SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — Kalau kamu suka membaca label makanan, mungkin kamu pernah menemukan kata “maltodekstrin” di daftar bahan. Namanya terdengar kimiawi, tapi sebenarnya bahan ini sangat umum ditemukan di makanan sehari-hari, mulai dari sereal, saus salad, hingga susu formula anak.
Lalu, sebenarnya apa sih maltodekstrin itu? Apakah dia termasuk gula tambahan, dan benarkah ada jenis maltodekstrin yang mengandung serat?
Maltodekstrin adalah karbohidrat olahan yang berasal dari sumber pati seperti jagung, kentang, gandum, atau tapioka. Proses pembuatannya disebut hidrolisis, di mana pati dipecah menjadi rantai pendek molekul gula. Hasilnya berupa bubuk putih yang tidak berasa manis, bahkan sering digunakan untuk menambah tekstur lembut atau membantu bahan larut dengan mudah dalam minuman dan makanan.
Menurut U.S. Food and Drug Administration (FDA), maltodekstrin termasuk bahan yang aman digunakan dalam makanan (GRAS — Generally Recognized as Safe). Fungsinya bukan hanya sebagai pengisi, tapi juga penstabil, pengental, atau pengganti gula dan lemak dalam berbagai produk olahan.
dr. Rosyanne Kushardina, S.Gz., M.Si., Doktor dalam bidang ilmu gizi dari Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, menjelaskan bahwa maltodekstrin merupakan salah satu bahan tambahan pangan (BTP) yang aman dan dibuat dari bahan alami.
“Sesuai namanya, BTP memang ditambahkan secara sengaja ke produk makanan atau minuman untuk tujuan teknologi, baik dalam proses pembuatan maupun pengolahan pangan, agar menghasilkan komponen tertentu atau memengaruhi sifat pangan tersebut,” jelas Dr. Rosyanne.
BPOM juga telah mengatur penggunaan bahan tambahan pangan ini melalui Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019. Dari 27 golongan BTP yang ada, maltodekstrin termasuk yang berfungsi beragam bisa sebagai pengawet, penguat rasa, filler (peningkat volume), penstabil tekstur, hingga perisa.
“Maltodekstrin biasa ditambahkan ke produk pangan sebagai pengawet, penguat rasa, filler, untuk meningkatkan tekstur, dan ada juga yang digunakan sebagai perisa,” ujar Dr. Rosyanne.
Ia menambahkan, maltodekstrin juga kerap digunakan sebagai pengganti laktosa pada produk susu, terutama untuk mereka yang mengalami intoleransi laktosa.
Secara alami, maltodekstrin tidak terdapat dalam bahan pangan mentah, tetapi dibuat dari bahan alami seperti umbi-umbian, serealia, dan jagung.
“Pati dari sumber karbohidrat tersebut diolah melalui proses hidrolisis hingga terbentuklah maltodekstrin,” terang Dr. Rosyanne dalam sebuah diskusi media bersama Ngobras.
Meski tersusun dari molekul gula, maltodekstrin hampir tidak memiliki rasa manis. Derajat kemanisannya diukur dengan dextrose equivalent (DE), semakin rendah nilainya, semakin kecil tingkat kemanisannya. Maltodekstrin umumnya memiliki nilai DE antara 3–19.
“Maltodekstrin dengan DE 10 bisa digunakan untuk produk instan seperti saus dan produk diet, DE 15 untuk minuman isotonik, dan DE 19 untuk bubuk cokelat, produk susu, atau dessert,” papar Dr. Rosyanne.
Ia juga menyoroti isu yang belakangan ramai di media sosial tentang maltodekstrin yang dikaitkan dengan peningkatan kadar gula atau gangguan ginjal pada anak.
“Tidak tepat jika maltodekstrin dikaitkan dengan peningkatan kandungan gula pada susu atau menyebabkan gagal ginjal pada anak,” tegasnya.
“Susu yang mengandung maltodekstrin tidak berarti memiliki kandungan gula yang lebih tinggi. Ini bisa dicek langsung pada label kemasan.”
Maltodekstrin sebenarnya banyak terdapat pada berbagai jenis makanan, tidak hanya pada produk manis seperti susu atau sereal, tetapi juga pada produk gurih seperti kaldu ayam dan kaldu jamur, karena berperan sebagai filler.
Bahkan, penelitian terkini menemukan bahwa maltodekstrin resistan (resistant maltodextrin) dapat difermentasi di usus besar menjadi short chain fatty acid (SCFA), yang bermanfaat bagi kesehatan mikrobiota usus. Jenis ini berfungsi seperti serat pangan (dietary fiber) yang membantu pencernaan dan menjaga kadar gula darah tetap stabil.
Penelitian oleh Kishimoto et al. (2006) menunjukkan bahwa resistant maltodextrin dapat meningkatkan jumlah bakteri baik seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus di usus besar, serta menurunkan kadar gula dan kolesterol darah. Studi lain dari Okuma & Matsuda (2002) juga menyebutkan bahwa serat ini tidak menyebabkan gangguan pencernaan dan dapat digunakan sebagai serat fungsional dalam produk pangan.
Kalau kamu perhatikan label susu formula atau susu pertumbuhan anak, beberapa produk mencantumkan bahan “Resistant Maltodextrin (Serat Pangan)”. Fungsinya adalah untuk menambah serat sekaligus mendukung kesehatan saluran cerna anak, terutama yang sering mengalami sembelit atau kurang konsumsi sayur dan buah.
Menurut Jurnal Gizi Klinik Indonesia (2020), penambahan serat pangan seperti resistant maltodextrin dalam susu pertumbuhan dapat membantu menyeimbangkan mikrobiota usus dan mendukung daya tahan tubuh anak.
Maltodekstrin bukan “gula berbahaya” seperti yang sering disangka. Dalam bentuk biasa, ia berfungsi sebagai sumber energi tambahan yang aman. Sedangkan dalam bentuk resistant maltodextrin, justru bisa memberikan manfaat serat untuk pencernaan dan metabolisme tubuh.
Kuncinya ada pada mengenali jenis dan porsinya. Dengan membaca label dan memahami fungsinya, kamu bisa memilih produk yang sesuai kebutuhan, tanpa perlu khawatir berlebihan.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

















































