KSP Ungkap Harga Bawang Putih di Jakarta Tinggi, Padahal Akses Transportasi Memadai

4 hours ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Edy Priyono, mengungkapkan ada empat kota administrasi di Jakarta masuk dalam daftar sepuluh besar daerah dengan harga bawang putih tertinggi di Indonesia. Padahal, wilayah ini memiliki akses transportasi yang memadai dan menjadi pintu masuk impor produk hortikultura dari Cina. “Dan sudah empat pekan, artinya sebulan terakhir konsisten di harga yang tinggi,” ujar Edy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang disiarkan secara daring pada Senin, 5 Mei 2025.

Berdasarkan data yang dipaparkan Edy, Jakarta Selatan menempati posisi kedua dengan harga bawang putih Rp 55.750 per kilogram, disusul Jakarta Pusat di posisi ketujuh (Rp 53.333/kg), Jakarta Utara kedelapan (Rp 51.667/kg), dan Jakarta Timur kesembilan (Rp 51.000/kg). Adapun harga tertinggi tercatat di Nabire, Papua, yakni Rp 58.333 per kilogram. “Mohon Pemerintah Provinsi Jakarta memberikan perhatian yang mungkin lebih besar dibandingkan sebelum-sebelumnya,” kata Edy.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Tempo sempat mengungkap soal kenaikan harga bawang putih yang tak wajar ini pada pertengahan Maret 2025. Lima importir yang tidak memperoleh kuota impor menyebutkan, importir pemegang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dan surat persetujuan impor (SPI) menunda realisasi impor untuk menghindari operasi pasar.

Harga beli dari Cina dilaporkan mencapai US$ 1.445 per ton. Dengan kurs Rp 16.400 per dolar AS, harga tersebut setara dengan Rp 23.698.000 per ton atau Rp 23.698 per kilogram. Bahkan, belakangan harga turun menjadi US$ 1.140 per ton. Setelah ditambah biaya transportasi dan distribusi, total biaya impor bawang putih mencapai sekitar Rp 25.198 per kilogram. Para importir kemudian menjualnya seharga Rp 33.500 per kilogram, lebih tinggi dari harga patokan operasi pasar yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 32.000 per kilogram.

Diduga, beberapa importir sengaja menahan stok untuk mendorong kenaikan harga selama periode Lebaran. Importir yang tidak mendapat kuota menyatakan bahwa harga bawang putih di Cina saat ini masih tinggi akibat produksi terbatas. Namun pada Mei hingga Juni, saat panen raya berlangsung, harga cenderung turun dan menjadi kesempatan bagi importir untuk meraup keuntungan besar.

Selain itu, menurut lima importir lama tersebut, lonjakan harga juga dipicu praktik jual-beli kuota impor. Importir yang tidak memiliki izin harus membeli kuota dari pemegang RIPH dan SPI, dengan tambahan biaya sebesar Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram. Akibatnya, harga jual bawang putih di pasaran turut naik karena pengusaha berupaya menutup biaya tersebut.

Ada pula dugaan importir penerima jatah impor sengaja menahan stok agar harga naik selama Lebaran. Para importir yang tak menerima jatah bercerita, harga bawang putih di Cina saat ini relatif tinggi karena produksi terbatas. Sedangkan Mei hingga Juni, produksi berlimpah sehingga bawang putih dibanderol murah. Di momentum ini, para importir akan mengambil kesempatan meneguk margin supertebal.

Selain itu, menurut lima importir lama itu, lonjakan harga bawang putih disebabkan para importir lama yang rata-rata tak mendapat jatah impor harus membeli kuota impor dari para importir pemegang RIPH dan SPI. Tapi ada mahar tambahan yang ditebus untuk memperoleh kuota itu, yakni Rp 7.000 hingga Rp 8,000 per kilogram. Karena pengusaha tentu tak mau rugi, setelah memperoleh kuota mereka menaikkan harga jual bawang putih di pasaran.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |