Paradoks Penjara Israel, Yahya Sinwar, dan Keterisolasian Zionis

3 hours ago 11

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah laporan mengungkap fakta paradoks yang mengejutkan. Penjara-penjara Israel yang seharusnya menjadi tempat menghancurkan psikologi bahkan membunuh lawan, ternyata malah menjadi "kawah candradimuka" yang membentuk dan membina generasi pemimpin utama Gerakan Perlawanan Hamas. Salah satu tokoh yang paling menonjol adalah Yahya Sinwar, sang arsitek di balik serangan Badai al Aqsha 7 Oktober 2023.

Melalui korespondennya di Washington, George Grills, The Times melaporkan bahwa Sinwar menghabiskan lebih dari 20 tahun di balik jeruji sebelum akhirnya dibebaskan pada 2011. Pembebasannya merupakan bagian dari kesepakatan pertukaran tawanan untuk tentara Israel, Gilad Shalit.

Pembebasan Yahya Sinwar pada tahun 2011 setelah dua dekade mendekam di penjara Israel disambut dengan luapan euforia dan sukacita yang sangat besar oleh warga Gaza. Ribuan orang membanjiri jalan-jalan, bagaikan gelombang manusia yang meluap-luap, untuk menyambut kedatangannya.

Suasana lebih mirip perayaan kemenangan besar daripada sekadar penyambutan seorang pejuang yang pulang. Bendera-bendera Hamas berkibar, sorak-sorai dan takbir menggema di seluruh penjuru kota, sementara para pendukungnya berdesakan hanya untuk sekadar menyentuh atau melihat langsung sang legenda hidup yang telah menjadi simbol ketahanan dan perlawanan.

Antusiasme massa ini bukan hanya sekadar luapan emosi sesaat, melainkan cermin dari status heroik yang melekat pada diri Sinwar. Pembebasannya dirasakan sebagai sebuah kemenangan strategis atas Israel, membuktikan bahwa perlawanan akhirnya membuahkan hasil.

Setiap wajah yang penuh haru dan setiap teriakan takbir pada hari itu mengukuhkannya bukan hanya sebagai seorang komandan, melainkan sebagai putra Gaza yang pulang dengan membawa simbol harga diri dan kebanggaan yang telah lama tertindas.

Bekal dari Penjara Israel

Yang menarik, Sinwar justru keluar dari Penjara Hadarim dengan bekal yang sangat berharga: pemahaman yang mendalam tentang musuhnya, Israel. Ia tidak menyia-nyiakan waktunya selama dipenjara untuk mempelajari segala hal tentang negara yang memenjarakannya.

Selama dalam tahanan, Sinwar secara aktif mempelajari bahasa Ibrani, mendalami sejarah Yahudi, hingga menerjemahkan buku-buku karya perwira intelijen Israel ke dalam bahasa Arab. Bahkan, ia dikabarkan menulis sebuah novel tentang perjuangan (jihad) dari dalam terowongan Gaza.

Grills mengutip pernyataan pejabat keamanan Israel yang mencurigai bahwa Sinwar bahkan mulai merencanakan serangan 7 Oktober dari dalam penjara yang sama. Tempat itu dikenal di kalangan tahanan Palestina dengan sebutan "Universitas Hadarim," yang menggambarkan fungsinya sebagai tempat belajar dan menyusun strategi.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |