REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Penyelenggara (BP) Haji Mochammad Irfan Yusuf mengungkapkan sejumlah poin pembicaraannya dengan otoritas penyelenggara haji dan umrah Kerajaan Arab Saudi. Salah satunya berkaitan dengan haji furoda.
Menurut dia, Saudi memberikan sinyal bahwa Kerajaan tidak akan lagi menerbitkan visa haji furoda untuk Indonesia. Karena itu, dalam revisi atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah tidak ada pembahasan spesifik mengenai haji furoda. Yang ada ialah haji dengan non-visa reguler dengan tujuan perlindungan atas jamaah haji RI selama di Tanah Suci.
"Kalau yang disampaikan ke kami oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, kemungkinan enggak ada lagi haji furoda, tapi kan masih dinamik sekali," kata sosok yang akrab disapa Gus Irfan itu kepada Republika di kampus Universitas YARSI, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Apakah ketiadaan visa haji furoda berarti kemungkinan haji jalur undangan juga batal? Menurut Gus Irfan, kemungkinan masih ada haji jalur undangan Kerajaan. Namun, hal itu pun bila ada jamaah haji RI yang berangkat ke Tanah Suci dengan jalur undangan tersebut.
Sebagai pelaksana penyelenggaraan haji mulai tahun 1447 H/2026 M, BP Haji berharap dapat memiliki basis data sehingga mengetahui siapa saja WNI yang berangkat dan melalui jalur apa keberangkatannya. Lebih penting lagi, perlu adanya sinkronisasi data.
Sebagai contoh, data jamaah umrah RI. Jumlah yang dicatat di Indonesia mencapai sekitar 1,4 juta orang per tahun. Namun, dalam catatan Arab Saudi, ada 1,8 juta jamaah umrah Indonesia.
"Jadi ada 400 ribu (jamaah umroh) yang kita enggak tahu keberangkatan dari mana. Kalau terjadi sesuatu di sana (Arab Saudi), tentu yang dihubungi pertama itu pemerintah RI, maksudnya Kedutaan (Besar Indonesia) di sana. Sementara, kita enggak punya datanya," ujar Gus Irfan.
Sebelumnya, dalam musim haji 1446 H/2025 M, visa haji furoda menjadi kontroversi di tengah masyarakat. Banyak warga negara Indonesia (WNI) yang ketika itu mengandalkan visa tersebut terpaksa tidak jadi berangkat ke Tanah Suci. Sebab, hingga batas akhir penerbitan visa haji oleh Pemerintah Arab Saudi, visa furoda tak kunjung terbit.
Pada dasarnya, ada dua jenis visa terkait haji, yakni visa kuota dan visa non-kuota.
Yang pertama itu sering kali disebut "kuota Kementerian Agama (Kemenag)" karena memang dikeluarkan oleh Kerajaan Arab Saudi untuk WNI yang mendaftar haji reguler, yang diselenggarakan pemerintah RI. Dalam hal ini, Kemenag RI, baik pada 1446 H maupun musim-musim haji sebelumnya, memanfaatkan kuota haji resmi yang diberikan Arab Saudi untuk Indonesia.
Sebaliknya, visa non-kuota diterbitkan oleh Pemerintah Arab Saudi atas dasar undangan resmi dari pejabat setempat kepada WNI tertentu. Visa ini pun dikenal luas sebagai visa mujamalah.