Kemenaker Akui Status Mitra Ojol dengan Platform Merugikan Pekerja

3 weeks ago 16

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan akan mengkaji status kemitraan antara penyedia platform dengan para pengemudi angkutan daring seperti ojek online (ojol), taksi online (taksol), dan kurir. Para pengemudi angkutan daring meminta pemerintah menyetip status kemitraan antara pekerja dengan platform karena merugikan.

“Pandangan saya, itu sangat merugikan posisi ojek online,” kata Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer alias Noel saat dihubungi pada Kamis, 24 Oktober 2024. 

Noel menyebut isu status kemitraan antara pekerja angkutan online dengan platform ini menjadi perhatian khusus kementeriannya. Dia menyebut Kementerian Ketenagakerjaan akan mengkaji definisi kemitraan yang dinilai sesat. “Kata ‘kemitraan’ ini adalah sebuah kesesatan yang merugikan ojek online. Kami akan jawab tidak lama lagi dan yang pasti sebelum 100 hari,” kata Noel. 

Presiden Prabowo Subianto telah melantik Guru Besar Institute Teknologi Bandung (ITB) Yassierli sebagai Menteri Ketenagakerjaan dan Noel sebagai Wakil Menteri dalam Kabinet Merah Putih. Yassierli saat ini sedang merancang rencana kerja 100 hari pertama. Menurut dia, kementeriannya akan membahas upah minimum provinsi hingga upskilling maupun reskilling pekerja. Namun, Yassierli tidak ada membahas soal status ojek daring dalam program 100 hari kerjanya. 

SPAI Minta Hapus Kemitraan: Singgung Risiko Kerja hingga Upah Rendah

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) meminta Yassierli menetapkan pengemudi angkutan daring, seperti ojek online (ojol), taksi online (taksol), dan kurir sebagai pekerja tetap. SPAI menilai langkah ini agar para pengemudi angkutan daring memperoleh hak-hak pekerja termasuk upah minimum sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.

“Untuk itu kami menghimbau Menteri yang baru untuk segera merealisasikan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang melindungi pekerja platform,” kata Ketua SPAI Lily Pujiati dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 24 Oktober 2024. 

Iklan

Dalam menetapkan upah minimum, Lily mengatakan Yassierli sepatutnya melihat kondisi pendapatan yang memprihatinkan bagi pengemudi ojol, taksol, dan kurir. Dia mengatakan status mitra pengemudi dengan platform menyebabkan pendapatan para pekerja ini tak menentu. “Setiap bulannya pendapatan pengemudi ojol berada di bawah standar upah minimum,” kata dia. 

Lily mengatakan hubungan kemitraan ini menjadikan platform menetapkan tarif yang murah secara sepihak. Dia menyebut platform juga memotong penghasilan pekerja yang melebihi ketentuan 20 persen. Platform, kata Lily, memotong penghasilan di kisaran 30-70 persen melalui tambahan biaya layanan dan biaya lain yang dibebankan ke konsumen.

Karena itu, rata-rata penghasilan per bulan pekerja angkutan daring ini hanya Rp 3 juta. “Itu pun kami harus bekerja dari pagi hingga malam, berkisar 15-17 jam setiap harinya. Dan itu kami kerjakan tanpa libur dalam sebulan,” kata Lily. 

Meski demikian, Lily mengatakan pendapatan Rp 3 juta itu tak berlaku bagi pengemudi perempuan. Tak mendapat cuti berbayar untuk haid, melahirkan, dan potensi keguguran, Lily mengatakan pendapatan pekerja perempuan bisa lebih rendah. “Belum lagi risiko di jalan raya yang rawan kecelakaan bagi kami karena faktor kelelahan dan kurang istirahat. Bila terjadi kecelakaan, kami hanya dianggap sebagai kecelakaan lalu-lintas, bukan sebagai kecelakaan kerja,” kata dia. 

Padahal, kata Lily, kalau pekerja angkutan daring ini diakui UU, mereka akan mendapatkan santunan BPJS Ketenagakerjaan, jaminan sosial, dan tanggung jawab dari platfrom. “Dengan status mitra, kami otomatis tidak mendapatkan jaminan sosial yang seharusnya ada tanggung jawab platform di situ,” kata Lily. 

Pilihan editor: ATR/BPN Klaim Telah Melaksanakan Reforma Agraria 14,5 Juta Hektare dalam Satu Dekade Terakhir

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |