Kekuatan Cerita dan Informasi, Senjata Indonesia untuk Menjadi Destinasi Halal Dunia

3 hours ago 9

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan komitmen pemerintah menjadikan Indonesia sebagai destinasi utama wisata halal dunia. Dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan ribuan desa wisata yang memiliki potensi ekonomi besar, Indonesia dinilai memiliki modal kuat untuk memimpin pasar pariwisata ramah Muslim secara global.

“Indonesia itu sebenarnya secara alamiah sudah menjadi destinasi yang ramah Muslim,” ujar Widiyanti dalam wawancara eksklusif dengan Republika, pekan lalu.

“Dari 85.000 desa atau kelurahan yang ada di Indonesia, ada 310.000 masjid. Artinya di setiap kelurahan itu ada 3–4 masjid. Nah, dari data itu saja kita bisa lihat bahwa Indonesia itu sudah ramah Muslim," katanya.

Namun, menurut Widiyanti, tantangan utama bukan pada kesiapan domestik, melainkan visibilitas Indonesia di mata wisatawan Muslim dunia. Ia menilai pentingnya meningkatkan kampanye dan storytelling atau cerita agar Indonesia menjadi top of mind di kalangan wisatawan Muslim dari Timur Tengah, Turki, dan negara-negara lain.

“Kami ingin masyarakat Muslim di luar negeri tahu bahwa Indonesia kaya destinasi. Ada 10 plus 3 destinasi prioritas yang memiliki makanan halal dan fasilitas ibadah yang memadai. Storytelling ini yang perlu diperkuat,” katanya.

Untuk memperluas jangkauan promosi, Kementerian Pariwisata aktif berpartisipasi dalam pameran internasional seperti di Berlin, Dubai, dan London. Widiyanti menyebut, ke depan akan ada desk khusus yang mempromosikan paket wisata bertema Muslim, termasuk narasi sejarah masuknya Islam ke Indonesia sejak abad ke-7 melalui Aceh.

“Jadi ada storytelling yang kita harus buat sehingga menarik wisatawan Muslim untuk datang,” tambahnya.

Dalam pengembangan wisata halal, salah satu fokus utama kementerian adalah sertifikasi halal bagi pelaku UMKM di desa wisata. Widiyanti menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk memperluas akses sertifikasi halal gratis.

“Kami baru saja menyerahkan lebih dari 430 sertifikat halal kepada UMKM di Pulau Penyengat. Tahun depan target kami meningkat menjadi 1.500 desa,” ujarnya.

Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 6.100 desa wisata yang menawarkan produk makanan dan minuman lokal. Menurutnya, sertifikasi halal bukan hanya penting untuk kenyamanan wisatawan, tetapi juga untuk daya saing ekonomi.

“Karena makanan minuman itu yang terpenting ya. Wisatawan Muslim datang itu dicari makanan minuman yang halal. Jadi sertifikasi halal itu penting. Sebenarnya makanan halal itu sudah banyak di Indonesia. Pasti, karena mayoritas Muslim makanannya pasti sudah halal. Hanya brand halal itu harus terlihat dalam setiap kemasannya,” kata Widiyanti.

Ia mencontohkan negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan yang kini agresif mengembangkan wisata ramah Muslim. “Mereka sadar wisatawan dari Timur Tengah punya daya beli tinggi. Dari Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Qatar, mereka kalau musim panas itu berlibur ke Eropa bisa sebulan lebih, membawa keluarga, menginap satu hotel, dipesan semua. Jadi itu adalah potensi yang luar biasa sebenarnya,” jelasnya.

Untuk memperkuat posisi Indonesia di peta wisata halal dunia, Kementerian Pariwisata bersama Bank Indonesia, ENHAII, dan Crescentrating meluncurkan Indonesia Muslim Travel Index (IMTI), versi nasional dari Global Muslim Travel Index (GMTI). IMTI mengidentifikasi 15 provinsi prioritas pariwisata Muslim, dengan lima teratas yakni Jawa Barat, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Jawa Tengah.

“Jadi membuat peringkat kita naik dengan menyasar destinasi-destinasi dan memberikan awareness dan juga data yang lengkap kepada GMTI sehingga bisa masuk peringkatnya lebih baik,” ujar Widiyanti.

Widiyanti mengatakan, Kementerian Pariwisata juga sudah menerbitkan pedoman layanan dasar pariwisata ramah Muslim dan sedang memperbarui portal resmi pariwisata dengan fitur berbasis kecerdasan buatan (AI).

“Nanti wisatawan bisa chat dengan AI untuk mengetahui di mana makanan halal, tempat ibadah, atau event bernuansa Islam di sekitar destinasi,” ujarnya. Pembaruan situs ini diharapkan rampung bulan depan.

Dalam upaya mempercepat pengembangan wisata halal, Widiyanti menyebut adanya kolaborasi lintas kementerian dan lembaga. “Ada 14 kementerian yang terlibat, terutama dengan BPJPH dan Kementerian Koperasi dan UMKM. Bahkan beberapa sudah jalan sebelum MoU ditandatangani karena semangatnya besar,” katanya.

Menurut data, dari sekitar 62 juta UMKM di Indonesia, baru sekitar 3 juta yang telah bersertifikat halal. Lebih jauh, Widiyanti menekankan wisata halal bukanlah segmen eksklusif bagi Muslim, tetapi bagian integral dari pariwisata berkelanjutan.

“Halal itu untuk semua. Gaya hidup, halal itu makanan sehat, bersih, higienis. Nah, memang itu harus yang kita ubah pola pikir dari semua masyarakat, tidak hanya orang Muslim yang makan halal. Tapi untuk semua, baik untuk semua,” ujarnya.

Ia menambahkan, banyak wisatawan non-Muslim di luar negeri justru memilih restoran halal karena dianggap lebih higienis dan aman. “Jadi promosi halal ini sejalan dengan tren pariwisata global yang menekankan keberlanjutan dan kebersihan,” ujarnya.

Widiyanti mengatakan, Indonesia harus mempromosikan halal sebagai gaya hidup. Ia juga menekankan pentingnya meningkatkan layanan dengan memperluas sertifikasi halal dan menambah opsi produk halal.

"Produk wisata yang ramah Muslim kita harus tingkatkan. Jadi paket-paket wisata, destinasi-destinasi baru. Itu kita harus perbanyak sehingga banyak opsi di berbagai daerah," katanya.

Widiyanti juga menekankan pentingnya meningkatkan sumber daya pariwisata ramah Muslim, seperti memberikan pelatihan. "Mungkin juga diajari bahasa Arab untuk bisa memberi pelayanan yang lebih baik kepada wisatawan dari Timur Tengah," katanya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |