REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Kehutanan menegaskan kesiapan Indonesia memenuhi ketentuan European Union Deforestation Regulation (EUDR) dengan memastikan seluruh produk dan pengelolaan hutan telah mengikuti standar tertinggi. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Laksmi Wijayanti, mengatakan sektor kehutanan Indonesia telah mengembangkan praktik terbaik yang menjamin legalitas, keberlanjutan, dan integritas pengelolaan sumber daya hutan.
“Dari Kementerian Kehutanan, produk dan pengelolaan hutan kita itu integritasnya tinggi. Best practice-nya adalah memenuhi semua ketentuan,” ujar Laksmi saat ditemui usai penandatanganan MOU dengan Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Selasa (25/11/2025).
Ia memahami EUDR juga memuat banyak ketentuan yang harus diputuskan dari pihak Uni Eropa, namun Indonesia tetap berkomitmen meningkatkan standar pengelolaan hutan secara nasional.
Laksmi menegaskan pemerintah selalu mendorong para pelaku usaha dan industri kehutanan untuk mengikuti standar internasional, termasuk yang ditetapkan melalui EUDR.
“Mau level standar tinggi apa pun, kami akan terus mendorong pelaku ekonomi kita memenuhi standar terbaik. Soal kesepakatan EUDR, mari kita serahkan pada proses negosiasi dan perdagangan yang berlaku,” katanya.
Ia memastikan dari sisi regulator, Indonesia siap dan terbuka terhadap peningkatan tuntutan pasar global. Laksmi menjelaskan bahwa Indonesia memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), sebuah instrumen yang mengatur legalitas dan tata kelola hasil hutan.
Sistem ini telah diakui Uni Eropa melalui lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade). Dengan pengakuan tersebut, pemerintah menilai produk kehutanan Indonesia telah memenuhi ekspektasi pasar internasional terkait keberlanjutan dan akuntabilitas.
“Kami yakin apa yang kita kerjakan sudah sesuai dengan yang diharapkan pasarinternasional. Kita memiliki produk yang berkelanjutan dan dapat dijamin akuntabilitas serta integritasnya,” kata Laksmi.
Indonesia mulai menerbitkan lisensi FLEGT pada 15 November 2016. Sejak tanggal tersebut, semua pengiriman produk kayu yang tercantum dalam amandemen Lampiran I dari Perjanjian Kemitraan Sukarela (VPA) dan diekspor dari Indonesia ke Uni Eropa harus memiliki lisensi FLEGT.
Produk minimum yang dicakup dalam semua VPA adalah balok kayu, kayu gergajian, kayu lapis, venir, dan bantalan rel kereta api.
Selain itu, negara-negara VPA telah menyertakan banyak produk lain dalam cakupan VPA mereka, seperti kayu bakar, peti kemas, hingga perkakas tukang kayu.
Cakupan produk pada beberapa VPA melebihi kategori produk yang diwajibkan untuk due diligence oleh European Union Timber Regulation (EUTR). Beberapa VPA juga mencantumkan produk yang tidak boleh diekspor dari negara VPA, sehingga tidak akan pernah dapat dilisensikan FLEGT.

2 hours ago
11














































