Menyusuri Jejak Sejarah Kota Tua dan Pesona Budaya Peranakan Tionghoa di House of Tugu

11 hours ago 5

INFO NASIONAL - Kawasan Kota Tua yang dikenal dengan bangunan-bangunan cagar budayanya, merupakan saksi bisu perjalanan sejarah Jakarta. Mengunjungi kawasan ini menjadi cara tepat untuk memahami perkembangan ibu kota dari masa ke masa.

Selain mengamati gedung-gedung tua, ada satu lokasi yang dapat membantu kita lebih mengerti perkembangan budaya yang mewarnai Jakarta, yakni budaya peranakan Tionghoa. Pengalaman itu dapat ditemukan di House of Tugu, hotel yang baru diresmikan pada November 2024 silam. Berlokasi di Jl. Kali Besar Barat, hotel ini menghadirkan perjalanan waktu ke masa lalu melalui koleksi seni, ruangan tematik, dan kisah yang disajikan secara autentik.

Regional Sales and Marketing Manager Tugu Hotels, Rosiany T. Chandra, menjelaskan keberadaan House of Tugu memang bertujuan untuk menjadi bagian dari kisah sejarah Kota Tua. “Jadi bagaimana kawasan ini dulu pernah menjadi pusat perdagangan, kemudian sempat dilupakan. Kini, ketika Pemerintah Jakarta kembali menggali pentingnya kawasan ini, kami pun dari House of Tugu ingin menjadi bagian dari perayaan agar Kota Tua bangkit kembali,” ujarnya pada Rabu, 8 Januari 2025.

Rosiany atau acap disapa Sian, menuturkan bahwa setiap elemen di hotel ini bercerita tentang babak sejarah Jakarta secara mendalam. Semua langsung tersaji ketika pengunjung memasuki lobi atau disebut Kapitan Hall. Di salah satu sisi ruangan terpacak papan nama dalam bahasa Belanda: Hoofdkantoor Bataviase Kong Koan.

Hoofdkantoor dapat diartikan sebagai kantor tertinggi. Sedangkan Kong Koan adalah bahasa Mandarin yang berarti rumah besar. “Jadi gedung ini sempat menjadi pusat organisasi para saudagar Cina. Ketuanya disebut Kapitan yang dipilih oleh VOC,” ucap Sian.

Lobby Kapitan Hall di House of Tugu, Jakarta. Dok. House of Tugu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

House of Tugu awalnya adalah sebuah rumah besar yang berganti kepemilikan dari abad ke abad. Di masa kolonial, rumah ini pernah menjadi gudang gula. Kali Besar, kanal yang berada di depan bangunan tersebut menjadi jalur transportasi ideal untuk mendistribusikan gula tersebut.

Pemilik gudang gula tersebut adalah Oei Tiong Ham, konglomerat gula di masa itu. Sejumlah literatur bahkan menyebut sang ‘crazy rich’ ini sebagai “orang terkaya antara Shanghai dan Australia”.

Oei Tiong Ham kemudian menikah dengan perempuan bangsawan Jawa: Raden Ajeng Kasinem. “Saat menikah, usia Oei Tiong Ham baru 17 tahun, sedangkan Raden Ajeng Kasinem lebih tua sembilan tahun,” kata Sian. “Namun pernikahan yang di masa tersebut terbilang kontroversial karena yang satu dari Jawa dan satunya dari China, akhirnya melahirkan budaya baru yang kita sebut budaya peranakan.”

Sebagai istri konglomerat, Raden Ajeng Kasinem hobi mengoleksi berbagai barang antik yang akhirnya menjadi warisan turun-temurun. “Beliau adalah buyut pendiri grup House of Tugu. Karena itu banyak warisan keluarga menjadi koleksi di hotel inij,” ucap Sian.

Soekarno Room di House of Tugu, Jakarta. Dok. House of Tugu

Dari Raden Saleh hingga Bung Karno

Kian menarik, RA Kasinem ternyata keponakan Raden Saleh, pelukis Indonesia yang masyhur di era kolonial. Sebagai penggemar barang antik, RA Kasinem kemudian menyimpan beberapa barang milik Raden Saleh, dua di antaranya adalah meja belajar dan mainan kuda-kudaan. Peninggalan ini dapat ditemui di dalam Raden Saleh Room.

Selain barang milik Raden Saleh, dalam ruangan itu juga terdapat tas besar milik Pangeran Diponegoro ketika diasingkan ke Sulawesi, serta tombak logam bercakar lima milik sang pangeran. Dua benda ini menyimbolkan sebuah hubungan yang sempat terjadi antara Raden Saleh dengan Pangeran Diponegoro, yang salah satunya diabadikan melalui lukisan adiluhung berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”.

Ruangan lain yang menarik adalah Soekarno Room. Di satu sisi, ruangan ini menggambarkan perjalanan sejarah Jakarta dari masa kolonial ke masa pasca-kemerdekaan. “Selain itu, pendiri House of Tugu juga penggemar berat Bung Karno,” ucap Sian. Sebab itu, dalam ruangan ini terdapat berbagai benda yang dapat membantu pengunjung mengenang Indonesia di masa tersebut. Koleksi terbanyak yang tersimpan adalah lukisan dan foto-foto tentang Bung Karno maupun keturunannya.

Ruang-ruang lain yang patut dikunjungi adalah Kali Macan Room yang menampilkan artefak perahu kayu dari abad ke-17. Kemudian Charlie Chaplin Room yang menampilkan foto-foto ketika komedian itu mengunjungi Garut, Jawa Barat, pada 1926. “Mengapa ada koleksi ini? Karena Oei Tiong Ham juga pernah menjadi distributor film-film Hollywood di Indonesia,” tutur Sian.

Ada pula ruang besar atau ballroom yang dibangun menyerupai Societeit Harmonie. Di masa kolonial, Societeit Harmonie adalah sebuah balai pesta yang diresmikan pada 1815 oleh gubernur kala itu, Thomas Stamford Raffles. Societeit Harmonie adalah klub sosial eksklusif untuk sosialita Eropa di Asia. Namun pada 1985, gedung ini akhirnya dirobohkan sebagai imbas pelebaran jalan. Sebagian reruntuhan itu menjadi koleksi House of Tugu dan dipajang di dalam ballroom yang mampu menampung 100 kursi.

Lebak Suite Room di House of Tugu, Jakarta. Dok. House of Tugu

Bagaimana jika ingin menginap di hotel ini? Sian menjabarkan hanya terdapat 25 kamar di House of Tugu. Kamar yang tersedia antara lain Nyonya Besar Suite, The Concubine Suite, Riverside Suite, Colonial Courtyard Suite, Lebak Suite, hingga Oei Tiong Ham Suite.

Setiap kamar memiliki ranjang tidur di tengah ruangan, kamar mandi yang dilengkapi bathtub dan shower, serta interior yang membawa kenangan kita ke zaman para bangsawan Eropa. Salah satu kamar bahkan memiliki balkon yang menyajikan pemandangan Kali Besar dan deretan bangunan kuno di Kota Tua.

Selain menginap, untuk menikmati pengalaman sejarah di House of Tugu, pihak hotel menyediakan paket tur dengan minimun spend. Sedangkan untuk sekadar melongok, pengunjung dapat merasakan pengalaman dalam bangunan bersejarah ini dengan cara menikmati sajian di Jajagu Restaurant F&B maupun sambil menyeruput kopi di Babah Koffie.

Sebagai informasi, House of Tugu juga sedang mempersiapkan Museum Peranakan sehingga lebih memudahkan masyarakat mempelajari kisah masa lalu Jakarta. Museum ini rencananya dapat diakses melalui Jalan Roa Malaka. “Sekarang masih proses penyelesaian, mudah-mudahan Februari sudah siap beroperasi,” kata Sian. (*)

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |