TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol sedang bergulat dengan berbagai kontroversi termasuk seruan untuk pemakzulannya. Situasi politik memanas usai Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer Korea Selatan, namun mencabutnya kembali dalam waktu enam jam.
Tingkat popularitas Yoon Suk Yeol pun anjlok ke titik terendah pekan ini yaitu hanya 13 persen. Tahun ini Yoon hanya disukai oleh 24 persen responden, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Gallup Korea. Tingkat ketersukaan terhadap Yoon Suk Yeol yang menjabat sebagai presiden selama tiga tahun, di bawah Presiden Park Geun-hye, yang dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya pada 2017. Park Geun-hye berhasil meraih 40 persen tingkat ketersukaan pada tahun ketiganya.
Pada Sabtu, 7 Desember 2024, parlemen akan melakukan pemungutan suara terkait pemakzulannya. Sebelum darurat militer Korea Selatan, berikut sejumlah kontroversi yang membelit Presiden Yoon Suk Yeol:
Istri Dituduh Menerima Suap Tas Mewah
Dilansir dari Reuters, istri Yoon, Kim Keon Hee, telah terlibat dalam berbagai tuduhan, termasuk menerima hadiah seperti tas tangan Christian Dior dari seorang pendeta. Ia juga dituduh memanipulasi saham di Deutsch Motors, dealer BMW di Korea Selatan.
Bulan lalu Yoon membantah tuduhan itu. Ia menuduh para pengkritik menjelek-jelekkan istrinya. Tak berapa lama ia meminta maaf karena menimbulkan kekhawatiran publik.
Kim Keon Hee, disebut-sebut sebagai alasan utama di balik buruknya rating Yoon dan kekalahan telak bagi Partai Kekuatan Rakyat pada bulan April. Akhir bulan lalu Yoon memveto rancangan undang-undang yang meminta penyelidikan dewan khusus terhadap tuduhan korupsi dan manipulasi saham yang melibatkan Kim. Ini adalah ketiga kalinya ia menolak rancangan undang-undang yang dipimpin oposisi.
Dalam jumpa pers, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa, Han Dong-hoon, mengatakan Yoon, harus disingkirkan demi kepentingan terbaik negara. Yoon dan Kim dituduh mencampuri proses pencalonan kandidat partai yang berkuasa. Mereka disebut menggunakan pengaruh pada partai untuk memilih kandidat tertentu untuk mencalonkan diri di parlemen pada 2022 atas permintaan seorang pialang kekuasaan.
Kematian Marinir Muda
Yoon memveto rancangan undang-undang yang mengamanatkan penyelidikan penasihat khusus terhadap tuduhan bahwa pejabat militer dan kantor kepresidenan mencampuri penyelidikan atas kematian seorang marinir muda tahun lalu. Kasus ini memicu kemarahan publik.
Marinir tersebut tersapu ombak saat melakukan operasi pencarian dan penyelamatan korban banjir. Ia dan rekan-rekannya tidak memiliki jaket pelampung.
Mogok Massal Dokter
Aksi mogok kerja selama berbulan-bulan yang dilakukan oleh para dokter muda sebagai bentuk protes terhadap tindakan Yoon dalam mengatasi kekurangan dokter. Mogok massal ini telah membebani sistem perawatan kesehatan Korea Selatan dan meningkatkan kritik publik terhadap penanganan pemerintah terhadap perselisihan tersebut.
Mengumpat di Mikrofon
Pada 2022, Yoon ketahuan mengumpat di mikrofon setelah pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden di New York. Anggota parlemen oposisi menuduh Yoon menghina Kongres AS ketika media melaporkan Yoon mengatakan Biden akan malu jika tidak meloloskan RUU tentang pendanaan inisiatif kesehatan. Kantor kepresidenan membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa yang dimaksud Yoon adalah parlemen Korea Selatan.
Pindahkan Kantor karena Dukun
Setelah terpilih pada 2022, Yoon memindahkan kantor kepresidenan dari Gedung Biru ke kompleks kementerian pertahanan di pusat kota Seoul. Pemindahan kantor ini diperkirakan menelan biaya US$ 40 juta, yang mengundang kritik dari pemerintahan sebelumnya. Pemindahan kantor itu dinilai tersebut tergesa-gesa dan mengancam keamanan nasional.
Anggota parlemen oposisi menuduh Yoon telah meminta nasihat dari seorang dukun tentang tindakan tersebut. Ia membantah adanya pengaruh sang dukun. Yoon mengatakan bahwa ia mengenal pria tersebut sebagai pendeta Buddha.