Korban Pencabulan Eks Kapolres Ngada Trauma Berat

6 hours ago 8

Tiga anak korban pencabulan eks Kapolres Ngada ketakutan jika melihat orang berseragam warna cokelat

24 Mei 2025 | 18.37 WIB

Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dok. Humas Polres Ngada

Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dok. Humas Polres Ngada

TEMPO.CO, Jakarta - Tiga anak korban pencabulan oleh eks Kapolres Ngada, Ajun Komisaris AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, trauma berat. Kuasa hukum korban, Veronica Ata, mengatakan kliennya ketakutan jika melihat orang berseragam warna cokelat seperti milik polisi.

“Mereka ketakutan ketika melihat oknum yang berpakaian berwarna cokelat,” kata Veronica, yang juga menjabat Ketua Lembaga Perlindungan Anak Nusa Tenggara Timur (LPA NTT), saat ditemui media di gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Kamis, 22 Mei 2025.
 
Para korban kini masing-masing berusia 6, 13, dan 16 tahun. Saat pencabulan terjadi, anak yang berusia enam tahun tersebut masih berusia 5 tahun. Ia sekarang tinggal di rumah bersama keluarganya, sementara kedua korban lainnya tinggal di shelter atau tempat berlindung. Mereka juga mendapat layanan psikologis.
 
Veronica mengatakan para korban kini berangsur pulih, namun kerap menangis dan menolak untuk makan. “Yang berusia 13 tahun dan 16 tahun ketakutan dan lari,” ujarnya.
 
Dua korban berusia remaja tersebut juga menderita penyakit menular seksual yang ditularkan dari pelaku. Akibat dampak fisik dan psikologis yang dialami, menurut Veronica, para korban merasa putus asa dan ingin berhenti sekolah karena malu. Namun, belakangan salah satu dari mereka berubah pikiran dan ingin tetap sekolah.
 
Veronica menyerukan agar kasus ini tidak hanya diusut lewat proses hukum, tetapi agar korban dan keluarga mereka juga mendapat pemulihan. Pasalnya, orang tua maupun anggota keluarga lainnya dari korban juga mengalami trauma. “Kami juga perlu berjuang untuk bagaimana mereka berhak untuk mendapatkan restitusi,” kata dia.
 
Polisi telah menetapkan Fajar Widyadharma Lukman Sukmaatmaja sebagai tersangka pencabulan anak dan penyalahgunaan narkoba. Komisi Kode Etik Polri juga telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepadanya.
 
Fajar disebut terbukti bersalah karena melecehkan, merekam, dan mencabuli anak saat menjabat sebagai Kapolres Ngada. Ia juga terbukti mengonsumsi narkotika.
 
Kasus eks Kapolres Ngada ini terbongkar setelah Kepolisian Australia melapor ke Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) ihwal adanya video pencabulan anak yang diunggah ke situs pornografi. Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa video tersebut diunggah dari Kota Kupang.
 
Kepolisian Daerah NTT kemudian menyelidiki kasus tersebut, hingga ditemukan keterlibatan seorang perempuan berinisial “F” yang diduga berperan sebagai penyedia anak di bawah umur untuk AKBP Fajar. F mendapat imbalan Rp 3 juta dari Fajar untuk menyediakan anak yang akan dilecehkan.

Polisi telah mengumpulkan beberapa bukti dalam kasus ini. Beberapa di antaranya adalah hasil visum pelecehan seksual terhadap korban, compact disc (CD) berisi delapan rekaman video kekerasan seksual yang dibuat oleh eks Kapolres Ngada itu, serta bukti pemesanan kamar hotel pada 11 Juni 2024.
 
Polda NTT pertama kali melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT pada 20 Maret 2025. Beberapa hari kemudian, Kejati mengembalikan berkas kepada Polda karena masih ada persyaratan yang belum lengkap. Sebulan berselang, bolak-balik berkas kembali terjadi antara Polda dan Kejati. Berkas perkara Fajar baru resmi dilimpahkan ke kejaksaan pada Rabu sore, 21 Mei 2025.
 

Alif Ilham Fajriadi dan Yohanes Seo berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |