam. Firmansyah dan petinggi PT PAL lain saat itu diduga menerima 1,25 persen dari total penjualan dua SSV senilai USD 86,96 juta atau sekitar Rp 14,476 miliar.

5. Destiawan Soewardjono (PT Waskita Karya)

Pada April 2023, Destiawan Soewardjono ditangkap KPK atas kasus korupsi. Mantan Direktur Waskita Karya ini dianggap telah secara melawan hukum memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu. Perbuatan tersebut telah memperkaya Destiawan sebesar Rp 5,8 miliar

6. Siti Marwa (PT Berdikari)

Direktur Keuangan PT Berdikari Siti Marwa divonis bersalah karena menerima fee dalam penjualan pupuk. Dia didakwa telah menerima suap atau janji senilai Rp 2,967 miliar dari sejumlah pihak swasta, perusahaan penyedia pupuk urea, di antaranya Direktur Utama CV Jaya Mekanotama Aris Hadiyanto dan Iskandar Zakaria. Siti juga menerima uang suap dari karyawan PT Bintang Saptari, yakni Budianto Halim Widjaja dan Fitri Hadi Santosa. Siti juga menerima uang dari Komisaris CV Timur Alam Raya, Sri Astuti. Ia divonis 4 tahun penjara.

7. Catur Prabowo dan Trisna Sutisna (PT Amarta Karya)

KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Keuangan Amarta Trisna Sutisna sebagai tersangka dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Agustus 2023 lalu. Keduanya dijerat atas tindak pidana korupsi terkait 60 proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya, anak perusahaan BUMN tahun 2018-2022. Kasus tersebut diduga mengakibatkan kerugian hingga Rp 46 miliar.

8. Dessy Arryani (Jasa Marga)

KPK telah menetapkan Desi Arryani, mantan Direktur Utama PT Jasa Marga, menjadi tersangka korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya. Ia diduga melakukan korupsi saat masih menjabat sebagai mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya. KPK telah mengidentifikasi ada 14 proyek yang diduga dikorupsi. Seluruh uang yang keluar untuk membayar proyek subkontraktor fiktif itu diduga telah merugikan negara hingga Rp 202 miliar.

9. Andra Y. Agussalam (Angkasa Pura II)

Mantan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y. Agussalam ditangkap KPK karena menerima suap USD 71 ribu dan USD 96,7 ribu dari Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) Darman Mappangara. Uang senilai Rp 1,9 miliar itu diberikan agar Andra membantu INTI mendapatkan proyek bagasi di PT Angkasa Pura Propertindo. Pada 8 April 2020, KPK mengeksekusi Andra ke Lapas II A Cibinong untuk dipenjara selama 4 tahun. 

10. Fazwar Bujang (Krakatau Steel)

Mantan Direktur Utama PT Krakatau Steel (KRAS) menjadi salah satu tersangka dalam kasus korupsi proyek Blast Furnace Complex (BFC) yang terjadi pada 2011. Dalam kasus ini, KPK menetapkan lima lima tersangka yang mayoritas terdiri dari petinggi BUMN yang memproduksi baja nasional ini. Kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp 6,9 triliun. Ia divonis selama 5 tahun penjara pada 10 Juli 2023.

Yudono Yanuar dan Mutiara Roudhatul Jannah turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Bisakah Penyidik Pencucian Uang Mengungkap Asal-Usul Uang Zarof Ricar

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |