TEMPO.CO, Jakarta - Felita Clarissa, putri dari mendiang Elsa Laksono, mengungkapkan duka mendalam atas kepergian ibunya yang meninggal dalam pendakian ke Puncak Carstensz, Papua. Dalam unggahan di Instagram pribadinya, @thisisfelita, pada Ahad, 9 Maret 2025, ia mengenang ibunya sebagai sosok yang penuh cinta dan tak tergantikan.
“Hatiku terasa berat oleh kehilangan ini. Namun, dalam setiap tarikan napas, aku membawa cintanya bersamaku. Ia adalah tempatku pulang, seseorang yang selalu ada untukku. Dicintai olehnya dengan begitu tulus membuat kehilangan ini semakin menyakitkan,” tulisnya. Melalui unggahan tersebut, ia juga berbagi beberapa momen saat mendaki hingga liburan bersama.
Felita juga menulis bahwa kepergian sang ibu seakan merenggut sebagian dirinya, “Melepaskannya terasa seperti kehilangan sebagian diriku sendiri. Tapi aku tahu, cinta tidak berakhir—hanya berubah bentuk.” Ia mengungkapkan bahwa meski diliputi duka, dirinya tetap ingin menghormati ibunya dengan terus menjalani hidup dan menerapkan pelajaran yang telah ditinggalkan dalam jiwanya.
Ungkapan Duka dari Keluarga Elsa Laksono
Dua hari sebelum Felita menulis ungkapan dukanya, keluarga besarnya lebih dulu membagikan pesan perpisahan di akun Instagram mendiang, @explorewithelsa, pada Jumat, 7 Maret 2025. Mereka mengutip ayat Alkitab dalam mengenang sosok Elsa Laksono. “Di atas awan, di puncak Indonesia, Puncak Carstensz. 'Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir, aku telah memelihara iman' (2 Timotius 4:7)."
Dalam unggahan yang sama, mereka mengungkapkan rasa terima kasih kepada sahabat dan keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan. “Kebaikan dan dukungan kalian menjadi sumber kekuatan di masa sulit ini. Mengetahui bahwa ia dicintai begitu banyak orang dan kenangannya tetap hidup di banyak hati memberi kami ketenangan,” tulis mereka.
Akun @explorewithelsa akan tetap dikelola keluarga sebagai wadah berbagi kenangan dan inspirasi dari sosok Elsa. Mereka juga menyampaikan duka atas kepergian Lilie Wijayati, sahabat dekat Elsa yang turut menjadi korban dalam pendakian ini. “Tante Lilie bukan hanya sahabat, tetapi seperti ibu bagi kami. Ia mengisi hidup kami dengan cinta, kebaikan, dan kenangan indah. Kepergiannya meninggalkan kekosongan yang dalam, tapi semangat dan warisannya akan selalu hidup di hati kami,” tulis mereka.
Pendakian Terakhir Sang Ratu Pendaki
Elsa Laksono dan Lilie Wijayati meninggal dalam pendakian ke Puncak Carstensz, Papua, pada Sabtu, 1 Maret 2025. Keduanya dilaporkan mengalami hipotermia setelah terjebak badai salju. Perjalanan ini merupakan bagian dari ambisi mereka menaklukkan tujuh puncak tertinggi di Indonesia.
Elsa dan Lilie bukan pendaki biasa. Mereka dikenal sebagai veteran yang telah menapaki banyak puncak tertinggi di negeri ini dan bahkan menjuluki diri sebagai ‘Ratu Pendaki’. “Kami bukan ‘dancing queen’, tapi kami adalah ‘hiking queen’. Gunung adalah kerjaaan kami,” tulis Lilie dalam unggahan Instagram pribadinya, @mamakpendaki yang berkolaborasi dengan Elsa di @explorewithelsa, 8 November 2024.
Evakuasi di Tengah Cuaca Buruk
Jenazah keduanya berhasil diturunkan hingga Lembah Kuning pada Sabtu sore, 1 Maret 2025. Namun, evakuasi sempat dihentikan sementara karena cuaca buruk. "Kedua jenazah berhasil dievakuasi ke RSUD Mimika menggunakan helikopter," kata Kapolres Mimika Ajun Komisaris Besar Billy Andha Hildiario Budiman, saat dihubungi Antara, Senin, 3 Maret 2025.
Jenazah Elsa lebih dulu dievakuasi pada Ahad, sementara Lilie baru bisa diturunkan pada Senin pukul 06.53 WIT. “Evakuasi berjalan lancar meski terkendala cuaca buruk," ujarnya menambahkan. Setelah proses identifikasi, jenazah Elsa dan Lilie diterbangkan ke Jakarta menggunakan maskapai Lion Air pada Senin pukul 10.45 WIT. Sementara itu, tiga pendaki lain yang selamat dari rombongan mereka telah kembali ke Jakarta di hari yang sama.
Pihak kepolisian mengkonfirmasi bahwa penyanyi dan penulis Fiersa Besari juga berada di Puncak Carstensz dalam waktu yang berdekatan. Namun, tim pendakiannya berbeda dengan rombongan Elsa dan Lilie. Musibah di puncak tertinggi Indonesia ini meninggalkan duka mendalam, bukan hanya bagi keluarga dan sahabat korban, tapi juga bagi komunitas pendaki yang selama ini mengagumi semangat dua perempuan pendaki tersebut.
INSTAGRAM | YUDONO YANUAR