TEMPO.CO, Jakarta - Membacakan cerita dongeng pendek untuk anak SD sebelum tidur menjadi salah satu cara untuk meningkatkan sisi kreatif anak sejak usia dini. Dongeng tidak hanya membawa anak ke dunia imajinasi, tetapi juga mengajarkan mereka nilai-nilai penting, seperti kejujuran, keberanian, persahabatan, dan kerja keras.
Dengan membaca dongeng, maka orang tua bisa mengajari anak nilai dalam kehidupan. Untuk itu, berikut adalah 15 dongeng pendek yang cocok untuk anak SD, setiap cerita membawa pesan moral yang mendalam untuk anak-anak.
Dongeng Pendek untuk Anak SD
1. Dongeng Si Kancil dan Buaya
Pada suatu hari, Si Kancil merasa lapar dan ingin menyeberang sungai untuk mencari makanan di hutan seberang. Namun, di sungai tersebut terdapat banyak buaya yang menunggu mangsa.
Si Kancil yang cerdik tidak kehilangan akal. Dia berpikir untuk menipu para buaya agar bisa menyeberang sungai dengan aman.
Si Kancil kemudian memanggil para buaya, “Hai Buaya, aku membawa kabar baik! Raja hutan mengutusku untuk menghitung jumlah kalian semua. Ia ingin tahu berapa banyak buaya di sungai ini agar bisa memberi makanan yang cukup.”
Buaya yang merasa senang mendengar kabar itu langsung setuju. "Baiklah, Kancil. Hitung kami, tapi bagaimana caranya?" tanya Buaya.
Si Kancil pun menjawab, “Kalian harus berbaris rapi dari sini hingga ke tepi seberang sungai, sehingga aku bisa melompat dari satu buaya ke buaya lainnya sambil menghitung kalian.”
Buaya-buaya itu setuju dan segera berbaris di atas sungai. Si Kancil dengan hati-hati melompat dari satu buaya ke buaya lainnya sambil berpura-pura menghitung. Saat tiba di tepi sungai seberang, Si Kancil langsung melompat ke daratan dan berkata, “Terima kasih, Buaya! Aku sekarang bisa menyeberang dengan selamat!”
Buaya-buaya yang merasa ditipu pun sangat marah, namun sudah terlambat. Si Kancil dengan cerdik berhasil menyeberang sungai tanpa dimakan buaya. Kancil pun melanjutkan perjalanannya untuk mencari makanan di hutan seberang.
2. Dongeng Sang Gajah yang Baik Hati
Di sebuah hutan lebat, hiduplah seekor gajah yang sangat besar dan kuat. Meskipun tubuhnya besar dan menakutkan, Sang Gajah terkenal sebagai hewan yang sangat baik hati.
Ia selalu menolong hewan-hewan lain yang membutuhkan bantuan, tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
Suatu hari, di musim kemarau yang panjang, air di hutan mulai mengering. Semua hewan merasa kesulitan mendapatkan air untuk diminum. Mereka mulai resah dan kebingungan.
Sang Gajah, dengan hati yang baik, berusaha mencari solusi. Ia ingat bahwa di ujung hutan terdapat sebuah danau yang masih memiliki air yang cukup. Namun, untuk mencapai danau itu, hewan-hewan kecil harus menempuh perjalanan yang sangat sulit.
Sang Gajah pun berinisiatif untuk membantu. “Kalian jangan khawatir,” kata Sang Gajah kepada hewan-hewan kecil seperti kelinci, burung, dan tupai. “Aku akan membawa kalian ke danau itu. Kalian bisa naik ke punggungku, dan aku akan mengantar kalian ke sana dengan aman.”
Dengan gembira, hewan-hewan kecil itu menerima tawaran Sang Gajah. Mereka naik ke punggungnya, dan Sang Gajah pun berjalan dengan tenang menuju danau. Perjalanan itu cukup panjang, namun berkat Sang Gajah, semua hewan bisa sampai dengan selamat.
Sesampainya di danau, hewan-hewan kecil merasa sangat bersyukur. “Terima kasih banyak, Gajah. Tanpa bantuanmu, kami mungkin tidak akan bisa sampai ke sini dan menemukan air untuk diminum.”
Sang Gajah hanya tersenyum dan berkata, “Tidak perlu berterima kasih. Kita semua hidup di hutan ini bersama. Saling membantu adalah tugas kita.”
Sejak hari itu, hewan-hewan di hutan semakin menghormati Sang Gajah karena kebaikan hatinya. Mereka semua belajar bahwa kekuatan bukan hanya tentang ukuran atau kemampuan fisik, tetapi juga tentang kebaikan hati dan keinginan untuk menolong sesama.
Pesan moral: Kebaikan hati dan kepedulian kepada sesama adalah hal yang sangat berharga. Dengan saling membantu, kita bisa mengatasi kesulitan bersama.
3. Dongeng Lutung Kasarung
Di sebuah kerajaan bernama Pasir Batang, hiduplah seorang raja bijaksana yang memiliki dua orang putri cantik. Putri sulung bernama Purbararang, sedangkan adiknya bernama Purbasari. Ketika Raja mulai merasa tua, ia berencana turun takhta dan menyerahkan kerajaan kepada Purbasari, yang lebih lembut dan bijaksana. Namun, Purbararang, sang kakak, merasa cemburu dan tidak setuju dengan keputusan ini.
Karena rasa iri, Purbararang memutuskan untuk menyingkirkan adiknya. Ia meminta bantuan seorang dukun sakti untuk memberikan kutukan pada Purbasari. Akibatnya, kulit Purbasari menjadi hitam dan dipenuhi luka. Raja yang tak tega melihat penderitaan putrinya akhirnya mengasingkannya ke sebuah hutan.
Di hutan, Purbasari bertemu dengan seekor lutung (kera) bernama Lutung Kasarung. Meski berwujud seekor kera, Lutung Kasarung ternyata adalah jelmaan seorang pangeran dari kahyangan yang dikutuk turun ke bumi. Ia merasa kasihan melihat nasib Purbasari dan memutuskan untuk tinggal bersamanya, melindungi dan menemani sang putri.
Setiap hari, Lutung Kasarung membantu Purbasari, mencarikan makanan, dan membuatkan tempat tinggal yang nyaman di hutan. Karena kesabaran dan ketulusannya, Purbasari tetap bersemangat dan tidak pernah mengeluh tentang penderitaannya.
Suatu hari, Purbararang yang merasa puas dengan keadaannya memutuskan untuk mengunjungi Purbasari di hutan. Dengan penuh rasa sombong, ia menantang adiknya untuk membandingkan siapa yang lebih layak menjadi ratu. Purbararang menantang Purbasari dalam tiga hal: kecantikan, panjang rambut, dan siapa yang memiliki tunangan paling tampan.
Pada dua tantangan pertama, Purbararang kalah. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang, dan meskipun ia telah dikutuk, Purbasari tetap terlihat cantik. Namun, pada tantangan ketiga, Purbararang merasa yakin menang karena ia memiliki seorang pangeran tampan sebagai tunangan.
Dengan perasaan cemas, Purbasari hanya bisa memandang Lutung Kasarung, sahabat setianya yang berwujud kera. Namun, tiba-tiba keajaiban terjadi. Lutung Kasarung berubah kembali menjadi seorang pangeran tampan. Semua orang terkejut, termasuk Purbararang.
Akhirnya, Purbasari dinyatakan menang dan kembali ke istana. Sang pangeran melamar Purbasari menjadi istrinya.
Sementara itu, Purbararang yang menyadari kesalahannya meminta maaf kepada Purbasari dan mereka pun berdamai. Purbasari menjadi ratu yang bijaksana, dan kerajaan Pasir Batang pun hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan.
4. Cerita tentang Bawang Merah dan Bawang Putih
Di sebuah desa, hiduplah seorang gadis baik hati bernama Bawang Putih bersama ibu tirinya yang kejam dan anak tirinya, Bawang Merah.
Sejak ayahnya meninggal, Bawang Putih sering diperlakukan buruk oleh ibu tiri dan Bawang Merah. Ia dijadikan pembantu di rumah, melakukan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang Merah bersikap manja dan tidak membantu sama sekali.
Suatu hari, ketika mencuci pakaian di sungai, Bawang Putih kehilangan kain ibunya yang hanyut terbawa arus. Ia mencoba mencarinya dan akhirnya bertemu dengan seorang nenek tua yang tinggal di sebuah rumah kecil.
Nenek itu berkata bahwa ia menemukan kain tersebut dan bersedia mengembalikannya jika Bawang Putih bersedia membantu pekerjaan rumahnya.
Dengan senang hati, Bawang Putih membantu nenek tua tersebut. Setelah menyelesaikan tugasnya, sang nenek memberi Bawang Putih dua pilihan hadiah: sebuah labu kecil atau besar.
Dengan rendah hati, Bawang Putih memilih labu kecil. Ketika pulang dan memecahkan labu tersebut, Bawang Putih sangat terkejut menemukan bahwa labu itu berisi emas dan perhiasan.
Ibu tiri dan Bawang Merah yang tamak, mengetahui hal ini, segera menyuruh Bawang Merah untuk mengikuti cara Bawang Putih. Namun, Bawang Merah bersikap kasar dan tidak sopan pada sang nenek tua.
Meski begitu, ia tetap diberi pilihan labu, dan memilih labu besar, berharap isinya lebih banyak dari milik Bawang Putih.
Sesampainya di rumah, mereka membuka labu besar itu, namun yang keluar adalah binatang berbisa yang menyerang mereka. Akhirnya, ibu tiri dan Bawang Merah menyadari kesalahan mereka dan merasa menyesal.
Cerita ini mengajarkan bahwa kesabaran dan kebaikan hati akan selalu mendapatkan balasan yang baik, sementara keserakahan dan ketamakan hanya akan membawa petaka.
5. Timun Mas
Dahulu kala, ada seorang perempuan tua bernama Mbok Sarni yang hidup sendirian dan sangat menginginkan anak. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang raksasa yang memberinya benih mentimun.
Raksasa itu berkata, "Tanam benih ini, dan kamu akan mendapat seorang anak. Namun, saat anak itu dewasa, aku akan datang dan mengambilnya."
Mbok Sarni menanam benih tersebut, dan tak lama kemudian tumbuhlah mentimun berwarna emas. Saat mentimun itu dibelah, di dalamnya terdapat seorang bayi perempuan yang kemudian dinamai Timun Mas. Mbok Sarni merawat Timun Mas dengan penuh kasih sayang hingga dewasa.
Namun, ketika Timun Mas beranjak dewasa, raksasa kembali untuk menagih janjinya. Mbok Sarni dan Timun Mas sangat takut, tetapi Mbok Sarni memberikan Timun Mas berbagai benda ajaib untuk melawan raksasa: biji mentimun, duri bambu, garam, dan terasi.
Ketika raksasa mengejar Timun Mas, ia melempar biji mentimun yang kemudian tumbuh menjadi tanaman mentimun besar dan melilit raksasa. Namun, raksasa berhasil melepaskan diri dan terus mengejar.
Timun Mas kemudian melempar duri bambu yang tumbuh menjadi hutan bambu yang tajam. Raksasa berhasil melewati hutan tersebut, tetapi Timun Mas masih punya garam yang ia lempar, dan berubah menjadi lautan.
Raksasa berjuang berenang, dan ketika hampir menangkapnya, Timun Mas melempar terasi yang menciptakan lumpur hisap. Raksasa pun tenggelam dalam lumpur tersebut dan akhirnya mati.
Timun Mas kembali ke rumah dan hidup bahagia bersama Mbok Sarni. Mereka pun hidup tenang tanpa gangguan dari raksasa lagi.
6. Kancil yang Sombong
Di suatu hutan, hiduplah seekor kancil yang terkenal cerdik dan cepat. Karena kepandaiannya, ia sering berhasil lolos dari bahaya dan menipu hewan-hewan lain. Namun, kecerdasannya membuat kancil menjadi sombong. Ia selalu membanggakan diri sebagai hewan yang paling pintar dan menganggap remeh hewan lain.
Suatu hari, kancil berjalan-jalan di tepi sungai. Ia melihat seekor kerbau yang sedang sibuk minum air. Kancil mendekatinya dan dengan nada mengejek berkata, "Hei, kerbau! Lihat tubuhmu yang besar dan lamban itu! Kamu pasti tidak akan pernah bisa berlari secepat aku!"
Kerbau, yang terkenal sabar dan baik hati, hanya tersenyum dan berkata, "Kancil, setiap makhluk punya kelebihannya masing-masing. Tubuhku besar karena aku harus bekerja keras, dan kekuatanku ada pada ketekunan, bukan kecepatan."
Kancil hanya tertawa dan pergi meninggalkan kerbau sambil terus membanggakan kecepatannya kepada hewan-hewan lain. Namun, pada suatu hari, ketika ia sedang berjalan-jalan di hutan, kancil tidak menyadari ada perangkap pemburu di dekatnya. Karena terlalu asyik berjalan sambil membanggakan dirinya, ia terjatuh ke dalam perangkap yang sangat dalam.
Kancil panik dan mencoba melompat keluar, namun gagal. Ia terus mencoba, tapi tidak berhasil. Setelah lama berusaha, kancil mulai kelelahan. Saat itulah ia mendengar suara kerbau yang sedang lewat. Dengan rendah hati, kancil berteriak meminta tolong.
Kerbau mendekati kancil dan berkata, "Kamu butuh bantuan, Kancil?"
Dengan malu, kancil mengangguk dan memohon maaf atas sikap sombongnya selama ini. Kerbau dengan sabar menurunkan tubuhnya dan membantu kancil keluar dari perangkap dengan tanduknya. Berkat bantuan kerbau, kancil akhirnya selamat.
7. Dongeng Malin Kundang
Dahulu kala, di sebuah desa kecil di tepi pantai di Sumatera Barat, hiduplah seorang anak bernama Malin Kundang bersama ibunya yang miskin.
Malin Kundang adalah anak yang rajin dan baik hati, tetapi ia juga bercita-cita ingin menjadi kaya agar bisa membahagiakan ibunya. Suatu hari, Malin memutuskan untuk merantau dengan harapan hidupnya akan berubah menjadi lebih baik.
Setelah berlayar jauh, Malin tiba di kota besar dan bekerja keras. Bertahun-tahun kemudian, ia berhasil menjadi pedagang yang kaya raya dan bahkan menikahi seorang gadis bangsawan. Kehidupannya menjadi jauh berbeda dibandingkan dulu.
Suatu hari, Malin Kundang berlayar kembali ke desanya bersama istrinya. Ketika kapal besarnya berlabuh, orang-orang di desa heboh dan berlarian untuk melihat siapa yang datang. Ibunya yang sudah tua juga mendengar kabar itu dan merasa sangat bahagia. Ia yakin bahwa pria kaya yang datang itu adalah anaknya, Malin.
Dengan hati penuh haru, ibunya segera pergi ke pelabuhan untuk bertemu Malin. Namun, ketika Malin Kundang melihat ibunya yang sudah tua dan berpakaian lusuh, ia merasa malu. Ia khawatir istrinya dan orang-orang lain akan mengetahui bahwa dirinya berasal dari keluarga miskin. Karena itu, Malin Kundang tidak mau mengakui ibunya. Ia bahkan menghardik ibunya dan mengusirnya, menyebutnya sebagai orang tua gila yang tidak dikenal.
Sang ibu merasa sangat terpukul dan marah. Dalam kesedihannya, ia berdoa kepada Tuhan agar Malin Kundang diberi pelajaran atas perilakunya yang durhaka. Tidak lama setelah ibunya berdoa, badai besar datang menghantam kapal Malin Kundang. Petir menyambar-nyambar, ombak mengamuk, dan kapal Malin hancur berantakan. Dalam sekejap, tubuh Malin berubah menjadi batu.
Hingga kini, batu yang menyerupai sosok manusia di Pantai Air Manis, Sumatera Barat, dipercaya sebagai Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu karena durhaka kepada ibunya.
8. Dongeng Batu Menangis
Di sebuah desa kecil di Kalimantan, hiduplah seorang janda tua yang hanya memiliki satu anak perempuan yang cantik. Sayangnya, anak perempuan itu memiliki sifat yang sombong, pemalas, dan sering tidak menghargai ibunya. Ia selalu ingin hidup mewah dan berpikir dirinya lebih baik daripada orang lain.
Suatu hari, sang anak meminta ibunya untuk membelikannya pakaian dan perhiasan yang mahal. Ibunya yang miskin merasa sedih, tetapi tetap berusaha memenuhi permintaan anaknya dengan menjual sedikit harta yang ia miliki.
Ketika pakaian dan perhiasan telah dibeli, anak perempuan itu mengajak ibunya untuk pergi ke pasar. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa orang yang menyapa mereka. Sang ibu menyapa kembali, namun anaknya merasa malu mengakui ibunya yang miskin dan berpakaian lusuh.
Setiap kali ada yang bertanya siapa wanita tua yang berjalan bersamanya, sang anak selalu menjawab, "Dia hanya pembantuku." Sang ibu sangat terluka mendengar jawaban itu, tetapi tetap diam karena cintanya pada anaknya.
Namun, seiring perjalanan, ibu itu tidak lagi bisa menahan rasa sakit hatinya. Dengan penuh kesedihan, ia berdoa dalam hati, "Ya Tuhan, hukumlah anakku yang durhaka ini."
Tak lama setelah doa itu dipanjatkan, tiba-tiba langit berubah menjadi gelap. Petir menyambar dan hujan deras turun. Anak perempuan itu mendadak tak bisa bergerak; kakinya berubah menjadi batu. Sang anak menjerit ketakutan, memohon ampun kepada ibunya, namun semuanya sudah terlambat. Perlahan-lahan, seluruh tubuhnya membatu hingga menjadi batu utuh.
Batu itu, yang kini dikenal sebagai "Batu Menangis," konon masih bisa ditemukan di lereng bukit di Kalimantan, dan dipercaya sebagai peringatan bagi siapa pun yang tidak menghormati orang tua mereka.
9. Dongeng Burung Gagak yang Haus
Pada suatu hari yang terik, seekor burung gagak terbang melintasi hutan, merasa sangat kehausan setelah terbang jauh. Ia mencari-cari air di mana-mana, namun tak satu pun sumber air yang ia temui. Gagak itu terus terbang, berharap menemukan tempat yang bisa memberi kesejukan.
Setelah beberapa lama terbang, akhirnya si gagak melihat sebuah kendi yang tergeletak di bawah pohon. Gagak itu langsung terbang menuju kendi tersebut, berharap ada air di dalamnya. Namun, begitu ia membuka tutup kendi dan melihat isinya, ternyata air di dalam kendi itu sudah sangat sedikit, jauh di bawah permukaan.
Gagak merasa sangat kecewa, tetapi ia tidak mau menyerah begitu saja. Ia berpikir keras mencari cara untuk meminum air itu. Tiba-tiba, ia mendapat ide cemerlang. Si gagak pun mulai mencari batu kecil di sekitar dirinya. Ia kemudian mengambil batu-batu tersebut satu per satu dan memasukkannya ke dalam kendi.
Setelah beberapa waktu, si gagak mulai melihat perubahan. Air di dalam kendi perlahan-lahan naik, karena batu-batu yang dimasukkan ke dalamnya membuat volume air meningkat. Akhirnya, air di dalam kendi cukup tinggi untuk dapat diminum si gagak. Dengan senang hati, gagak itu akhirnya bisa meminum air dan menghilangkan rasa hausnya.
10. Cerita Si Pitung
Si Pitung, yang memiliki nama asli Raden Alang, adalah seorang pemuda dari Betawi yang lahir dalam keluarga miskin. Meskipun ia tumbuh besar dalam kesederhanaan, Si Pitung memiliki hati yang sangat baik dan selalu berusaha menolong orang-orang yang tertindas. Sejak kecil, ia dikenal sangat kuat, cerdas, dan memiliki kemampuan bertarung yang luar biasa.
Pada masa itu, Jakarta dikuasai oleh penjajah Belanda dan tuan tanah yang kaya raya. Mereka memeras rakyat kecil, mengumpulkan pajak yang sangat tinggi, dan sering memperlakukan mereka dengan kejam. Melihat kesulitan rakyat jelata, Si Pitung merasa terpanggil untuk bertindak. Ia mulai merampok harta para pejabat Belanda dan orang-orang kaya yang tidak adil kepada rakyat miskin.
Namun, meskipun Si Pitung melakukan tindakan perampokan, ia tidak bertindak sembarangan. Ia hanya mencuri dari orang-orang yang dianggapnya jahat, dan harta yang dirampok akan dibagikan kepada orang-orang miskin yang membutuhkan. Tindakannya ini membuatnya sangat dihormati oleh rakyat kecil, yang menganggapnya sebagai pahlawan dan simbol perlawanan terhadap penjajahan dan ketidakadilan.
Suatu ketika, Si Pitung mulai dikenal oleh pasukan Belanda karena aksinya yang semakin berani. Mereka mengutus banyak pasukan untuk menangkapnya, namun Si Pitung selalu berhasil melarikan diri berkat kecerdikan dan keterampilannya dalam bertarung. Bahkan, ia selalu berhasil menghindari jebakan yang dipasang untuk menangkapnya.
Namun, meskipun Si Pitung sangat cerdik dan terampil, pada akhirnya ia tertangkap juga. Ia ditangkap oleh polisi Belanda setelah dikhianati oleh orang yang ia percayai. Setelah tertangkap, Si Pitung dijatuhi hukuman mati. Namun, walaupun ia sudah ditangkap dan dihukum, semangatnya untuk melawan ketidakadilan tetap hidup di hati rakyat Betawi.
11. Cerita Naga dan Petani
Pada zaman dahulu, di sebuah desa yang terletak di pinggir sebuah gunung, hiduplah seorang petani sederhana bernama Joko. Setiap hari, Joko bekerja keras di ladangnya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Namun, meskipun ia bekerja tanpa lelah, hasil panennya selalu sedikit, dan ia hidup dalam keadaan miskin.
Suatu hari, saat Joko sedang menggembalakan ternaknya di sebuah lembah, ia mendengar suara gemuruh yang sangat besar. Suara itu datang dari dalam gua yang ada di kaki gunung. Penasaran, Joko memutuskan untuk menyelidiki asal suara tersebut. Begitu ia mendekat, ia terkejut melihat seekor naga besar yang terperangkap di dalam gua. Naga itu terkurung oleh bebatuan besar yang jatuh dari atas gunung.
Naga itu terlihat sangat lemah dan kesakitan. Tanpa berpikir panjang, Joko segera mencari cara untuk membantu naga tersebut. Dengan bantuan sekop dan alat sederhana lainnya, ia mulai menggali bebatuan yang menutupi naga itu. Setelah bekerja keras selama berjam-jam, akhirnya Joko berhasil membebaskan naga dari penjara bebatuan.
Naga itu sangat berterima kasih kepada Joko karena telah membebaskannya. "Sebagai tanda terima kasih, aku akan memberimu sebuah hadiah," kata naga itu. "Mintalah apa saja yang kau inginkan, dan aku akan mengabulkannya."
Joko, yang merasa terkejut dan tak percaya dengan apa yang terjadi, berpikir sejenak. Ia memutuskan untuk meminta sesuatu yang sederhana. "Aku hanya ingin kehidupan yang lebih baik, dengan hasil panen yang melimpah dan cukup untuk menghidupi keluargaku," jawab Joko.
Naga itu tersenyum dan mengangguk. "Mulai sekarang, setiap kali kau menanam sesuatu di ladangmu, tanaman itu akan tumbuh subur dan melimpah," kata naga itu. "Aku akan memastikan bahwa hidupmu akan lebih baik."
Setelah memberi Joko hadiah, naga itu terbang menuju langit dan menghilang. Keesokan harinya, Joko kembali ke ladangnya dan mulai bekerja seperti biasa.
Namun, kali ini, setiap tanaman yang ia tanam tumbuh dengan cepat dan subur, bahkan lebih subur daripada yang pernah ia bayangkan. Hasil panennya berlimpah, dan ia pun hidup makmur.
Berita tentang keberuntungan Joko pun cepat menyebar di desa. Namun, Joko tidak pernah lupa pada kebaikan naga yang telah membantunya. Ia selalu bersyukur dan berbagi rezeki dengan orang lain yang membutuhkan, tanpa mengabaikan kebaikan yang telah ia terima.
12. Putri Tidur
Pada zaman dahulu, di sebuah kerajaan yang indah, hiduplah seorang raja dan ratu yang sangat menginginkan seorang anak. Setelah bertahun-tahun menunggu, akhirnya ratu melahirkan seorang putri yang cantik jelita. Raja dan ratu sangat bahagia dan mengadakan pesta besar untuk merayakan kelahiran putri mereka, yang diberi nama Aurora.
Semua orang di kerajaan diundang, termasuk para peri yang baik hati. Namun, di antara para undangan, ada satu peri jahat yang tidak diundang. Peri jahat itu merasa tersinggung karena tidak diundang, dan dia memutuskan untuk memberi kutukan pada sang putri. Dalam pesta itu, peri jahat berkata, "Pada usia 16 tahun, putri ini akan tertusuk jarum spindle (pemintal benang) dan jatuh tertidur selamanya."
Seketika itu juga, suasana pesta menjadi sunyi, dan semua orang terkejut mendengar kutukan tersebut. Untunglah, sebelum peri jahat pergi, ada peri baik hati yang belum memberikan hadiahnya. Peri baik itu mencoba meredakan kutukan tersebut dengan mengatakan, "Walaupun kutukan itu benar, putri ini tidak akan mati. Sebaliknya, dia akan tertidur selama seratus tahun, dan hanya bisa terbangun oleh ciuman cinta sejati."
Raja dan ratu sangat cemas, dan mereka berusaha sekuat tenaga untuk melindungi putri mereka. Mereka memerintahkan agar semua spindle yang ada di kerajaan dihancurkan, agar putri tidak bisa terkena kutukan tersebut.
Namun, pada usia 16 tahun, ketika putri Aurora sedang berjalan-jalan di istana, dia tanpa sengaja menemukan sebuah ruangan yang tersembunyi, di mana seorang wanita tua sedang memintal benang menggunakan spindle. Karena penasaran, Aurora mencoba memintal benang tersebut, dan seperti yang telah dikutuk, jarum spindle mengenai jarinya, dan dia jatuh tertidur dalam waktu yang sangat lama.
Kerajaan menjadi sangat sedih, dan raja dan ratu serta seluruh penduduk kerajaan merasa kehilangan. Namun, peri baik hati yang sudah memberi amaran sebelumnya mengatakan bahwa putri Aurora akan terbangun setelah seratus tahun oleh ciuman cinta sejati. Seiring berjalannya waktu, istana dan kerajaan ditumbuhi oleh pohon berduri yang sangat tebal, sehingga tidak ada orang yang bisa mendekat.
Seratus tahun kemudian, seorang pangeran yang gagah berani mendengar cerita tentang putri yang tertidur dan memutuskan untuk mencarinya. Pangeran itu menempuh perjalanan panjang dan berani melintasi hutan berduri untuk mencapai istana. Ketika akhirnya ia sampai di kamar tempat Aurora tidur, ia mendekati sang putri dan memberinya ciuman lembut di bibirnya.
Dengan ciuman itu, kutukan pun terangkat. Aurora terbangun dari tidurnya yang panjang. Tidak hanya Aurora, seluruh kerajaan juga terbangun dari tidur panjang mereka. Mereka semua merayakan kebangkitan putri dan kembalinya kehidupan di kerajaan.
Pangeran dan Aurora jatuh cinta dan akhirnya menikah. Mereka hidup bahagia selamanya, dan kerajaan kembali damai dan makmur.
13. Dongeng Raja yang Bijak
Pada zaman dahulu, di sebuah kerajaan yang subur dan makmur, hiduplah seorang raja yang bijaksana bernama Raja Adil. Kerajaan tersebut dikenal sebagai tempat yang damai dan rakyatnya hidup sejahtera. Raja Adil selalu memimpin dengan kebijaksanaan, mendengarkan pendapat rakyatnya, dan memutuskan perkara dengan adil. Namun, meskipun hidup dalam kemakmuran, Raja Adil merasa cemas karena tidak memiliki seorang penerus tahta.
Suatu hari, Raja Adil memutuskan untuk mencari calon penerus yang bijaksana dan mampu memimpin kerajaan dengan adil. Ia mengundang seluruh anak muda di kerajaan untuk mengikuti ujian. Ujian itu bukan tentang kekuatan atau keterampilan fisik, melainkan tentang kebijaksanaan dan kepemimpinan.
Hari ujian tiba, dan ratusan anak muda berkumpul di istana. Raja Adil memberikan tantangan yang berbeda kepada mereka semua. "Aku akan memberikan kalian satu benih tanaman. Tugas kalian adalah menanamnya, merawatnya selama enam bulan, dan membawa hasilnya ke sini. Siapa pun yang berhasil menumbuhkan tanaman terbaik akan menjadi calon penerus tahta," kata Raja Adil.
Semua peserta pulang dan mulai menanam benih yang diberikan oleh Raja Adil. Mereka merawat tanaman mereka dengan hati-hati, memberikan air dan sinar matahari, berharap dapat menghasilkan tanaman yang terbaik. Namun, ada seorang pemuda bernama Damar yang merasa kesulitan. Benih yang ia tanam tidak tumbuh sama sekali, meskipun ia sudah berusaha dengan sepenuh hati. Ia merasa putus asa, namun Damar tetap memutuskan untuk membawa pot kosong ke istana, sebagai bentuk kejujuran.
Saat hari penilaian tiba, semua peserta datang dengan tanaman yang subur dan indah, kecuali Damar, yang hanya membawa pot kosong. Raja Adil mulai memeriksa hasil tanaman masing-masing, dan akhirnya sampai pada Damar. Semua orang tertawa melihat pot kosong di tangan Damar. "Mengapa kamu membawa pot kosong?" tanya Raja Adil.
Dengan tenang, Damar menjawab, "Saya sudah mencoba sebaik mungkin, tapi benih yang diberikan kepada saya tidak tumbuh. Saya tidak ingin menipu dengan mengganti benih atau menyembunyikan kegagalan saya. Ini adalah hasil yang sebenarnya."
Raja Adil tersenyum dan berkata, "Damar, kamu adalah yang paling bijaksana di antara mereka semua. Tanaman yang diberikan kepada kalian adalah benih yang sudah mati. Semua orang menanam benih yang tidak bisa tumbuh, namun mereka memilih untuk berbohong dan menipu. Hanya kamu yang jujur, dan itu adalah kebijaksanaan sejati. Kamu akan menjadi penerus tahta kerajaan ini."
Raja Adil mengangkat Damar sebagai putra angkatnya dan mewariskan kerajaan kepadanya. Di bawah kepemimpinan Damar, kerajaan semakin makmur, dan rakyat hidup lebih bahagia. Damar memerintah dengan kebijaksanaan dan kejujuran, mengikuti teladan Raja Adil yang bijaksana.
14. Dongeng Raja yang Licik
Pada zaman dahulu, di sebuah kerajaan yang terletak di lembah yang subur, hiduplah seorang raja bernama Raja Lincu. Raja Lincu terkenal karena kecerdikannya yang luar biasa, namun sayangnya, ia sering menggunakan kecerdasannya untuk menipu dan merugikan rakyatnya. Meskipun ia terlihat bijaksana di luar, sikap aslinya jauh berbeda.
Raja Lincu selalu mencari cara untuk meningkatkan kekayaannya. Ia memungut pajak yang sangat tinggi dari rakyatnya, bahkan untuk kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian. Rakyat yang miskin dipaksa bekerja keras di ladang kerajaan, sementara raja terus mengumpulkan harta dari hasil kerja mereka.
Suatu hari, Raja Lincu mengundang seorang pedagang kaya yang terkenal, bernama Pak Lurah, untuk datang ke istana. Pak Lurah dikenal memiliki banyak barang berharga dan banyak orang yang ingin membeli barang dagangannya. Raja Lincu berpikir untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan lebih banyak kekayaan.
"Pak Lurah, aku ingin membeli semua barang daganganmu," kata Raja Lincu. "Tapi aku ingin membayar dengan cara yang unik. Aku akan memberimu sebuah hadiah yang lebih berharga dari uang. Aku akan memberimu sebuah tanah luas yang subur, yang bisa kamu kelola untuk menghasilkan kekayaan berlipat ganda."
Pak Lurah, yang ingin mendapatkan keuntungan lebih, setuju dengan tawaran Raja Lincu. Namun, ia tidak tahu bahwa Raja Lincu memiliki niat buruk. Raja Lincu memberikan tanah yang ternyata hanyalah tanah tandus yang tak bisa ditanami apa pun. Tanah itu tidak memiliki kesuburan yang dijanjikan, dan Pak Lurah pun kecewa setelah berbulan-bulan mencoba mengolahnya tanpa hasil.
Sementara itu, Raja Lincu terus memeras rakyatnya dengan pajak yang semakin tinggi, dan ia memanfaatkan kecerdasannya untuk menutupi segala tipu muslihatnya. Rakyat yang terhimpit kesulitan mulai merasa frustasi dan ingin mencari cara untuk mengubah keadaan.
Suatu hari, seorang petani miskin yang telah lama menderita akibat pajak tinggi, bernama Jaka, mendekati Raja Lincu dengan sebuah rencana. Jaka tahu bahwa Raja Lincu adalah seorang raja yang suka bermain curang dan memiliki kelemahan terhadap kebanggaan diri. Ia memutuskan untuk memberikan pelajaran yang akan membuat Raja Lincu merasa malu dan mendapatkan pembalasan yang adil.
Jaka pergi ke pasar dan membeli beberapa barang murah yang tampaknya biasa saja. Ia kemudian pergi ke istana dengan membawa barang-barang tersebut dan meminta izin untuk bertemu dengan Raja Lincu.
Raja Lincu, yang merasa ingin menunjukkan kehebatannya di hadapan rakyat, dengan bangga menerima kedatangan Jaka. "Apa yang kau bawa, petani? Apakah kau membawa barang murah untuk dijual?" tanya Raja Lincu dengan nada merendahkan.
Dengan tenang, Jaka berkata, "Sebenarnya, aku tidak membawa barang dagangan, Tuan Raja. Aku membawa sesuatu yang lebih berharga dari harta kekayaanmu. Aku membawa kebijaksanaan yang akan membuatmu sadar."
Raja Lincu, yang merasa penasaran, mengizinkan Jaka untuk berbicara. Jaka kemudian menceritakan bagaimana rakyat yang semakin sengsara akibat pajak tinggi dan kebijakan yang merugikan mereka. Ia menyarankan agar Raja Lincu menggunakan kekuasaannya untuk membantu rakyat, bukan untuk menipu mereka demi keuntungan pribadi.
"Raja yang licik," kata Jaka, "tidak akan pernah dihormati oleh rakyatnya. Tetapi jika kamu berubah dan berlaku adil, kamu akan memperoleh kekayaan yang jauh lebih berharga: cinta dan penghormatan dari rakyat."
Mendengar kata-kata tersebut, Raja Lincu terdiam. Ia akhirnya menyadari kesalahannya dan merasa malu atas perbuatannya. Sebagai bentuk pertobatan, Raja Lincu memutuskan untuk mengurangi pajak dan memperbaiki kebijakan yang merugikan rakyatnya. Seiring berjalannya waktu, rakyat mulai kembali menghormati Raja Lincu, meskipun ia tidak pernah bisa sepenuhnya menghapuskan masa lalunya yang licik.
15. Dongeng Kucing dan Rubah
Pada suatu waktu, di sebuah hutan yang lebat, hidup seekor kucing yang cerdik dan seekor rubah yang licik. Kucing itu sangat sederhana dan tidak suka bertindak berlebihan, sedangkan rubah terkenal dengan kecerdasannya yang selalu mencari cara untuk mendapatkan keuntungan.
Suatu hari, kucing dan rubah bertemu di tepi hutan. Mereka berdua sedang mencari makanan untuk di makan, dan keduanya merasa lapar. Kucing melihat sebuah rumah di kejauhan yang tampak penuh dengan tikus. Tanpa berpikir panjang, kucing segera berlari menuju rumah tersebut, percaya bahwa ia akan mendapat banyak makanan.
Rubah, yang tahu tentang tempat tersebut, berkata, "Jangan terburu-buru, Kucing. Aku punya rencana yang lebih cerdik. Kita bisa menunggu lebih lama dan memancing mangsa kita keluar."
Kucing yang tidak terlalu suka menunggu merasa bahwa ide rubah tidak tepat. "Aku lebih suka bertindak langsung. Menunggu itu tidak baik," kata kucing, sambil berlari menuju rumah tersebut. Tak lama, ia masuk ke dalam rumah dan mulai menangkap tikus yang ada di sana. Sementara itu, rubah tetap duduk dan menunggu, berpikir tentang strategi yang lebih rumit.
Setelah beberapa waktu, rubah melihat kucing kembali dengan penuh tikus yang ditangkapnya. Rubah pun merasa iri dan berkata, "Kucing, kamu sangat cepat dalam bertindak, tetapi kamu tidak tahu cara terbaik untuk bertahan hidup di dunia ini. Aku bisa lebih cerdik daripada kamu."
Kucing yang merasa sudah cukup senang dengan hasil tangkapannya hanya tersenyum. "Setiap orang punya cara masing-masing untuk bertahan hidup, Rubah. Aku tidak perlu berpikir keras. Aku hanya melakukan yang terbaik dari apa yang ada."
Rubah pun mulai merencanakan cara untuk mencuri tikus-tikus dari kucing, tetapi pada akhirnya ia menyadari bahwa kadang-kadang tindakan langsung dan sederhana lebih efektif daripada berpikir terlalu rumit.
Keesokan harinya, rubah pun mencoba cara yang lebih sederhana seperti kucing. Ia mendekati rumah dan berhasil mendapatkan makanannya tanpa harus berpikir panjang. "Ternyata benar," kata rubah, "Kadang-kadang yang paling sederhana adalah yang terbaik."