TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mendesak Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi merevisi ketentuan izin bagi ASN Jakarta yang hendak poligami. Aturan itu dimuat dalam Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.
Pada beleid yang ditetapkan 6 Januari 2025, terdapat syarat pemberian izin bagi ASN Jakarta yang hendak poligami. Di Bab III Pergub tersebut, tertuang aturan soal izin bagi ASN yang hendak beristri lebih dari seorang atau poligami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usman mengatakan Pergub itu bertentangan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan hak asasi manusia. Dia mengatakan Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
“Kedua perjanjian HAM internasional tersebut menegaskan poligami merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena menciptakan ketidaksetaraan dalam relasi pernikahan,” kata Usman dalam keterangan tertulis, Jumat, 17 Januari 2025.
Usman mengatakan, alih-alih membuat aturan yang diskriminatif terhadap perempuan, ada baiknya Pj Gubernur Jakarta membuat aturan yang mendorong terwujudnya kesetaraan. Salah satunya dalam hal kesetaraan bagi perempuan yang mengajukan perceraian dan mendapatkan hak asuh anak.
“Dalam banyak kasus, akses yang sulit bagi perempuan dalam mengajukan perceraian membuat perempuan terjebak dalam lingkaran kekerasan rumah tangga yang berkepanjangan,” kata Usman.
Lebih lanjut, Usman mengatakan dalam Pasal 3 ICCPR memerintahkan negara yang meratifikasi konvensi tersebut harus memastikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang setara. Poligami bertentangan dengan prinsip tersebut karena bersifat diskriminatif terhadap perempuan.
Pasal 5 poin a CEDAW juga memerintahkan negara pihak untuk menghapus segala bentuk praktik yang memberikan ruang superioritas laki-laki terhadap perempuan.
“Pj Gubernur harus merevisi aturan tersebut dan harus mengutamakan kebijakan yang mendorong kesetaraan gender dan perlindungan HAM di lingkungan ASN,” kata Usman.
Adapun dalam Pasal 4 ayat 1 Pergub itu disebutkan pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan.
Pada ayat 2 disebutkan ASN yang tidak melakukan kewajiban memperoleh izin dari pejabat yang berwenang akan mendapatkan sanksi. “Dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis beleid yang diteken Teguh Setyabudi tersebut, seperti dilihat Tempo di situs resmi Pemprov Jakarta.
Mengenai sanksi, di ayat 3 pasal 5 disebutkan hukuman disiplin dijatuhkan berdasarkan hasil pemeriksaan dengan mempertimbangkan dampak pelanggaran.
Selain itu, pada pasal 5 ayat 1 diatur beberapa persyaratan agar ASN bisa mendapatkan izin berpoligami. Berikut beberapa persyaratannya:
a. Alasan yang mendasari perkawinan:
1. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya;
2. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
3. istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 (sepuluh) tahun perkawinan.
b. Mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis
c. Mempunyai Penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak
d. Sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak
e. Tidak mengganggu tugas kedinasan
f. Memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang
Pada pasal 5 juga diatur beberapa hal yang membuat izin poligami tidak dapat diberikan. Izin poligami tidak dapat diberikan jika bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut pegawai ASN yang bersangkutan; tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.