TPA Cipayung Diminta Menteri Stop Open Dumping, Depok: Butuh Rp 1,3 Triliun

5 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Depok telah mendapat surat peringatan dari Kementerian Lingkungan Hidup karena penggunaan tempat pembuangan akhir dengan konsep open dumping atau penimbunan secara terbuka, pada 8 November 2024. Peringatan untuk segera menghentikan itu diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup di pemerintahan baru saat ini, Hanif Faisol, tidak hanya kepada Pemkot Depok, tapi juga 305 daerah lain.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok,  Abdul Rahman, mengatakan surat peringatan dari Kementerian LH bakal menjadi momentum untuk melakukan revitalisasi TPA Cipayung yang masih menggunakan konsep open dumping. ”Kami juga masih terus dalam pemantauan Penegakan Hukum Kementerian LH. Arahannya coba kami jalankan,” kata Rahman kepada Tempo, Jumat 22 November 2024 .

Menurut Rahman, Pemkot Depok sudah menyusun rencana induk sistem pengolahan sampah untuk 2025. Ia menyebut revitalisasi TPA Cipayung menjadi salah program prioritas. ”Dari hasil kajian kami, revitalisasi itu dari penataan dan infrastruktur, semua dampak yang timbul itu kami butuh anggaran kurang lebih Rp 1,3 triliun,” ucapnya.

Rahman pun mengungkap telah mengajukan anggaran tersebut ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Depok dan, ditambahkannya, anggaran sebesar itu tidak bakal langsung dikucurkan dalam setahun. Dari proyeksi APBD 2025 yang dipatok sebesar Rp 4,625 triliun, Rahman mengatakan, "Kami mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 25 miliar untuk mulai melakukan kajian yang merupakan bagian dari revitalisasi TPA itu."

Rahman menjelaskan, luas TPA Cipayung sekitar 13,4 hektare dan luas area yang digunakan untuk open dumping mencapai 8,9 hektare. “Jumlah tertampung pada  2020-2021 kurang lebih 1,65 juta ton,” kata dia. 

Saat ini, berdasarkan parameter jumlah penduduk, rata-rata produksi sampah Kota Depok mencapai 1.265 ton per hari. Ia menyebutkan untuk pengolahan terdapat dua bentuk yakni penanganan dan pengurangan. Untuk pengurangan, kata dia, terjadi di skala rumah tangga, skala lingkungan, dan skala kawasan.

“Sampah yang timbul itu termasuk ada sampah logam, seperti kaleng, itu tidak akan jatuh ke TPA karena punya nilai tinggi," katanya sambil menambahkan, "Ada lapak, ada pengepul, ada pemulung, ini sudah dipungut, jadi mengalami pengurangan di sumber sampah sebesar 360 ton."

Selain itu, kata Rahman, Pemkot Depok punya unit pengolahan sampah (UPS) untuk sampah organik yang mampu mengolah sampah 40-80 ton per hari. “Jadi yang jatuh ke TPA itu antara 800-1000 ton per hari,” ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Novrizal Tahar, mengatakan sistem pengolahan sampah kabupaten dan kota di Indonesia sebagian besar masih menggunakan sistem landfill. Sistemnya, sampah ditimbun dengan lapisan dari tanah liat dan plastik tipis, lalu ditimbun lagi dengan beberapa meter tanah agar tanaman bisa tumbuh di atasnya.

"Kurang lebih ada 560 sanitary landfill site di Indonesia saat ini, paling besar di Bantargebang," kata Novrizal kepada Tempo pada Kamis, 21 November 2024.

Novrizal menuturkan, pilihan teknologi sistem landfill harus disertai pengoperasian dengan baik dan benar, termasuk dengan menangkap gas metan yang dihasilkan. Menurutnya, itu terhubung dengan visi Indonesia. "Dalam isu perubahan iklim, kita punya fokus dalam NDC (Nationally Determined Contribution) itu ada waste di dalamnya dan subsektor sampah," ucapnya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |