Anak SD Kurang Gizi 3 Kali Lebih Berisiko Alami Gangguan Kemampuan Belajar

3 weeks ago 13

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi kajian nirlaba Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) melakukan studi pada 500 Anak Sekolah Dasar di Jakarta. Dalam studi itu tim peneliti menemukan bahwa anak-anak sekolah dasar yang kekurangan zat besi dan berisiko mengalami anemia, kekurangan energi, dan memiliki perawakan pendek terbukti berisiko gangguan kemampuan belajar. "Temuan ini merupakan peringatan keras terhadap masa depan kesehatan dan pendidikan di Indonesia. Karena working memory adalah indikator sangat penting untuk keberhasilan belajar anak di sekolah," kata Direktur Eksekutif FKI, Nila Moeloek pada 22 Oktober 2024 di Jakarta. 

Nila menambahkan bahwa working memory itu dibutuhkan agar anak bisa mengikuti instruksi guru, fokus pada tugas pelajaran, bahkan untuk menghafal dan menginterpretasikan informasi jangka pendek. "Nah kalau skor working memory nya rendah maka proses dasar otak untuk belajar selama sekolah tidak akan berjalan dengan baik,” ungkap Menteri Kesehatan 2014-2019 ini.

Penelitian yang dipimpin langsung oleh Nila F Moeloek dan Koordinator Riset dan Kajian FKI Ray Wagiu Basrowi menyimpulkan bahwa anak dengan kondisi kurang zat besi, kurang energi, dan perawakan pendek karena kurang gizi berisiko hingga tiga kali lipat lebih tinggi untuk mengalami gangguan memori kerja (working memory) dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki status gizi baik. 

Direktur Eksekutif Fokus Kesehatan Indonesia, Nila F Moeloek (kanan) dan Koordinator Riset dan Kajian FKI Ray Wagiu Basrowi pada 22 Oktober 2024 di Jakarta/FKI

Ray Wagiu Basrowi menambahkan bahwa penelitian FKI ini membuktikan bahwa fakta adanya kondisi kurang gizi, dan anemia defisiensi besi pada anak SD ini bisa mengancam prestasi akademik murid sekolah dasar dikemudian hari. Jika ini terjadi pada jumlah anak yang lebih banyak. Dari evaluasi kami juga ditemukan bahwa murid sekolah dasar kelas 3 hingga 5 di Jakarta hampir 30 persen anak yang anemia mengalami gangguan memori kerja. "Gangguan ini secara langsung berdampak pada kemampuan mereka untuk konsentrasi, memproses dan menyimpan informasi saat belajar,” ungkap Ray yang juga merupakan pendiri Health Collaborative Center (HCC) ini.

Iklan

Ray menambahkan bahwa lebih dari 19 persen anak-anak dalam studi ini juga terbukti mengalami anemia. Anemia ini sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi. Ray Basrowi menjelaskan anemia bukan hanya masalah kesehatan fisik tetapi juga sangat memengaruhi kemampuan kognitif anak-anak. "Anak-anak dengan anemia memiliki skor memori kerja yang jauh lebih rendah, bahkan berdampak klinis yang sangat nyata. Anemia kurang besi secara langsung membatasi kemampuan anak untuk menyerap informasi, berpikir logis, dan berpartisipasi aktif di kelas," ujar Ray. 

Lebih lanjut, Nila Moeloek mengingatkan penelitian ini menunjukkan bahwa kurangnya asupan zat gizi makro adalah penyebab mayor dari masalah ini. 28 persen anak-anak memiliki asupan energi yang tidak mencukupi, dan lebih dari 63 persen anak kekurangan karbohidrat. “Ini adalah fakta yang bisa dihubungkan secara medis bahwa anak-anak SD banyak yang tidak cukup makan, sehingga asupan gizi terutama gizi makro menjadi tidak cukup. Padahal asupan gizi makro ini penting sekali karena langsung dipakai tubuh dan otak sebagai energi untuk aktivitas, berpikir, bermain, dan belajar, jadi kalau memang makan tidak cukup makan energinya juga tidak tersedia untuk belajar dan bermain di sekolah," kata Nila.

Pilihan Editor: Ekonom Sebut Makan Bergizi Gratis Bisa Saja Sebabkan Inflasi Harga Pangan

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |