JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Apa yang sempat dikhawatirkan banyak pihak, bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) rentan diselewengkan, ternyata menjadi kenyataan.
Bahkan baru seumur jagung berjalan, program MBG di Kalibata, Jakarta Selatan kacau balau dan sekarang macet, gegara kasus penggelapan dana sebesar hampir Rp 1 miliar.
Kasus ini kini tengah diselidiki oleh pihak kepolisian setelah Mitra Dapur MBG di Kalibata melaporkan dugaan penggelapan dana sebesar Rp 975.375.000. Laporan itu telah diterima Polres Metro Jakarta Selatan. Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Nurma Dewi, membenarkan adanya laporan tersebut. “Betul, sudah ada laporan ke Polres. Saat ini kasusnya sedang dalam penanganan,” ujarnya, Rabu (16/4/2025).
Barang bukti berupa kuitansi senilai hampir Rp 1 miliar juga telah diserahkan ke polisi. Dalam laporan yang terdaftar dengan nomor: LP/B/1160/IV/2025/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA, Yayasan berinisial MBN dituding tidak membayar hak Mitra Dapur MBG, Ira Mesra Destiawati.
Kuasa hukum korban, Danna Harly Putra, menyatakan kliennya tidak menerima sepeser pun dari hak yang seharusnya diberikan. Bahkan menurutnya, Ira justru mengalami berbagai tekanan dan perlakuan tak pantas saat memperjuangkan haknya. “Ibu Ira bekerja keras siang malam, bahkan menjual asetnya untuk mendukung program ini. Tapi justru dizalimi,” ujarnya dalam konferensi pers.
Ira ditunjuk menjadi kepala dapur di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kalibata sejak Februari 2025. Ia menyuplai makanan untuk 19 sekolah, dengan total produksi mencapai 65.025 porsi. Namun, di tengah pelaksanaan, muncul berbagai masalah teknis dan administratif, termasuk perubahan harga porsi tanpa pemberitahuan.
Awalnya, seluruh siswa mendapat jatah Rp15.000 per porsi, tapi tiba-tiba diubah: siswa PAUD hingga kelas 3 SD hanya mendapat Rp13.000. Namun, tidak ada penyesuaian porsi yang jelas. Ira mengaku tidak pernah diberi informasi resmi mengenai hal ini, bahkan sering mendapat teguran dan hinaan secara personal ketika terjadi kekurangan.
Dana yang seharusnya diterima Ira ternyata sudah dicairkan BGN dan ditransfer ke rekening yayasan. Namun, Ira tidak pernah menerima kejelasan soal pembagian dana tersebut, meski telah mengirim berbagai invoice. Bahkan, haknya justru disebut dipotong lagi sebesar Rp2.500 per porsi oleh pihak yayasan.
“Seluruh operasional saya tanggung sendiri, mulai dari bahan makanan, sewa dapur, peralatan, hingga juru masak. Tapi hak saya malah ditiadakan,” ujar Ira yang mengaku merasa sangat dizalimi.
Menurut kuasa hukumnya, perselisihan ini semakin membesar ketika pihak yayasan menuding Ira memiliki kekurangan pembayaran senilai Rp 45 juta lebih, padahal tidak pernah ada transparansi soal pertanggungjawaban.
Masalah makin rumit karena pihak SPPG disebut melarang Ira terlibat dalam proses distribusi dan penyusunan laporan ke BGN. “Kami tidak pernah diberi akses untuk tahu bagaimana laporan pertanggungjawaban disusun. Semuanya ditutup-tutupi,” ujar Harly.
Saat ini, dapur MBG di Kalibata seluas 500 meter persegi itu mati suri. Peralatan lengkap yang dulu dipakai untuk memasak kini tak lagi berfungsi karena operasional dihentikan.
Meski kecewa, Ira masih berharap program MBG bisa terus berjalan dengan pengelolaan yang lebih adil dan transparan. “Program ini baik. Tapi harus dijalankan dengan hati dan tanggung jawab. Saya ingin tetap terlibat, asalkan ada kejelasan dan perlindungan hukum,” katanya.