Komisi II Belum Bahas Usulan agar KPU dan Bawaslu Jadi Badan Ad Hoc

4 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) M. Rifqinizamy Karsayuda mengatakan mereka belum membahas usulan untuk menjadikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai badan yang bersifat ad hoc atau sementara.

Dia menegaskan Komisi II belum membahas usulan tersebut di Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025 melalui revisi Undang-Undang (UU) Pemilu.

“Dari sisi pembahasan revisi UU Pemilu maupun UU Pilkada di mana di dalamnya terkait dengan kedudukan KPU dan Bawaslu, belum dijadwalkan untuk dibahas di Komisi II,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 23 November 2024.

Saat ini, kata dia, Komisi II DPR dalam Prolegnas 2025 fokus terhadap revisi UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Meskipun demikian, sebagai ketua komisi yang membidangi urusan mengenai politik dan pemerintahan, Rifki menampung seluruh aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Oleh karena itu, dia meminta publik untuk menunggu momentum perkembangan revisi UU Pilkada dan Pemilu tersebut. Dia mengatakan bahwa sementara waktu ini, kemungkinan besar Komisi II DPR akan membuat omnibus law UU Politik. 

"Di dalamnya terdapat beberapa UU yang akan dijadikan satu terkait politik, yaitu UU Pemilu, UU Parpol, UU Pilkada, dan UU ketentuan hukum sengketa acara pemilu, dan UU lain terkait pemilu,” kata politikus Partai NasDem itu.

Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR Bambang Haryadi mengusulkan agar KPU dan Bawaslu menjadi badan ad hoc saja. Menurut dia, pelaksanaan pemilu dan pilkada dilakukan di tahun yang sama, sementara di tahun berikutnya, KPU dan Bawaslu tak memiliki aktivitas yang signifikan.

"Bukan berarti keputusan ini akan langsung di-adhoc-kan, tapi kami akan kaji secara mendalam dan menyeluruh, apakah ke depan KPU-Bawaslu kami buat ad hoc," kata Bambang pada Jumat, 22 November 2024.

Dia menyebut, salah satu alasan utama wacana ini adalah efisiensi anggaran negara. Menurut dia, pengelolaan anggaran akan lebih hemat jika KPU dan Bawaslu tak menjadi lembaga permanen. 

"Tujuannya untuk efisiensi anggaran. Toh, beberapa tahun ke depan mereka tidak ada kegiatan, tapi perlu kajian mendalam," ujarnya. 

Wacana tersebut, kata dia, masih dalam tahap awal dan membutuhkan analisis serta masukan dari berbagai pihak. Fraksi Partai Gerindra juga akan mempertimbangkan dampak politik dan ekonomi sebelum mengajukan usulan resmi.

Selain Bambang, sebelumnya anggota Badan Legislasi atau Baleg DPR, Saleh Partaonan Daulay, pernah mengusulkan agar KPU dijadikan sebagai lembaga ad hoc dua tahunan. Hal tersebut dia sampaikan dalam rapat dengar pendapat umum di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 31 Oktober 2024.

"Jadi, kami sedang berpikir sekarang di DPR justru KPU itu hanya lembaga ad hoc, dua tahun aja," katanya.

Dia menilai, adanya KPU ini hanya menghabiskan uang negara. Padahal, menurut dia KPU hanya bekerja selama dua tahun saja. Pada tahun ketiga hingga kelima, anggota KPU hanya datang ke Jakarta untuk pelatihan saja. 

"Ngapain kita menghabiskan uang negara kebanyakan untuk misalnya, ya tadi, nanti mereka setelah tahun ke-3, ke-4, ke-5, datangnya tuh Bimtek aja ke Jakarta ini," ujar Saleh.

Dia juga menyinggung perihal urgensi Bimtek tersebut. Apakah benar-benar penting atau tidak. "Sebentar-sebentar nanti sudah Bimtek, datang ke Jakarta. Gak tahu kami apa yang dibimtekkan itu."

Ketua KPU Mochammad Afifuddin juga pernah merespons usulan Saleh itu. Afif mengatakan, dia akan mengikuti sebagaimana aturan yang ada. 

"Kami kan menjalankan aturan saja. Kalau undang-undangnya mengatur kanan, kanan, tergantung aturannya," katanya kepada Tempo saat ditemui di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 31 Oktober 2024 usai rapat kerja bersama Komisi II DPR.

Afif menjelaskan bahwa KPU sudah diatur oleh undang-undang. Mengacu pada undang-undang yang ada, masa keanggotaan KPU adalah lima tahun. 

"(Berdasarkan) Undang-undangnya aja. Kan KPU ini ada karena undang-undangnya. Lima tahun, ya lima tahun. Kami ikut aturannya aja pokoknya."

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |