TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 25 anggota parlemen tambahan telah menyatakan kesediaan mereka untuk bergabung dalam pengaduan pemakzulan keempat terhadap Wakil Presiden Filipina Sara Duterte, seperti yang diungkapkan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Filipina.
Dalam konferensi pers pada Kamis, 6 Februari 2025, Asisten Pemimpin Mayoritas Zia Alonto Adiong mengonfirmasi bahwa 25 anggota parlemen yang sebelumnya berada di luar negeri atau di daerah pemilihan mereka telah menyerahkan verifikasi untuk menandatangani pengaduan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika regulasi memungkinkan adanya tambahan pendukung, jumlah anggota parlemen yang mendukung pemakzulan akan meningkat dari 215 menjadi 240 orang, mencakup lebih dari 75 persen dari total 306 anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Sementara itu, Wakil Pemimpin Mayoritas Lorenz Defensor menyatakan bahwa bertambahnya dukungan terhadap upaya pemakzulan ini merupakan hasil konsultasi partai di berbagai kelompok politik utama, seperti Lakas-CMD, Partido Federal ng Pilipinas (PFP), National Unity Party (NUP), dan Nacionalista Party (NP).
“Ada konsultasi partai, dan mengingat sebelumnya sudah ada tiga pengaduan pemakzulan yang diajukan, kali ini kami berhasil menyusun pengaduan yang lebih kuat dan lebih jelas, sehingga memperoleh dukungan serta kepercayaan dari para anggota parlemen,” ujar Defensor, sebagaimana dikutip dari Antara.
Siapa Sara Duterte?
Dikutip dari rappler.com, Sara Zimmerman Duterte, atau yang lebih dikenal sebagai Inday Sara, merupakan Wakil Presiden Filipina ke-15 sekaligus yang termuda yang pernah terpilih dalam jabatan tersebut.
Lahir pada 31 Mei 1978 di Davao City, ia adalah putri dari mantan Presiden Rodrigo Duterte dan mantan istrinya, Elizabeth Zimmerman. Ia menikah dengan pengacara Manases Reyes Carpio dan memiliki tiga anak.
Duterte menempuh pendidikan di bidang terapi pernapasan di San Pedro College, Davao City, sebelum melanjutkan studi hukum di San Beda College dan San Sebastian College-Recoletos di Manila. Ia lulus ujian advokat pada 2005 dan segera memulai karier politiknya.
Pada 2007, ia terpilih sebagai Wakil Wali Kota Davao City, mendampingi ayahnya yang saat itu menjabat sebagai wali kota. Tiga tahun kemudian, ia menggantikan ayahnya yang telah mencapai batas masa jabatan, menjabat hingga 2013. Salah satu insiden yang paling diingat selama kepemimpinannya adalah ketika ia meninju seorang sheriff yang tetap menjalankan perintah pembongkaran meskipun ia meminta penundaan selama dua jam.
Setelah masa jabatan tersebut, Sara Duterte kembali ke praktik hukum sebelum menjabat lagi sebagai wali kota pada 2016 hingga 2022, bertepatan dengan periode kepemimpinan ayahnya sebagai Presiden Filipina.
Sebagai pejabat publik, ia memprioritaskan kebijakan di bidang keamanan serta dukungan ekonomi bagi masyarakat. Ia juga mendirikan layanan telepon khusus bagi masyarakat untuk melaporkan kasus pelecehan anak secara anonim.
Menjelang pemilu 2022, popularitasnya sebagai calon presiden cukup tinggi. Kendati demikian, dia akhirnya mencalonkan diri sebagai wakil presiden mendampingi Ferdinand Marcos Jr. Pasangan ini berkampanye dengan mengusung tema "persatuan" dan berjanji untuk melanjutkan kebijakan para pendahulu mereka, yang dikenal memiliki gaya kepemimpinan otoriter.
Selain menjadi wakil presiden, Duterte juga menjabat sebagai Menteri Pendidikan Filipina, memimpin reformasi dalam kurikulum pendidikan dasar melalui program MATATAG. Inisiatif ini bertujuan menyederhanakan kurikulum, meningkatkan fasilitas dan layanan pendidikan, serta memberikan dukungan lebih baik bagi guru dan siswa.
Namun, kebijakannya menuai kritik, terutama terkait penolakan kenaikan gaji guru, aturan penghapusan alat bantu pembelajaran visual di kelas, serta penggunaan ratusan juta peso dana rahasia hanya dalam 11 hari. Setelah dua tahun menjabat, ia mengundurkan diri dari Kementerian Pendidikan dan posisinya sebagai Wakil Ketua Satuan Tugas Nasional untuk Mengakhiri Konflik Bersenjata Komunis Lokal tanpa menyebutkan alasan jelas.
Meski demikian, Sara Duterte tetap menjadi salah satu pejabat dengan tingkat kepercayaan dan popularitas tertinggi di Filipina. Survei terbaru menunjukkan namanya masih unggul sebagai kandidat potensial dalam pemilihan presiden 2028.
Kronologi Pemakzulan Sara Duterte
Proses pemakzulan Sara Duterte berawal dari tiga pengaduan yang diajukan pada Desember 2023, terkait dugaan penyalahgunaan dana publik dalam jumlah jutaan dolar.
Ketegangan politik antara Duterte dan Presiden Ferdinand Marcos Jr. semakin memanas dalam beberapa bulan terakhir. Keduanya awalnya bersekutu dalam pemilu 2022, namun hubungan mereka memburuk setelah Sara Duterte memilih mencalonkan diri sebagai wakil presiden mendampingi Marcos.
Puncak konflik antara keluarga Marcos dan Duterte terjadi pada Sabtu, 23 November 2024, ketika Sara Duterte mengeluarkan pernyataan kontroversial bahwa ia akan membunuh Marcos jika dirinya terbunuh. Pernyataan tersebut mendorong kantor presiden berjanji akan mengambil tindakan tegas, dan ancaman pembunuhan ini menjadi salah satu tuduhan dalam pemakzulan.
Gelombang protes pun semakin meningkat, dengan ribuan warga Filipina turun ke jalan mendesak pemakzulan Sara Duterte. Pada aksi yang berlangsung Jumat, 31 Januari 2025, para demonstran membawa spanduk dan meneriakkan seruan untuk mencopotnya dari jabatan. Kepolisian memperkirakan sekitar 4.000 orang berpartisipasi dalam aksi tersebut. Sebelumnya, pada awal Januari, sekte konservatif juga menggelar unjuk rasa dalam skala lebih besar sebagai respons terhadap seruan pemakzulan yang muncul sejak Desember.
Di parlemen, anggota Kongres mengajukan RUU pemakzulan ke Senat pada hari terakhir sesi sebelum memasuki masa reses empat bulan untuk pemilihan paruh waktu pada Mei mendatang. Pada 12 Mei, warga Filipina dijadwalkan memilih anggota Kongres baru, 12 dari 24 anggota Senat, serta sejumlah pejabat pemerintahan daerah. Berdasarkan Konstitusi 1987, Marcos memiliki wewenang untuk mengadakan sesi khusus agar Senat tetap dapat menggelar sidang pemakzulan meskipun berada dalam masa reses legislatif.
Tuduhan terhadap Duterte mencakup tujuh pasal pemakzulan, antara lain perencanaan pembunuhan presiden, penyalahgunaan dana rahasia, pengumpulan kekayaan yang tidak dapat dijelaskan, serta tindakan destabilisasi.
Menurut salinan pengaduan, "Perilaku termohon Sara Duterte selama masa jabatannya menunjukkan ketidaksetiaan terhadap kepercayaan publik dan penyalahgunaan kekuasaan secara tirani, yang jika dikombinasikan, membuktikan ketidakmampuannya untuk memegang jabatan publik serta pelanggaran terhadap hukum dan Konstitusi 1987."
Duterte juga dianggap melanggar nilai-nilai pejabat publik dan secara terang-terangan bertentangan dengan konstitusi. "Dia tidak hanya bertindak dengan standar yang jauh di bawah pejabat publik, tetapi juga dengan jelas dan terang-terangan melanggar Konstitusi, mengkhianati kepercayaan publik, serta terlibat dalam praktik korupsi dan kejahatan besar lainnya," demikian isi pengaduan.
Ketua DPR Filipina Ferdinand Martin G. Romualdez menegaskan bahwa pemakzulan ini bertujuan menegakkan hukum dan memastikan bahwa tidak ada pejabat publik yang kebal dari konsekuensi hukum, terlepas dari jabatan mereka.
Pada Rabu, 5 Februari 2025, DPR Filipina resmi memakzulkan Sara Duterte atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran konstitusi, terutama terkait penggunaan dana rahasianya.
Pemakzulan ini menjadi pukulan besar bagi dinasti politik Duterte yang berpengaruh. Popularitas keluarga Duterte melonjak sejak Rodrigo Duterte menjabat sebagai presiden pada 2016, dikenal karena kebijakan tegasnya dalam pemberantasan kejahatan dan perombakan kebijakan luar negeri Filipina. Selama kepemimpinannya, ia melancarkan perang terhadap narkoba yang menewaskan ribuan orang.
Ni Kadek Trisna Cintya Dewi turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.