Review Film Yohanna, Potret Kelam Eksploitasi Anak di Sumba Timur

3 weeks ago 12

TEMPO.CO, Jakarta - Film Yohanna garapan sutradara Razka Robby Ertanto tayang perdana di Tanah Air dalam gelaran Jakarta Film Week, Kamis, 24 Oktober 2024. Yohanna melanjutkan perjalanan sejak penayangan pertamanya di Festival Film Internasional Rotterdam, yang berlangsung pada 25 Januari hingga 4 Februari 2024.

Sosok Yohanna, diperankan Laura Basuki, merupakan seorang biarawati muda di Sumba Timur, NTT—salah satu wilayah dengan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Ia dihadapkan pada kejamnya praktik eksploitasi anak. Film ini juga menyoroti kemelut sosial yang mencengkram masyarakat setempat.

Kekayaan Budaya dan Kegetiran Realitas

Film Yohanna yang dibintangi Laura Basuki. Foto: Instagram/@laurabas

Sumba Timur tak hanya menjadi latar cerita, tapi juga karakter yang hidup dalam Yohanna. Budaya dan tradisi kental terasa, seperti tarian penyambutan dengan kuda dan rumah-rumah adat yang berdiri kokoh di antara gersangnya alam. Setiap helai kain tenun yang ditampilkan juga mengisahkan tangan-tangan yang mewariskan kekayaan budaya.

Namun, adegan anak-anak menjual minuman keras di pasar tradisional menjadi salah satu momen paling pilu, saat kemurnian masa kecil mereka tergadaikan demi bertahan hidup. Realitas ini hadir tanpa glorifikasi, hanya kesunyian dan krisis sosial yang merobek nurani.

Kehidupan masyarakat Sumba Timur digambarkan begitu nyata lewat jalan-jalan berdebu, pasar yang kumuh, dan nafas kemiskinan yang merasuki setiap sudut. Pulau ini, dengan segala keindahannya, juga menjadi panggung tragis bagi anak-anak yang kehilangan masa kecil mereka.

Color grading dominan kuning yang digunakan sepanjang film bukan sekadar estetika visual; itu menjadi simbol terik yang membakar sekaligus menggambarkan kerasnya hidup masyarakat di sana. Dari pasar tradisional, hiruk-pikuk, hingga bukit-bukit savana yang sepi, setiap frame membawa penonton semakin larut dalam kegetiran hidup di Sumba Timur.

Penampilan Mumpuni Laura Basuki

Iklan

Film Yohanna yang dibintangi Laura Basuki. Foto: Instagram/@laurabas

Film ini juga menyentuh sisi terdalam krisis keimanan yang dihadapi Yohanna. Sebagai biarawati muda, ia kerap bergumul dengan masalah duniawi yang melingkupi kehidupannya, termasuk menyaksikan pernikahan dini, pencurian, hingga judi. 

Namun, Yohanna tak melulu bicara soal dosa. Karakternya bukan digambarkan sebagai pahlawan. Yohanna juga mengalami krisis moral, ia menghadapi dilema antara menjalankan tugas sebagai biarawati dan kenyataan pahit yang harus ia hadapi setiap hari.

Laura Basuki menampilkan akting yang melebur sempurna dengan Yohanna. la benar-benar menjadi Yohanna. Karakternya cukup unik dibandingkan peran-perannya di film lain. Anak-anak asli Sumba Timur yang turut berperan dalam film ini juga memberikan penampilan apik dan sukses memperkuat realitas yang dinarasikan dalam film.

Di akhir cerita, filmYohanna tak memberikan jawaban pasti. Tidak ada penggambaran pasti mengenai nasib Yohanna dan anak-anak yang ia bantu. Sutradara memilih untuk meninggalkan pertanyaan menggantung tentang nasib para tokohnya lewat open-ending. Namun ini yang membuat Yohanna semakin hidup dan membawa penontonnya ke perspektif serta renungan yang lebih personal.

Pilihan Editor: Laura Basuki Soroti Realitas di Sumba Timur dalam Film Yohanna: Indonesia Bukan Cuma Jakarta

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |