TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan pemerintahan Prabowo Subianto berencana memberikan amnesti terhadap narapidana kasus narkotika. Amnesti tersebut hanya akan diberikan kepada pengguna narkotika. Pengedar dan bandar narkoba tak akan masuk dalam rencana program pengampunan atau pengapusan hukuman tersebut.
"Kami enggak akan beri amnesti bagi yang berstatus pengedar dan bandar narkotika," kata Supratman di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 13 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertanyaan Supratman ini disampaikan seusai mengikuti rapat terbatas membahas penanganan warga binaan dengan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra; Menteri HAM Natalius Pigai; Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo; dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Supratman mengatakan pemberian amnesti tersebut dimaksudkkan untuk mengatasi kelebihan kapasitas hunian lembaga pemasyarakatan (lapas). Politikus Partai Gerindra ini optimistis program amnesti tersebut akan mampu mengurangi kelebihan kapasitas penjara sampai 30 persen. Apalagi lembaga pemasyarakatan lebih banyak dihuni oleh terpidana kasus pengguna narkoba.
Sesuai dengan data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia –sebelum lembaga dipecah menjadi tiga kementerian— pada April 2024 lalu mencatat bahwa sebanyak 52,97 persen penghuni penjara merupakan terpidana maupun tahanan kasus penyalahgunaan narkoba. Rinciannya, sebanyak 135.823 orang dari total 271.385 orang yang mendekam di lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan negara merupakan terpidana maupun tahanan kasus narkoba. Dari angka tersebut, sebanyak 21.198 orang merupakan tahanan kasus narkoba dan 114.625 orang ada terpidana kasus narkotika.
Ia menjelaskan, sebelum memberikan amnesti, lembaganya akan memverifikasi terlebih dahulu para pengguna narkoba tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). SEMA itu mengatur agar tersangka kasus narkoba yang menkonsumsi di bawah satu gram hanya perlu direhabilitasi.
"Kalau ada perubahan SEMA jadi lima gram mungkin bisa lebih banyak lagi," kata Supratman.
Menurut Supratman, Presiden Prabowo Subianto meminta agar pengguna narkoba yang masih produktif dilibatkan dalam swasembada pangan. Setelah bebas, kata dia, mereka bisa ikut dalam program Komponen Cadangan (Komcad).
"Presiden menyarankan tadi bagi yang berusia produktif akan diikutkan terkait dengan swasembada pangan. Ini di luar rehabilitasi. Kedua, kalau dianggap bebas, (mereka) bisa ikut dalam komponen cadangan," kata Supratman.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pernah mengkritik ihwal kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan ini. Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia periode 2017-2022 Amiruddin Al-Rahab mengatakan kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan merupakan krisis kemanusiaan. "Namanya lapas, tapi di dalamnya enggak ada pembinaan. Memang kondisi yang di dalam lapas membuat pembinaan sulit," kata Amiruddin dalam diskusi publik pada September 2021 lalu.
Amiruddin berpendapat, kelebihan kapasitas penjara tidak akan bisa diatasi meskipun pemerintah terus membangun lapas. Sebab arus masuk bagi penghuni lapas yang baru terlalu deras, sedangkan jumlah terpidana yang bebas sangat kecil.
Menurut Amiruddin, ada dua persoalan yang menyebabkan arus masuk lapas terlalu besar. Pertama, psikologi orang-orang Indonesia yang menganggap apapun masalahnya, orang yang dinilai bersalah harus masuk penjara. Karena itu, Amiruddin mendorong agar muncul kesadaran publik tentang cara lain mengoreksi kesalahan individu yang membuat tindak pidana selain hukuman penjara.
Friski Riana berkontribusi dalam tulisan ini.