Menahan Tangis, Kepala WHO Mohon Israel Tunjukkan 'Belas Kasihan' di Gaza

6 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Sambil menahan tangis, kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Kamis mendesak Israel untuk memiliki "belas kasihan" dalam genosida di Gaza. Ghebreyesus menegaskan bahwa perdamaian akan menjadi kepentingan Israel sendiri.

Dalam intervensi emosional di majelis tahunan WHO, Ghebreyesus mengatakan perang itu merugikan Israel dan tidak akan membawa solusi yang langgeng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya dapat merasakan bagaimana perasaan orang-orang di Gaza saat ini. Saya dapat menciumnya. Saya dapat memvisualisasikannya. Saya bahkan dapat mendengar suaranya. Dan ini karena PTSD (gangguan stress-pascatrauma)," kata Tedros, 60 tahun, yang sering mengingat masa kecilnya di Ethiopia saat perang seperti dilansir Arab News.

"Anda dapat membayangkan bagaimana orang-orang menderita. Benar-benar salah untuk menjadikan makanan sebagai senjata. Sangat salah untuk menjadikan pasokan medis sebagai senjata."

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis mulai mendistribusikan sekitar 90 truk bantuan yang merupakan pengiriman pertama ke Gaza sejak Israel memberlakukan blokade total pada 2 Maret.

Tedros mengatakan hanya solusi politik yang dapat membawa perdamaian yang berarti.

“Seruan untuk perdamaian sebenarnya adalah kepentingan terbaik Israel sendiri. Saya merasa bahwa perang itu merugikan Israel sendiri dan tidak akan menghasilkan solusi yang langgeng,” katanya.

“Saya mohon, apakah Anda bisa berbelas kasihan. Itu baik untuk Anda dan juga untuk Palestina. Itu baik untuk kemanusiaan.”

Direktur tanggap darurat WHO Michael Ryan mengatakan bahwa 2,1 juta warga Palestina di Gaza "dalam bahaya kematian yang mengancam." "Kami perlu mengakhiri kelaparan, kita perlu membebaskan semua sandera dan kita perlu memasok kembali dan memulihkan sistem kesehatan," katanya.

"Sebagai mantan sandera, saya dapat mengatakan bahwa semua sandera harus dibebaskan. Keluarga mereka menderita," ia menegaskan.

WHO mengatakan warga Palestina di Gaza menderita kekurangan makanan, air, pasokan medis, bahan bakar, dan tempat tinggal yang parah. Empat rumah sakit besar harus menghentikan layanan medis dalam seminggu terakhir, karena kedekatannya dengan daerah permusuhan atau zona evakuasi, dan serangan.

Hanya 19 dari 36 rumah sakit di Jalur Gaza yang masih beroperasi, dengan staf yang bekerja dalam "kondisi yang mustahil," kata badan kesehatan PBB dalam sebuah pernyataan.

"Setidaknya 94 persen dari semua rumah sakit di Jalur Gaza rusak atau hancur," katanya, sementara Gaza utara "hampir tidak memiliki semua perawatan kesehatan."

Dikatakan bahwa di seluruh wilayah Palestina, hanya 2.000 tempat tidur rumah sakit yang masih tersedia — angka yang “sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan saat ini.”

“Kehancuran itu sistematis. Rumah sakit direhabilitasi dan dipasok kembali, hanya untuk kemudian menjadi sasaran permusuhan atau diserang lagi. Siklus yang merusak ini harus diakhiri.”

Tentara Israel telah melakukan serangan brutal terhadap Gaza sejak Oktober 2023, menewaskan hampir 53.500 warga Palestina, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perangnya di daerah kantong itu.

Israel memberlakukan blokade terhadap semua pasokan pada Maret, dengan mengatakan Hamas menyita kiriman untuk para pejuangnya — tuduhan yang dibantah kelompok itu. PBB mengatakan seperempat dari 2,3 juta penduduk Gaza berisiko kelaparan.

Menteri Kesehatan Palestina mengatakan 29 anak-anak dan orang tua telah meninggal karena alasan terkait kelaparan di Gaza dalam beberapa hari terakhir dan ribuan lainnya berisiko tewas.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |