Modus Perintangan Penyidikan Kasus Korupsi PT Timah dan Impor Gula

2 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan modus perintangan penyidikan dalam perkara dugaan korupsi PT Timah dan impor gula atas nama tersangka Tom Lembong. Sebelumnya, Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam perkara tersebut. Mereka adalah Marcella Santoso (MS) sebagai advokat, Junaedi Saibih (JS) sebagai dosen sekaligus advokat, serta Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB).

Dalam pemeriksaan, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bukti kuat bahwa Marcella telah meminta Junaedi untuk membuat narasi negatif tentang Kejagung. Keduanya lalu meminta Tian untuk menyebarkan narasi tersebut melalui media Jak TV. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, Marcella dan Junaedi juga diduga membiayai demonstrasi hingga seminar sebagai upaya menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara Kejagung yang sudah berjalan di persidangan.

"Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik, sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa dinihari, 22 April 2025.

Modus Perintangan Penyidikan

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, terungkap sejumlah fakta terkait modus perintangan penyidikan dalam perkara korupsi PT Timah Tbk dan importasi gula. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa terdapat pemufakatan jahat antara tersangka Marcella, Junaedi, dan Tian untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penanganan perkara tindak pidana korupsi di wilayah IUP PT Timah dan korupsi kegiatan importasi gula.

Upaya perintangan ini berlangsung selama proses penyidikan, penuntutan, hingga persidangan, dengan biaya sebesar Rp 478,5 juta yang dibayarkan oleh Marcella dan Junaedi kepada Tian. Pada awalnya, Marcella dan Junaedi meminta Tian untuk membuat dan menyebarkan berita serta konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait penanganan perkara tersebut.

Konten itu kemudian dipublikasikan melalui media sosial, media daring, serta JAK TV News, yang menimbulkan kesan negatif terhadap Kejaksaan dan merugikan hak-hak para tersangka atau terdakwa yang dibela oleh Marcella dan Junaedi selaku penasihat hukum. Junaedi juga menyusun narasi dan opini yang menyudutkan Kejaksaan, terutama terkait metodologi perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut. Narasi itu menyebut bahwa perhitungan tersebut tidak benar dan menyesatkan. Selanjutnya, Tian menyebarkannya melalui berbagai platform media sosial dan media daring.

Selain itu, Marcella dan Junaedi diduga turut membiayai aksi-aksi demonstrasi yang bertujuan untuk menggagalkan proses penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara di persidangan. Narasi dari aksi demonstrasi tersebut kemudian disebarkan secara negatif dalam berbagai pemberitaan tentang Kejaksaan oleh Tian.

Tak hanya itu, Marcella dan Junaedi juga disebut menyelenggarakan serta membiayai seminar, podcast, dan talkshow di sejumlah media daring. Acara tersebut diarahkan untuk menyampaikan narasi negatif guna mempengaruhi pembuktian di persidangan. 

Seluruh kegiatan ini diliput dan disiarkan oleh Tian melalui JAK TV dan akun JAK TV. Tian bahkan memproduksi acara TV Show berbentuk dialog, talkshow, dan diskusi panel di sejumlah kampus, yang juga diliput oleh Jak TV.

Kasus dugaan perintangan penyidikan ini merupakan pengembangan perkara dari penyidikan dalam kasus dugaan suap vonis lepas korupsi ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Adapun dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Empat di antaranya merupakan hakim, yaitu Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom. Saat perkara ini disidangkan, Arif menjabat sebagai wakil ketua PN Jakarta Pusat. Ia yang menunjuk tiga hakim lain untuk memimpin persidangan.

Sementara empat tersangka lain adalah Muhammad Syafei, Head of Social Security Legal Wilmar Group; dua pengacara korporasi, Ariyanto dan Marcella Santoso; serta mantan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan. 

Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |