Mensos Larang 3 Hal di Sekolah Rakyat: 'Bullying', Kekerasan, Rasisme

2 hours ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyatakan secara tegas, bahwa ada tiga hal yang tidak boleh terjadi di lingkungan Sekolah Rakyat, yaitu tidak boleh ada perundungan atau bullying, kekerasan fisik maupun seksual oleh siapa pun terhadap siapa pun, dan intoleransi atas dasar suku, agama, atau ras.

Hal itu ditegaskan Gus Ipul dalam kunjungan ke Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 24 Kediri, Jawa Timur pada Jumat (10/10). Di hadapan para siswa, guru, dan orang tua, Mensos lantas memimpin ikrar bersama.

"Kami keluarga besar SRMA 24 Kediri bertekad untuk tidak melakukan perundungan, kekerasan baik fisik maupun seksual, serta intoleransi terhadap siapa pun," kata Gus Ipul.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan, Sekolah Rakyat harus menjadi tempat tumbuh yang aman dan memuliakan. Artinya, tidak boleh ada kekerasan dalam bentuk apa pun.

Menurut Gus Ipul, ada tiga kunci memahami gagasan besar Sekolah Rakyat. Pertama, memuliakan wong cilik. Kedua, menjangkau yang belum terjangkau, dan ketiga, memungkinkan yang tidak mungkin.

"Banyak anak yang mengubur mimpinya karena tak punya kesempatan. Sekolah Rakyat hadir untuk menghidupkan mimpi itu. Siapa tahu, dari sini lahir seorang presiden," katanya.

Pada kunjungan itu, Mensos juga mendapat kejutan berupa sajian deretan talenta dari siswa-siswi, mulai berpuisi, Tari Srigayo, pidato Bahasa Inggris, atraksi silat, hingga paduan suara.

Gus Ipul menyatakan apresiasi, bahwa anak-anak SRMA 24 Kediri berpotensi tinggi, sejalan dengan hasil pemetaan yang menyatakan 37,4 persen siswa memiliki potensi STEM, 39,6 persen unggul di bidang sosial, dan 23 persen di bidang bahasa.

"Anak-anak SR ini tulus, perfeksionis, visioner, dan harmonis. Tapi juga perlu dibimbing agar lebih berani mengambil keputusan dan percaya diri. Itulah tugas guru dan wali asuh," ujarnya.

Hingga kini, sudah berdiri 165 titik Sekolah Rakyat di seluruh Indonesia yang menampung hampir 16.000 siswa dari keluarga prasejahtera. Salah satunya, SRMA 24 Kediri yang kini menjadi rumah bagi 100 siswa.

SRMA 24 Kediri dirancang berkonsep berasrama, dengan kegiatan belajar dan pembinaan karakter setiap hari. Para siswa tinggal di asrama, belajar dengan 17 guru, dibimbing 10 wali asuh dan 4 wali asrama, serta mendapat fasilitas lengkap, yaitu makan tiga kali sehari, dua kali snack, seragam, pemeriksaan kesehatan, hingga laptop.

Gus Ipul menyatakan, gedung saat ini bersifat sementara. Pada 2026, akan dibangun gedung baru dengan kapasitas lebih besar.

"Gedungnya saat ini masih sementara. Insya Allah tahun depan akan dibangun gedung permanen yang bisa menampung lebih dari seribu siswa dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Gedung permanen ini tentu ada ruang kelas, ruang makan, asrama, kegiatan ekstrakurikuler, dan fasilitas lengkap untuk mencetak anak-anak kurang mampu menjadi anak-anak hebat," tutur Gus Ipul.

Berbeda dari sekolah konvensional, Sekolah Rakyat tidak mengenal tes akademik dalam penerimaan siswa. Seleksi dilakukan dengan talent mapping berbasis DNA untuk melihat potensi anak dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Salah seorang pendamping sosial, Salis, menuturkan tentang seorang siswi yang menerima manfaat PKH secara lengkap. Sang ibu menerima sejumlah pendampingan, sedangkan Mey, anak yang bersekolah di SRMA 24 Kediri, merupakan contoh keberhasilan integrasi program perlindungan sosial.

"Anaknya sekolah gratis di SR, orang tuanya kita dampingi lewat PKH, BPNT, dan PBI. Nanti juga akan didorong menjadi anggota koperasi Merah Putih agar bisa mandiri," pungkas Salis.

(rea/rir)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |