TEMPO.CO, Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) Rumah123 Wasudewan mengatakan alasan generasi Z atau Gen Z tidak yakin mampu membeli rumah dalam tiga tahun ke depan bukan karena keinginan mereka. Salah satu alasannya adalah kondisi eksternal yang memaksa mereka bertransformasi menjadi generasi sandwich.
Menurut Wasudewan, generasi sandwich terbentuk akibat dua krisis yang terpaksa dilalui oleh Gen Z yaitu krisis ekonomi global pada 2008 dan krisis akibat pandemi COVID-19. Sehingga, besar kemungkinan terciptanya ketidakstabilan ekonomi di dalam keluarga yang memaksa Gen Z di dalamnya turut menjadi tulang punggung.
“Artinya, bukan berarti mereka enggak tertarik dengan properti, kalau mereka diberi kesempatan mungkin mereka ingin. Karena kalau soal hitung-hitungan, mereka lebih jago dari generasi sebelumnya,” kata dia dalam Indonesia Industry Outlook (IIO) 2025 Conference yang diadakan secara daring pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Namun karena kondisi yang menuntut mereka tidak hanya harus bisa fokus terhadap dirinya sendiri, tetapi juga fokus untuk membantu mendorong situasi ekonomi orang tua dan keluarganya. “Apalagi kalau orang tuanya punya banyak anak, adiknya juga harus dibantu,” tuturnya.
Sebelumnya, Inventure melalui Indonesia Industry Outlook (IIO) 2025 menunjukkan data hasil survei bahwa dua dari tiga Gen Z yang berasal dari kelas menengah tidak yakin bisa membeli rumah pertama mereka, dengan cicilan maupun tunai, dalam tiga tahun ke depan. Salah satu variabel yang memperkaya perkiraan tersebut adalah dengan melihat jumlah pendapatan mereka saat ini.
Setelah ditanyakan lebih lanjut kepada 65 persen responden yang memilih pesimistis, terdapat tiga alasan utama yang mendasari ketidakyakinan tersebut. Alasan pertama menurut 80 persen dari mereka menganggap bahwa harga properti saat ini yang semakin tinggi, kemudian 45 persen lainnya merasa memiliki jumlah pendapatan yang terlalu rendah, sedangkan 34 persen dari mereka merasa memiliki pekerjaan yang tidak stabil dan tetap.
Iklan
Adapun, menurut Wasudewan, perbedaan pendekatan orang tua Gen Z dengan orang tua generasi sebelumnya dalam mengelola keuangan turut berperan dalam perubahan perilaku ekonomi hingga tercipta fenomena tersebut.
Ia memberikan contoh dengan menyatakan bahwa generasi sebelumnya cenderung mendapat tekanan dari orang tua mereka untuk membeli rumah sesegera mungkin setelah mendapatkan gaji dari pekerjaan pertama mereka. Hal ini karena rumah dianggap dapat menjadi jaminan yang meskipun tidak likuid tetapi nilainya bisa bertambah.
Nilai-nilai tersebut dianggap belum sampai kepada Gen Z karena adanya transformasi prioritas dan pengalaman. “Kalau generasi sebelumnya bisa benar-benar berhemat, sedangkan mereka (Gen Z) punya gaya hidup. Mereka punya teman, mereka bersosialisasi seperti nge-gym lah, ada jadwal pergi dengan teman dekat lah, konser lah, ngopi,” ujar Wasudewan.
Ia menilai kondisi yang tidak menentu dan terkesan memberatkan bagi Gen Z yang membuat mereka pada akhirnya memilih untuk juga mengedepankan kebahagiaan yang bisa didapatkan dari pengalaman-pengalaman tersebut. Sehingga, tidak aneh bahwa 24 persen Gen Z dari hasil survei yang sama lebih memilih mengutamakan konsumsi experience seperti nonton konser atau pergi berlibur dibanding membeli atau mencicil rumah.
Pilihan Editor: BSI Ungkap Sebab Kebiasaan Gen Z Bisa Membuat Perbankan Hemat Biaya Operasional