Kritik Akademisi Soal Tas Bansos Bertuliskan Bantuan Wapres Gibran

1 month ago 38

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pengajar Hukum Tata Negara menyoroti pernyataan Menteri Sosial Saifullah Yusuf dan Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi ihwal tas bantuan sosial atau bansos bertuliskan "Bantuan Wapres Gibran."

Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan pernyataan dari kedua pejabat negara tersebut kontradiktif dan cenderung melegitimasi kesalahan yang dilakukan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

"Kalau bicara manfaat, semestinya tas tersebut tidak harus dituliskan tagline bantuan Wapres," kata Herdiansyah saat dihubungi, Jumat 6 Desember 2024.

Ia melanjutkan, alih-alih menyalurkan bansos sebagai upaya merepresentasikan kepedulian negara terhadap masyarakat. Tindakan Gibran cenderung sarat politik pencitraan.

"Bahkan yang dilakukan Mas Wapres tidak sesuai dengan aturan penggunaan dana operasional," kata anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) itu.

Pada Senin, 2 Desember lalu. Menteri Sosial Saifullah Yusuf, menilai tak ada permasalahan dalam pemberian bansos yang dibagikan Gibran kepada Masyarakat terdampak banjir di Jakarta Timur.

Ia mengatakan, pembagian bansos dengan tas bertuliskan “Bantuan Wapres Gibran” tak perlu diperdebatkan karena hal yang lebih penting, ialah mengenai manfaat bansos tersebut bagi Masyarakat.

"Menurut saya nggak ada masalah. Nggak perlu diperdebatkan, yang penting manfaatnya, itu yang utama," ujar Saifullah.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memiliki hak untuk memberikan bansos atas nama dan jabatannya. 

Ia menyebut, sebagai Wakil Presiden, Gibran memiliki dana operasional yang bisa digunakan untuk menunjang kebutuhan dan tugas pemerintahan. 

"Bantuan Wapres nggak apa-apa. Kan punya biaya operasional, beliau bisa gunakan itu untuk ke Masyarakat," kata Hasan.

Kendati menggunakan dana operasional, Herdiansyah mengatakan, apa yang dilakukan Gibran cenderung sebagai agenda politik pencitraan. Memang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.05/2008 mengatur tentang Dana Operasional Presiden dan Wakil Presiden.

Akan tetapi, kata dia, pada Pasal 2 ayat (4) peraturan itu, menyebutkan “Dana operasional Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat digunakan untuk membiayai kepentingan pribadi yang tidak berkaitan dengan kebutuhan dinas atau jabatan”. 

Sehingga, menurut dia, tindakan Gibran yang membagikan bansos dengan tas tersematkan identitas, adalah suatu hal yang tidak dapat dibenarkan. 

"Ini preseden buruk," kata Herdiansyah.

Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, sependapat dengan Herdiansyah. Ia mengatakan, alih-alih menjadi suri tauladan bagi Masyarakat, tindakan Gibran yang menyematkan identitas pada penyaluran bansos sarat akan upaya politik pencitraan. 

Sebagai seorang Wakil Presiden, kata dia, Gibran mestinya mampu menjalankan tugas pemerintahan dengan mengesampingkan kepentingan pribadi. 

"Harusnya bisa untuk menjauhkan diri dari praktik-praktik lancung yang hanya memikirkan pencitraan pribadi," kata Feri.

Menurut dia, apa yang dilakukan Gibran tak berbeda jauh dengan apa yang dilakukan ayahnya, Presiden ke-7 Joko Widodo. 

Saat memerintah, kata dia, Presiden Jokowi acapkali dinilai melakukan politik pencitraan menggunakan bansos, misalnya pada pemilihan presiden 2024 atau pada pemilihan kepada daerah lalu. 

"Meski like father like son, harusnya hal seperti ini tidak dilanjutkan karena buruk," ujar Feri.

Adapun Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membagikan bansos kepada masyarakat terdampak banjir di wilayah Kebon Pala, Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur pada 28 November 2024.

Dalam agenda tersebut, Gibran membagikan bansos yang dikemas dalam tas berwarna biru dengan gambar Istana Wakil Presiden di bagian tengah yang bertuliskan “Bantuan Wapres Gibran."


Daniel Ahmad Fajri dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |