Drama Darurat Militer Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol

1 month ago 28

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Yoon Suk Yeol adalah sosok yang kompleks dalam politik Korea Selatan. Dengan latar belakang sebagai jaksa yang berani menghadapi korupsi, ia berhasil meraih kursi kepresidenan dengan janji-janji reformasi. Namun, langkah-langkah kontroversialnya selama masa jabatannya menunjukkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara keamanan nasional dan prinsip-prinsip demokrasi.

Dengan situasi politik yang terus berkembang, masa depan kepemimpinannya akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk mendengarkan suara rakyat dan menanggapi tantangan-tantangan baru yang muncul di hadapannya.

Dalam sebuah pidato mendadak pada Selasa, 3 November 2024, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan pemberlakuan darurat militer, dengan mengutip mosi dari oposisi utama Partai Demokrat, yang memegang mayoritas di parlemen, untuk memakzulkan para jaksa agung dan menolak proposal anggaran pemerintah.

Namun kurang dari dua jam setelah deklarasi darurat militer, para anggota parlemen memaksa melewati para tentara untuk melakukan pemungutan suara guna membatalkan keputusannya. Yoon menerima pembatalan tersebut enam jam kemudian. 

Pihak oposisi telah memulai proses pemakzulan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol atas pernyataan darurat militer Korea Selatan. Jika dimakzulkan, ia dapat diadili atas tuduhan pengkhianatan tingkat tinggi.

Dilansir dari Euronews, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol telah mengganti Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun di tengah upaya partai-partai oposisi untuk memakzulkan kedua orang tersebut. Pemakzulan karena eks menteri pertahanan dan Yoon Suk Yeol sempat memberlakukan darurat militer minggu ini, sebuah langkah yang dibatalkan oleh parlemen.

Profil Yoon Suk Yeol

Yoon Suk Yeol, yang lahir pada 18 Desember 1960 di Seoul, Korea Selatan, adalah seorang politisi dan pengacara yang saat ini menjabat sebagai Presiden Korea Selatan ke-13. Sebelum terjun ke dunia politik, Yoon memiliki karier cemerlang sebagai jaksa, di mana ia dikenal karena keberaniannya dalam menangani kasus-kasus korupsi besar di negara tersebut.

Yoon menyelesaikan pendidikan hukum di Universitas Nasional Seoul, meraih gelar sarjana pada tahun 1983 dan gelar magister pada tahun 1988. Ia memulai kariernya sebagai jaksa di Kantor Kejaksaan Umum Daegu pada tahun 1994. Selama bertugas, Yoon terlibat dalam sejumlah penyelidikan penting, termasuk kasus korupsi yang melibatkan eksekutif tinggi, seperti Chung Mong-koo dari Hyundai Motor Company pada tahun 2006.

Kepemimpinan Yoon dalam penyelidikan kasus-kasus besar terus berlanjut. Ia memimpin tim investigasi yang menyelidiki keterlibatan National Intelligence Service (NIS) dalam pemilihan presiden 2012 yang dimenangkan oleh Park Geun-hye. Kasus ini mengangkat namanya ke permukaan publik dan membawanya ke posisi Jaksa Agung pada tahun 2019. Selama masa jabatannya, Yoon dikenal karena penegakan hukum yang tegas dan keberaniannya menghadapi pejabat pemerintah yang terlibat dalam praktik korupsi.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Jaksa Agung pada Maret 2021, Yoon mencalonkan diri sebagai presiden mewakili Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party) dan berhasil memenangkan pemilihan presiden pada Maret 2022 dengan perolehan suara yang sangat tipis melawan kandidat dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung. Yoon dilantik sebagai presiden pada Mei 2022 dan menjadi presiden pertama yang lahir setelah Perang Korea berakhir.

Sejak menjabat, Yoon Suk Yeol telah melakukan berbagai putusan kontroversi. Salah satu yang terbaru adalah pengumuman darurat militer pada 3 Desember 2024, yang hanya berlaku selama 12 jam setelah menuai protes luas dari masyarakat dan parlemen.

Dalam pidatonya, Yoon menyatakan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk menanggulangi kekuatan "anti negara" dari lawan politiknya. Namun, keputusan ini dianggap sebagai langkah mundur bagi demokrasi Korea Selatan dan menciptakan ketegangan di kalangan publik.

Yoon juga berkomitmen untuk menjadikan Korea Selatan sebagai negara yang lebih bebas dan kreatif serta memenuhi tanggung jawab internasionalnya. Ia berjanji untuk menegakkan supremasi hukum dan keadilan bagi semua warga negara. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut sering kali menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk tuduhan bahwa ia tidak mampu mengatasi masalah ekonomi dan sosial yang mendesak.

Ida Rosdalina dan Dewi Rina Cahyani berkintribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |