Peran Paus dalam Sejumlah Peristiwa Besar di Era Modern

6 hours ago 7

PARA kardinal Gereja Katolik dari seluruh dunia akan berkumpul di Kapel Sistina, Vatikan, untuk memulai konklaf atau proses pemilihan paus berikutnya pada Rabu, 7 Mei 2025. Mereka akan memilih paus baru setelah Paus Fransiskus wafat pada Senin, 21 April 2025.

Seperti dilansir Vatican News pada Rabu, 30 April 2025, Dewan Kardinal mengumumkan 133 kardinal yang berpartisipasi dalam konklaf kali ini mempunyai hak memilih paus baru. Jumlah ini melampaui konklaf sebelumnya pada 2005 dan 2013 yang diikuti oleh 115 kardinal.

Salah satu kardinal yang mengikuti konklaf kali ini adalah Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo. Dia tidak mengikuti konklaf sebelumnya karena baru ditahbiskan menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada 5 Oktober 2019.

Dalam sejarah Gereja Katolik, di era modern, konklaf kepausan telah menghasilkan sejumlah paus yang berperan dalam berbagai perubahan, termasuk dalam peristiwa politik, di berbagai belahan dunia. 

1. Paus Pius XII

Pius XII menjadi paus hanya beberapa bulan sebelum meletusnya Perang Dunia II. Lahir di Roma pada 2 Maret 1876 dengan nama Eugenio Maria Giuseppe Giovanni Pacelli, Pius XII ditahbiskan sebagai paus pada 2 Maret 1939. Dia adalah paus ke-260 dalam sejarah.

Seperti dilansir Pope History, sebelum masa kepausannya, sebagai Kardinal Pacelli, dia terlibat dalam berbagai upaya diplomatik dengan Jerman, termasuk menandatangani Reichskonkordat atau perjanjian antara Takhta Suci dan Nazi Jerman pada 20 Juli 1933. Perjanjian ini menjamin hak-hak Gereja Katolik di Jerman dan mengakui kekuasaan Jerman.

Paus Pius XII berupaya menjaga netralitas Vatikan selama Perang Dunia II. Dia memainkan peran yang kompleks dan signifikan dalam berbagai peristiwa politik besar selama masa kepausannya dari 1939 hingga 1958, periode yang meliputi Perang Dunia II, Holocaust, dan awal Perang Dingin.

Dia dengan tegas menentang rezim totaliter termasuk naziisme, fasisme, dan komunisme, dan ia berkomitmen membela hak asasi manusia (HAM). Paus Pius XII secara terbuka mengutuk kekejaman Nazi dan penganiayaan agama. Dia juga berupaya memediasi perdamaian sebelum perang dan bertindak sebagai penghubung antara perlawanan Jerman dan Sekutu selama konflik, meskipun upayanya mencegah atau mengakhiri perang tidak berhasil.

2. Paus Yohanes Paulus II

Terlahir dengan nama Karol Jozef Wojtyla di Wadowice, Polandia, 18 Mei 1920, Paus Yohanes Paulus II adalah paus ke-264 dalam sejarah. Dia memimpin Gereja Katolik Roma sejak ditahbiskan pada 16 Oktober 1978 hingga kematiannya pada 2 April 2005.

Dia secara luas dianggap sebagai tokoh penting dalam keruntuhan komunisme di Eropa Timur, khususnya di tanah kelahirannya. Kunjungannya ke Polandia pada 1979 dan 1983 menjadi inspirasi bagi gerakan Solidaritas, menumbuhkan kebanggaan agama dan nasional, serta mendorong perlawanan terhadap kekuasaan komunis. Dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1979, dia membela HAM dan mengkritik komunisme.

Dukungan moral dan advokasinya untuk HAM berperan penting dalam gerakan lebih luas, yang menyebabkan jatuhnya Tirai Besi. Dia juga mempengaruhi politik di Amerika Latin dan Asia Timur. Kritiknya terhadap komunisme dan kapitalisme membentuk perdebatan tentang demokrasi dan keadilan sosial di seluruh dunia.

Paus Yohanes Paulus II tidak menggunakan kekuatan politik tradisional, sebaliknya dia mengandalkan otoritas moral dan seruan langsung kepada masyarakat dan pemimpin untuk mendorong perubahan politik tanpa kekerasan.

Dukungannya terhadap Solidaritas dan kritiknya yang blak-blakan terhadap penindasan komunis berperan penting dalam melemahkan pengaruh Uni Soviet di Eropa Timur. Di kemudian hari, pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev mengatakan perubahan di Eropa Timur tidak akan mungkin terjadi tanpa kehadiran Paus Yohanes Paulus II.

Dia juga bertindak sebagai mediator dalam perselisihan internasional. Selama krisis Terusan Beagle pada 1978 antara Argentina dan Chile, misalnya, intervensi Paus Yohanes Paulus II membantu meredakan ketegangan militer dan menghasilkan resolusi damai. Utusannya, Kardinal Samore, memainkan peran penting dalam negosiasi, yang berujung pada kesepakatan akhir yang ditandatangani di Roma pada 1984.

3. Paus Benediktus XVI

Benediktus XVI menjadi paus ke-265 menggantikan Paus Yohanes Paulus II. Pria bernama Joseph Ratzinger itu lahir di Marktl, Jerman, 16 April 1927. Dia terpilih menjadi paus pada 19 April 2005 dan memerintah hingga pengunduran dirinya pada 28 Februari 2013. Dia dikenal karena kebijakannya yang konservatif dan berfokus pada pemeliharaan tradisi Gereja Katolik.

Dikutip dari National Catholic Reporter edisi 9 Mei 2007, pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2004, sebagai Kardinal Ratzinger, dia memberi pengarahan kepada para uskup AS bahwa mereka tidak boleh memberikan komuni kepada politikus Katolik yang mendukung hak aborsi, terutama John Kerry.

Intervensi ini ditafsirkan sebagai upaya mempengaruhi para pemilih Katolik untuk mendukung George W. Bush, meskipun Vatikan menentang Perang Irak dan hukuman mati. Ratzinger berpendapat isu-isu seperti aborsi dan eutanasia memiliki bobot moral yang lebih besar daripada perang atau hukuman mati.

Paus Benediktus XVI secara konsisten mempromosikan ajaran Katolik tradisional tentang aborsi, eutanasia, dan pernikahan sesama jenis. Dia menyerukan kepada politikus Katolik dan pemimpin sipil menolak gejala sosial yang fana dan menegakkan kebenaran moral yang tidak dapat dinegosiasikan. 

4. Paus Fransiskus

Paus Fransiskus, yang lahir di Buenos Aires, Argentina, 17 Desember 1936, dengan nama Jorge Mario Bergoglio, adalah paus ke-266 dalam sejarah. Dia menggantikan Paus Benediktus XVI yang mundur dan merupakan paus pertama dari ordo Yesuit yang berasal dari benua Amerika.

Bergoglio terpilih sebagai Paus melalui Konklaf Kepausan pada 13 Maret 2013, setelah konklaf berlangsung selama dua hari. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Uskup Agung Buenos Aires sejak 1998 dan diangkat sebagai kardinal pada 2001 oleh Paus Yohanes Paulus II.

Paus Fransiskus dikenal karena sikapnya yang rendah hati, empati, dan kepedulian terhadap orang miskin serta komitmennya pada dialog antaragama. Dia juga memuji pendekatan kepausan yang tidak formal dengan memilih tinggal di wisma Domus Sanctae Marthae daripada apartemen kepausan di Istana Apostolik.

Dia merupakan pendukung kesetaraan gender dan menekankan pentingnya gereja lebih terbuka pada semua komunitas sambil melawan diskriminasi. Sebagai mantan akademisi, Paus Fransiskus mengkritik kapitalisme tanpa kendali, konsumerisme, dan pembangunan berlebihan, sambil mendorong fokus pada pelestarian lingkungan dan pencegahan perubahan iklim. Dia juga menentang hukuman mati dan meminta penghapusan hukuman tersebut secara global.

Dalam diplomasi internasional, Paus Fransiskus berperan dalam mediasi konflik seperti antara Amerika Serikat dan Kuba pada 2014 serta masalah pengungsi migran di Eropa dan Amerika Tengah. Pada 2022, dia juga meminta maaf atas peran gereja dalam penganiayaan dan pelecehan oleh para guru dan pengelola sekolah asrama Katolik pada masa lalu terhadap suku asli di Kanada.

Dia juga menyerukan gencatan senjata dan aksi kemanusiaan dalam konflik yang sedang berlangsung, seperti di Ukraina dan Gaza, serta telah menganjurkan negosiasi dan perdamaian, meskipun bukan tanpa kontroversi.

Paus Fransiskus telah melakukan perjalanan ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia pada 3-6 September 2024, untuk bertemu dengan pemimpin dunia dan masyarakat sipil, serta menyampaikan pesan-pesan perdamaian dan persatuan.

Raden Putri Alpadillah Ginanjar dan Francisca Christy Rosana berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Jalan Panjang dan Berat Mewujudkan Pemakzulan Gibran

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |