TEMPO.CO, Yogyakarta - Pekan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) atau Intangible Cultural Heritage (ICH) Festival 2024 mulai digelar 23 November 2024 di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Pembukaan gelaran yang dihelat Kementerian Budaya (Kemenbud) RI selama sepekan atau hingga 28 November 2024 itu dimeriahkan penampilan kolaborasi pertunjukan wayang yang memadukan atraksi video mapping. Atraksi ini menjadi andalan baru Benteng Vredeburg.
Atraksi wayang berpadu video mapping yang mengambil spot di pelataran Monumen Serangan Oemoem 1 Maret itu sukses menarik ribuan pengunjung, terutama yang menyaksikan dari kawasan Titik Nol Kilometer.
Sebuah gaya baru pertunjukan wayang yang dipadukan dengan new media art itu membuat suguhan panggung jadi berbeda. Ada kolaborasi kesenian wayang orang, wayang kulit, wayang orang, dan video mapping dengan judul "Sang Dewaruci".
Di atas panggung, tak hanya penampilan dalang yang memainkan lakon wayang kulit secara energik. Tapi juga aksi wayang orang dengan koreografi yang dilatari atraksi video mapping yang penuh warna.
Pelestarian 13 WBTb UNESCO
Pertunjukan wayang yang selama ini dianggap membosankan pun jadi tampak segar, meriah, dan penuh warna.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang hadir bersama Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha mengatakan bahwa festival ini menjadi ajang promosi sekaligus pelestarian 13 WBTb yang diakui dunia dan telah dicatatkan UNESCO.
“Pekan Warisan Budaya Takbenda di Museum Vredeburg untuk mengenalkan 13 WbTb itu sebagai edukasi, literasi, dan juga diseminasi pengetahuan kepada publik," kata dia di sela membuka acara itu Sabtu petang.
Adapun 13 Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang telah diinskripsi UNESCO itu, kata Fadli Zon, adalah kesenian wayang (2008), keris (2008), batik (2009), pendidikan dan pelatihan batik (2009), angklung (2010), tari saman (2011), dan tas noken (2012). Lalu ada 3 genre tari Bali (2015), kapal pinisi (2017), tradisi pencak silat (2019), pantun (2020), gamelan (2021), dan budaya sehat jamu (2023).
Pameran dan Workshop
Wisatawan yang menyambangi gelaran ini bisa menyaksikan pameran 13 ICH dengan narasi filosofi di dalamnya. Selain itu, ada workshop tari saman, pencak silat dan jamu, seminar tentang wayang, hingga sarasehan keris. Sejumlah koleksi keris dan wayang termasuk milik Fadli Zon turut dipamerkan pada kegiatan tersebut.
Menurut Fadli, sosialisasi ICH juga merupakan kewajiban pemerintah usai WBTb Indonesia diinskripsikan UNESCO yang merupakan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
“Di dalam proses inskripsi ini, kita berkomitmen melestarikan Warisan Budaya Takbenda. Artinya menyebarluaskan dengan berbagai kegiatan agar ada keberlangsungan dari warisan budaya itu,” kata dia.
Pemanfaatan Teknologi
Fadli Zon berharap ekspresi budaya seni yang memadukan unsur teknologi itu dapat menginspirasi masyarakat. Hal ini mengingat kreativitas seni budaya yang terus berkembang dan bersifat adaptif.
Ia mengatakan, pemanfaatan teknologi pun menjadi sebuah keniscayaan di era globalisasi sekaligus agar wayang juga bisa lebih mudah diterima oleh generasi muda.
“Zaman sudah berubah, jadi perlu adaptasi terhadap dunia digital, seperti sentuhan-sentuhan teknologi sehingga membuat cerita wayang lebih relevan. Generasi muda juga bisa menikmati dan beradaptasi dengan itu,“ ungkap Fadli.
Pertunjukan dan pameran di festival ini dibuka untuk umum. Untuk seminar dan workshop, Kementerian Budaya melibatkan pegiat budaya, akademisi, pelajar, hingga komunitas internasional. Salah satu kegiatannya adalah workshop batik di atas topeng.
Selama sepekan, festival juga akan menghadirkan berbagai suguhan pertunjukam seni budaya. Mulai dari penampilan tari kreasi anak, band msik tradisi modern seperti Sri Rejeki dan Slamet Man feat sinden legendaris Anik Sunyahni, sampai Dagelan Yogyakarta oleh Kirun, Marwoto, dan Yati Pesek.