TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, memecat 10 pegawainya yang menjadi tersangka kasus dugaan pelindungan situs judi online. Mereka adalah bagian dari 18 orang yang diduga berkomplot mengamankan 1.000 web judi daring dari penutupan kementerian.Kasus ini terungkap ketika Polda Metro Jaya bersama Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri pada Jumat, 1 November 2024, menggerebek sebuah ruko di Grand Galaxy City, Bekasi, Jawa Barat. Rupanya di tempat itu, kelompok ini menyortir mana situs judi online yang akan diblokir dan mana yang dikawal alias dilindungi.
Awalnya, polisi menangkap 11 orang tersangka, yang 10 di antaranya merupakan pegawai Kementerian Komdigi. Setelah itu, tersangka terus bertambah hingga ada 18 orang.
Apa peran para pegawai Komdigi dalam jaringan judi online ini?
Wakil Menkomdigi Nezar Patria mengatakan sejumlah pegawai yang diduga terseret dalam kasus judi online sebelumnya telah dipantau internal kementerian. Menurut dia, para pegawai yang terlibat tersebut bertugas mengendalikan konten-konten digital, termasuk konten negatif, tetapi justru melakukan pelanggaran dengan tidak melakukan pemblokiran. “Ternyata mereka justru melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sangat serius dalam hal ini,” ucap Nezar ketika ditemui di Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Minggu, 3 November 2024.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan pegawai Kementerian Komdigi yang ditangkap mempunyai kewenangan memeriksa situs judi online hingga memblokirnya.
Namun, mereka justru menyalahgunakan wewenang tersebut dengan tidak memblokir situs milik pihak yang dikenal. “Mereka diberi kewenangan penuh untuk memblokir. Namun, mereka menyalahgunakan, kalau sudah kenal sama mereka, maka mereka tidak blokir,” ujar Ade, 1 November 2024.
Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra mengatakan, pegawai Kementerian Komdigi yang diduga terlibat kasus judi online di Kota Bekasi, Jawa Barat memperoleh bayaran sebesar Rp 8,5 juta per situs. Mereka dibayar agar tidak memblokir situs judi online, yang jumlahnya mencapai 1.000 situs menurut pengakuan tersangka.
Dari hasil menjaga situs tersebut, bahkan dapat memberikan upah ke beberapa pegawai yang berperan sebagai admin dan operator sebesar Rp 5 juta setiap bulan.
“Para pegawai tersebut bekerja di ruko yang dijadikan semacam ‘kantor satelit’. Mereka bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga 20.00 WIB,” ucap Wira. Namun, berdasarkan pengakuan tersangka, kantor tersebut berdiri atas inisiatif mereka tanpa sepengetahuan atasannya di Kementerian Komdigi.
Tidak Pandang BuluMenteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan memastikan pihaknya tidak akan pandang bulu dalam mengungkap kasus judi daring yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (kemenkomdigi)
"Semua tidak ada toleransi dan kami meyakini itu karena sudah perintah Pak Presiden bahwa semuanya akan diproses," kata Budi Gunawan saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis.
Saat ini Polri masih melakukan penyidikan untuk mencari tahu keterlibatan pihak lain dalam pusaran kasus judi online tersebut.
Ia memastikan tidak akan membiarkan Polri diintervensi oleh pihak manapun dalam menyelidiki kasus tersebut.
Terkait adanya sorotan terhadap mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setyadi dalam pusaran kasus judi online, Budi Gunawan memastikan belum ada bukti tersebut. "Ya kan belum arah ke sana secara terbuka yang disampaikan Polri, kita tunggu saja seperti apa," kata dia.
Sejauh ini polisi belum mengungkap pemilik situs judi online yang dilindungi pegawai Komdigi tersebut.
Pilihan Editor Mengapa 14 Target Pembangunan Diperkirakan Tak Tercapai?