TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Marthinus Hukom mengungkap kelemahan hukum di Indonesia dalam menindak pengedar narkotika. Menurut dia masih banyak pengedar mendapat hukuman ringan yang tidak sesuai dengan kejahatan mereka.
Hukom menyebut pengedar narkotika memiliki kemampuan untuk menyogok siapapun demi memuluskan bisnisnya. Sogokan ini menurutnya tidak jarang menyasar aparat penegak hukum. “Mereka mampu membayar siapa saja,” ucap Hukom saat konferensi pers di kantornya, Cawang, Jakarta Timur, Jumat, 7 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jenderal polisi bintang tiga itu mengklaim sudah banyak menangkap para pengedar narkotika. Namun hukuman kepada pelaku tidak sesuai dengan dampak kejahatan yang dilakukan. “Banyak pengedar kami tangkap, lalu dihukum tidak sesuai dengan apa yang mereka lakukan,” ujar Hukom.
Hukom lantas meminta seluruh pihak termasuk masyarakat untuk mengawasi segala proses hukum yang melibatkan perkara narkotika. Dia ingin masyarakat ikut memantau putusan pengadilan terpidana narkotika supaya mendapat hukuman yang setimpal. “Kita harus hukum mereka seberat-beratnya,” ucap Hukom.
Hukom pun melabeli pelaku penyelundupan narkotika ini dengan istilah bajingan. Dia berjanji tidak akan berhenti mengejar para pelaku hingga narkotika musnah peredarannya dari Indonesia. “Buat para bajingan-bajingan ini, kami tidak akan pernah berhenti,” kata dia
Dalam konferensi pers ini BNN menampilkan belasan pelaku penyelundupan narkotika yang tertangkap pada Januari 2025 di pelbagai wilayah Indonesia. Selain itu juga ada sejumlah barang bukti yang akan dimusnahkan dengan cara dibakar menggunakan mesin pada saat itu juga.
Terpantau barang bukti yang ditampilkan terdiri dari 49.171,19 gram sabu-sabu, 21.711,62 gram ganja, 374,48 gram THC, 1.204,02 gram hasis, 53,2 gram ganja sintetis, dan 113 butir ekstasi. “Pengungkapan tidak berhenti hanya dalam proses hukum dan pemusnahan barang bukti. Kami lebih menekankan bagaimana mengejar aset-aset milik para penjahat-penjahat ini,” ucap Hukom.
Hukom meminta seluruh pihak mengawasi segala proses penindakan perkara narkotika ini. Dia menilai bisnis narkotika rentan menyeret aparat penegak hukum melalui sogokan yang diberikan oleh para pelaku. Makanya perlu pihak eksternal untuk memantau perkembangan setiap kasusnya.
“Kami tahu yang kami hadapi adalah kejahatan yang memiliki kekuatan ekonomi. Mereka mampu membayar siapa saja. Banyak para pengedar yang kami tangkap, lalu dihukum tidak sesuai dengan apa yang mereka lakukan,” ujarnya.
Hukom menyebut penangkapan para pelaku berkat kerja sama BNN Pusat dengan satuan kerja BNNP di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat serta Papua.
Adapun untuk warga negara asing yang terlibat dalam kasus ini, kata Hukom, akan menjalani hukuman terlebih dulu di Indonesia sebelum dipulangkan ke negaranya. Hukom menegaskan tidak akan tinggal diam jika warga negara asing bermain-main narkoba di Indonesia.
“Bagi warga negara asing itu. Satu klaster sudah ada di dalam penjara dan sedang menjalani hukumannya. Klaster kedua itu orang yang baru ditangkap, ada tiga orang ini. Kami tak akan memulangkan mereka ke negara asalnya sampai putusan pengadilan dan melaksanakan hukuman di Indonesia,” ucap Marthinus Hukom.