TEMPO.CO, Jakarta - Para pendukung Manchester United mungkin sangat menyadari bahwa Kota Roma tidak bisa dibangun dalam sehari. Mereka sadar betul bahwa jalan untuk mengembalikan kejayaan klub akan panjang dan bergelombang. Maka, tidak seorang pun akan terkejut atau khawatir dengan hasil imbang 1-1 dalam laga debut Ruben Amorim saat menghadapi Ipswich di Liga Inggris.
Amorim pasti berharap hasil yang lebih baik di Portman Road, pada Mingu, 24 November 2024. Tetapi, ada banyak hal positif yang dapat ditemukan dalam penampilan United, serta beberapa hal negatif yang perlu dipertimbangkan oleh pelatih kepala yang menggantikan Erik Ten Hag tersebut.
Gol Cepat Lewat Serangan Cepat
Dalam waktu 80 detik setelah kick-off, Amorim tampak seperti seorang jenius. Ia membuat keputusan untuk menurunkan penyerang sayap Amad sebagai bek sayap kanan. Ia meniru cara menempatkan posisi Geovany Quenda saat melatih Sporting. Skenario itu langsung membuahkan hasil ketika pemain berusia 22 tahun itu menggiring bola sejauh setengah lapangan untuk membantu gol pembuka.
Marcus Rashford, secara mengejutkan, mendapatkan peran sebagai penyerang tengah. Ia mencetak gol yang tampaknya membenarkan keputusan taktik pertama Amorim sebagai pelatih. Itu terbukti menjadi puncak penampilan Manchester United khususnya di babak pertama.
Selain itu, ada beberapa kombinasi apik antara Alejandro Garnacho, Rashford, dan Bruno Fernandes, yang berdekatan satu sama lain dalam formasi 3-4-3. Peran penyerang dalam skema Amorim membuka ruang untuk antar-pemain mengisi ruang sebagai pemain nomor sepuluh.
Keberanian Amorim dalam Skema Permainan
Kita semua melihat Manchester United menggunakan formasi 3-4-3 ala Ruben Amorim. Meski perlu usaha lebih keras, ada kejutan besar dalam cara bermain tim Setan Merah. Man Utd berusaha memainkan bola di belakang untuk membangun serangan. Para gelandang juga bisa memegang bola sebelum melepaskan umpan akhir ke Garnacho dan Rashford. Umpan-umpan itu sering kali datang dari Bruno Fernandes dan semua pemain tampak mendapat instruksi mencari ruang untuk menerima umpan terobosan
Memang, salah satu alasan mengapa Man Utd tidak pernah terlihat memegang kendali permainan adalah permainan langsung mereka ke area pertahanan lawan. Amorim tampak sekali ingin Manchester United bermain menyerang dan proaktif. Strategi ini menunjukkan bahwa Amorim akan berani dalam pengambilan keputusan menempatkan pemain dalam sistem bermainnya.
Pada menit ke-68, dua pergantian menempatkan Bruno Fernandes dan Manuel Ugarte di lini tengah dan Luke Shaw serta Noussair Mazraoui sebagai bek tengah di sisi luar memperlihatkan keberanian Amorim tersebut. Dengan kata lain, itu berarti hanya tersisa satu gelandang tengah dan satu bek tengah di lapangan. Perubahan tersebut tidak berjalan dengan baik. Perubahan tersebut malah semakin mengacaukan susunan pemain Manchester United.
Masalah Lini Tengah dan Pressing Tanggung
Ipswich mendominasi pertarungan lini tengah memperlihatkan kurangnya pemain yang berenergi di lini tengah. Christian Eriksen dan Casemiro sering terlambat menutup pergerakan Omari Hutchinson dan Liam Delap yang berulang kali turun untuk menerima bola dan membangun serangan Ipswich.
Itu sudah bisa diduga. Di masa mendatang, Ugarte kemungkinan akan memainkan peran yang lebih besar. Yang lebih mengkhawatirkan adalah bagaimana lini tengah United dapat diperbaiki dalam formasi 3-4-3. Formasi ini mengharapkan begitu banyak area yang dapat dicakup hanya oleh dua pemain.
Sepanjang 45 menit pertama Ipswich menemukan keleluasaan di sayap kanan mereka. Ipswich bisa menciptakan peluang karena Garnacho berada terlalu jauh di depan dan lini tengah yang terdiri dari dua pemain tidak dapat membantu tepat waktu.
Hal ini selalu menjadi perhatian dalam formasi 3-4-3. Ketika formasi tersebut berubah menjadi 5-2-3, terdapat banyak ruang di depan bek sayap. Amorim memecahkan masalah tersebut di babak kedua dengan menukar Fernandes dan Garnacho dan menurunkan penyerang tengah lebih dalam. Hal itu hanya sekadar solusi sementara.
Masalah kedua adalah masalah lain yang sudah tidak asing lagi bagi penggemar United: tekanan terhadap lawan yang tidak seimbang. Pada beberapa kesempatan, para penyerang menekan dengan tinggi hanya untuk menemukan bahwa para pemain bertahan tidak mendorong bola ke lini tengah. Cara ini meninggalkan lubang besar di lini tengah.
Kegagalan pressing membuat Ipswich menyamakan kedudukan. Sejak saat itu, Ipswich Town menjadi tim yang lebih baik, lebih terorganisir, berjuang lebih keras di lini tengah, dan mungkin layak mendapatkan tiga poin.