Jatuh Bangun HM Lukminto Dirikan Sritex, Bermula Modal Rp 100 Ribu

3 weeks ago 15

TEMPO.CO, JakartaPengadilan Niaga Kota Semarang memutuskan PT Sritex pailit usai mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan ini yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sesuai kesepakatan sebelumnya. Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara Pengadilan Niaga, Kota Semarang Haruno Patriadi.

Haruno menjelaskan, putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua, Muhammad Anshar Majid, tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex.

“Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022,” kata Haruno, pada 23 Oktober 2024, seperti dikutip Antara.

Pada putusan pengadilan tersebut, kata Haruno, juga menunjuk kurator dan hakim pengawas. “Selanjutnya kurator yang akan mengatur rapat dengan para debitur,” ujarnya.

Kasus ini berawal pada Januari 2022 ketika Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang mengajukan PKPU. Pengadilan Niaga Kota Semarang lalu mengabulkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon karena dianggap tidak penuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati. 

Profil Pendiri Sritex, HM Lukminto

PT Sritex dirintis oleh HM Lukminto atau Muhammad Lukminto yang dikenal sebagai raja batik. Lukminto memulai karier ketika menjadi pedagang batik di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah pada usia 20 tahun atau tepatnya pada 1996. 

Lukminto memulai karier mengikuti jejak sang kakak, Ie Ay Djing atau Emilia, yang sudah terlebih dahulu menjadi pedagang di Pasar Klewer. Sebab, ia terpaksa harus berhenti sekolah saat menduduki kelas 2 SMA di SMA Chong Hua Chong Hui akibat kebijakan Orde Baru yang melarang segala sesuatu berhubungan dengan etnis Tionghoa.

Dengan modal Rp100 ribu yang diberikan orang tuanya, ia membeli kain belaco di Semarang dan Bandung. Setelah itu, ia berjualan keliling di Pasar Klewer, Pasar Kliwon, dan beberapa pabrik batik rumahan lainnya. Lalu, pada 1967, ia berhasil membeli dua buah kios di Pasar Klewer dan mengembangkannya. 

Kemudian, pada 1972, Lukminto berhasil membuat pabrik tekstil pertamanya di Semanggi Solo. Lalu, pada 1980-an ia merelokasi pabrik tersebut. Selanjutnya, ia memutuskan untuk membangun pabrik di Desa Jetis, Sukoharjo dengan nama PT Sri Rejeki Isman atau Sritex. Ia membangun pabrik Sritex pertamanya di atas lahan seluas 10 hektare yang terus berkembang sampai akhirnya menjadi 100 hektare lebih.

Dengan kesuksesan bisnisnya dalam bidang tekstil, Lukminto berhasil meraih beberapa penghargaan. Pada 3 Maret 1992, ia mendapatkan penghargaan luar biasa dari Presiden Soeharto yang akhirnya meresmikan pabriknya bersama dengan 275 pabrik aneka industri lainnya di Surakarta.

Ia juga mendapatkan penghargaan MURI karena telah menyediakan seragam prajurit untuk ABRI dan German Army pada 2007. Selain itu, ia juga meraih Peng­har­ga­an MURI lainnya, yaitu Pemrakarsa dan Penyelenggara Pem­bu­at­an De­sain Ka­in Ter­banyak dan Pelaksana Upacara Bendera Setiap Bulan pada tanggal 17.

HM Lukminto dikabarkan meninggal pada Rabu, 5 Februari 2014 pukul 21.40 waktu Singapura. Saat ini, perusahaan peninggalannya, PT Sritex, telah dinyatakan pailit ketika sang putra sulungnya, Iwan Kurniawan Lukminto menjabat sebagai direktur.

RACHEL FARAHDIBA R  | ADINDA ALYA IZDIHAR 

Pilihan Editor: Sritex Pailit, Perusahaan Tekstil Legendaris yang Dinyatakan Bangkrut

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |