Bahlil Lahadalia: BPS Jadi Fondasi Kebijakan Energi Nasional

3 hours ago 8

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan seluruh kebijakan energi nasional harus berbasis data yang kredibel dan objektif dari Badan Pusat Statistik (BPS). Penegasan ini disampaikan saat penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian ESDM dan BPS sebagai tindak lanjut dari perpanjangan kerja sama sebelumnya, di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Bahlil menekankan, keberhasilan perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam negara sangat bergantung pada kualitas data yang disiapkan BPS. Menurutnya, data yang akurat menjadi fondasi dalam pengambilan keputusan, termasuk di sektor migas, mineral, batubara, dan energi baru terbarukan (EBT).

“Data di negara Indonesia setelah Instruksi Presiden 2025, semua lembaga negara yang ditunjuk untuk satu data terkait perkembangan ekonomi dan subsidi itu adalah BPS. Peran BPS dalam menyiapkan data untuk bangsa dan negara tidak bisa diragukan lagi,” ujar Menteri ESDM, dikutip Rabu (15/10/2025).

Bahlil menambahkan, pemerintah kini mendorong program kerakyatan melalui pemberian izin pengelolaan sumur migas oleh UMKM, koperasi, dan BUMD daerah. Langkah ini diambil agar pendapatan dari sumber daya alam dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Ia juga memaparkan, target lifting migas untuk APBN 2025 yang ditetapkan sebesar 605 ribu barel per hari telah berhasil dicapai, bahkan melebihi target dengan realisasi kumulatif rata-rata 607 ribu barel per hari hingga Oktober 2025. Lifting ini dihitung bersama BPS agar transparan dan dapat menjadi acuan bagi kebijakan pengelolaan sumber daya alam selanjutnya.

“Kami mohon BPS menyajikan data yang sebenar-benarnya. Kalau jelek bilang jelek, kalau bagus bilang bagus. Satu-satunya lembaga negara yang diperintahkan presiden untuk menghitung adalah BPS. Data ini menjadi dasar semua kebijakan ESDM,” tegas Bahlil.

Pemerintah, kata dia, tengah mempersiapkan konversi biodiesel dari B40 ke B50 pada semester II 2026. Kebijakan ini bertujuan menekan impor solar, menambah permintaan crude palm oil (CPO), serta membuka lapangan pekerjaan di daerah penghasil sawit. Perhitungan dampak ekonomi dari konversi ini juga dilakukan BPS agar keputusan berbasis data benar-benar mencerminkan manfaat ekonomi dan sosial.

Bahlil menekankan, transparansi dan akurasi data menjadi kunci keberhasilan kebijakan energi. Ia meminta BPS menghitung semua dampak ekonomi dan sosial secara rinci agar pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat dan berdampak baik bagi seluruh pihak.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |