Potensi DPR Sahkan RUU TNI Pekan Ini di Tengah Penolakan Masyarakat Sipil

22 hours ago 15

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah ditengarai sedang mengebut pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ada peluang RUU TNI itu dapat dibawa dan disahkan dalam rapat paripurna pekan ini.

DPR memang telah dijadwalkan menggelar rapat paripurna penutupan masa sidang kedua tahun 2024-2025. Rapat paripurna itu direncanakan digelar pada Kamis, 20 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Apabila sudah selesai mungkin bisa dibawa," katanya di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025.

Namun, Dasco juga tak menutup kemungkinan bila RUU TNI itu tidak akan dibawa dalam rapat paripurna pekan ini. Sebab masih ada pembahasan oleh tim perumus dan tim sinkronisasi dalam rapat panja, sebelum dibahas kembali bersama pemerintah di rapat kerja.

"Apabila tim perumus, tim sinkronisasinya belum selesai (membahas), ya, mungkin belum bisa dibawa (di rapat paripurna)," ucapnya.

Panja Komisi I DPR dan pemerintah menggelar rapat lanjutan bersama tim perumus dan tim sinkronisasi untuk pembahasan RUU TNI pada Senin, 17 Maret 2025. Rapat yang digelar tertutup itu digelar sejak siang hingga malam hari.

Dalam rapat itu menghasilkan sejumlah keputusan baru. Misalnya, penghapusan ketentuan jabatan sipil dapat menduduki posisi di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lembaga negara itu sempat masuk dalam daftar usulan enam instansi yang boleh dijabat tentara aktif.

Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan, ada potensi tumpang tindih kewenangan bila prajurit aktif dapat menjabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Selain itu, dia berujar bahwa kementerian yang berfokus di urusan kelautan dan perikanan itu tidak memerlukan tenaga TNI. "Sehingga, kalau nanti ada Peraturan Presiden yang mengatakan prajurit aktif dapat di tempatkan di KKP, itu gugur mengikuti ketentuan undang-undang ini," kata Hasanuddin di komplek Parlemen Senayan, Senin, 17 Maret 2025.

Usai merampungkan rapat tim perumus dan tim sinkronisasi, pembahasan soal RUU TNI akan dilanjutkan DPR dan pemerintah pada Selasa, 18 Maret 2025. Berdasarkan jadwal agenda yang diterima Tempo, legislatif dan eksekutif akan duduk bersama dalam rapat kerja pembahasan RUU TNI.

Sufmi Dasco membantah bila pembahasan RUU TNI ini dilakukan dengan mengebut. Menurut dia, pembahasan RUU TNI ini sudah dilakukan oleh komisi bidang pertahanan dalam beberapa bulan terakhir. "Tidak ada kebut mengebut dalam (pembahasan) RUU TNI," ujarnya.

Upaya pengesahan RUU TNI oleh DPR itu dilakukan di tengah gelombang penolakan dari kelompok masyarakat sipil. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menolak dan mendesak agar DPR menghentikan pembahasan RUU TNI tersebut.

Koalisi Masyarakat Sipil kekhawatiran terhadap substansi revisi UU TNI yang berpotensi melemahkan profesionalisme militer. Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, ada potensi pengembalian dwifungsi TNI akibat perluasan tentara aktif menjabat di jabatan sipil.

Koalisi Masyarakat Sipil juga membuat petisi menolak kembalinya dwifungsi melalui pembahasan revisi UU TNI. Petisi ini dibuat melalui situs Change.org pada 16 Maret 2025. 

Hingga Selasa, 18 Maret 2025 pukul 00.30 dini hari, petisi tersebut telah ditanda tangani oleh 11.709 orang.

Penolakan terhadap RUU TNI juga datang dari koalisi dosen. Para dosen mewakili organisasi Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, dan Serikat Pekerja Kampus (SPK).

Koordinator KIKA, Satria Unggul Wicaksana Prakasa, menilai revisi UU TNI yang sedang bergulir di DPR bersifat inkonstitusional, melanggar hak asasi manusia, hingga kebebasan akademik. “Ketika impunitas yang dimiliki oleh TNI ini kemudian semakin menguat, ini juga dampaknya sangat luar biasa terhadap kehidupan kampus,” kata Satria dalam pernyataan bersama para dosen yang tayang di kanal YouTube KIKA pada Ahad, 16 Maret 2025.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya itu khawatir TNI nantinya memiliki kekuatan untuk memberangus kebebasan akademik. Salah satu kecemasan yang ia sebutkan adalah TNI dapat melakukan sweeping atau operasi penertiban atas buku-buku yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

“Atau juga dapat membubarkan diskusi di kampus jika dianggap bertentangan dengan prinsip keamanan nasional,” katanya.

Selain kebebasan akademik, keempat organisasi tersebut juga berpandangan revisi UU TNI melemahkan profesionalisme militer serta berisiko mengembalikan dwifungsi militer seperti di masa Orde Baru.

Andi Adam dan Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |