TEMPO.CO, Jakarta - Jepang sedang bergulat dengan salah satu wabah influenza terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Jumlah infeksi flu di Jepang mencapai rekor tertinggi dibandingkan kasus terakhir pada 1999.
Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, sekitar 317.812 kasus dilaporkan di 5.000 institusi medis yang ditunjuk pada minggu terakhir Desember 2024. Dilansir dari Travel Weekly Asia, jumlah kasus flu ini setara dengan rata-rata 64,39 pasien per fasilitas, lebih dari dua kali lipat ambang batas peringatan sebesar 30.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lonjakan kasus ini disebabkan oleh meningkatnya pergerakan selama musim liburan dan berkurangnya paparan flu yang meluas akibat pembatasan Covid-19 pada tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini diperburuk oleh fasilitas perawatan kesehatan yang kekurangan obat antivirus utama, termasuk Tamiflu. Perusahaan farmasi besar sedang berjuang untuk memenuhi permintaan yang melonjak. Beberapa pemasok telah mengumumkan penghentian sementara distribusi yang diperkirakan akan kembali lancar pada akhir Januari hingga Februari.
Krisis ini juga telah meluas ke sektor pertanian. Kasus flu burung di Jepang meningkat, dengan lebih dari lima juta burung dimusnahkan pada bulan Januari. Pihak berwenang berupaya menahan wabah yang mempengaruhi daerah-daerah penghasil unggas utama.
Kasus flu di Jepang diperparah dengan meninggalnya aktris Taiwan Barbie Hsu saat berlibur di sana. Aktris berusia 48 tahun ini, yang terkenal karena perannya dalam Meteor Garden, dilaporkan terjangkit pneumonia akibat influenza dan meninggal karena komplikasi pada 2 Februari 2025. Kematiannya telah memicu kekhawatiran atas ketidakpastian komplikasi terkait flu, terutama bagi orang-orang dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya.
Kematian Barbie Hsu menghebohkan dunia maya. Topik ini viral dibicarakan oleh netizen di Cina. Netizen berbagi pengalaman mereka dengan infeksi flu di Jepang. Diskusi juga muncul tentang perawatan Jepang terhadap pasien flu.
Sebuah unggahan dengan tagar "influenza Jepang" telah dilihat sebanyak 21,11 juta kali di RedNote hingga Rabu, 5 Februari 2025. Selain itu, unggahan lain dengan tagar "Rumah sakit Jepang menyatakan bahwa mereka kehabisan stok obat-obatan dan mendesak pasien untuk pulang" telah masuk dalam daftar penelitian populer di platform Sina Weibo milik Cina pada Selasa sore, dengan lebih dari 13,77 juta tampilan.
Unggahan lain yang terkait dengan penanganan pasien flu di Jepang juga menjadi perbincangan luas di media sosial Tiongkok. Banyak netizen berbagi pengalaman mereka tentang bagaimana mereka tertular influenza di Jepang.
Shuting, seorang pelancong Cina yang mengunjungi Jepang pada awal Januari, mengatakan kepada Global Times bahwa ia telah mendengar tentang wabah flu di Jepang sebelum keberangkatannya. "Kebanyakan orang Jepang mengambil tindakan perlindungan, seperti mengenakan masker. Tempat-tempat wisata, hotel, dan restoran telah memasang pengumuman yang memberi tahu masyarakat tentang cara melindungi diri dari flu," katanya.
Selama perjalanannya, Shuting juga tertular flu. Untungnya, dengan bantuan manajer hotel, ia segera dirawat di rumah sakit terdekat. Ketika dia mengunjungi sebuah rumah sakit kecil, dia melihat bahwa sebagian besar pasien batuk-batuk.
Seorang warga Cina yang bernama Brian mengatakan kepada Global Times bahwa epidemi flu di Kyoto, tempat tinggalnya, dimulai sekitar bulan Desember lalu. Setelah pasien dipastikan terinfeksi flu, mereka dapat memperoleh pengobatan dari klinik-klinik kecil. Jika kondisi mereka memburuk, mereka dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.
Jepang mencatat rekor 64,39 pasien influenza per klinik, rata-rata, pada minggu terakhir bulan Desember, kata kementerian kesehatan negara itu, yang mengonfirmasi jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan sejak pencatatan kementerian dimulai pada tahun 1999, Japan Times melaporkan pada tanggal 10 Januari.
Dalam seminggu hingga 29 Desember, ada total 317.812 kasus flu yang dilaporkan, hampir tiga kali lipat dari jumlah periode yang sama pada tahun 2023. Jumlah rata-rata kasus per klinik melonjak dari 42,66 minggu sebelumnya, menurut Japan Times.
Sejak akhir Desember 2024, ketika jumlah kasus influenza di Jepang mencapai rekor tertinggi, beberapa institusi medis dan apotek mengalami kekurangan obat-obatan perawatan, menurtu laporan media Jepang, Nikkei.