Pakar soal Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR, Singgung soal Keseimbangan

1 hour ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Indonesian Parliementary Center (IPC), Ahmad Hanafi menilai mekanisme pergantian anggota DPR RI di luar pergantian antar waktu (PAW) baik untuk membangun keseimbangan politik.

Hanafi merespons gugatan lima mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait PAW anggota DPR yang hanya bisa dilakukan partai politik yang diatur lewat UU MD3. Dia menyebut saat ini tak ada mekanisme lain pergantian anggota DPR, selain Pergantian Antarwaktu (PAW) oleh partai politik.

Karenanya, meski berpotensi menjadi konflik internal, mekanisme evaluasi lain oleh rakyat, seperti dalam gugatan di MK, bisa membuat keseimbangan baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau soal dinamika politik di internal partai, justru mekanisme PAW terbuka malah dapat digunakan untuk membangun keseimbangan politik to. Karena ada kontrol langsung dari masyarakat," kata dia saat dihubungi, Kamis (20/11).

Dia meyakini gugatan tersebut berpeluang dikabulkan MK, bergantung pada argumen pemohon dan dinamika hakim konstitusi.

Di sisi lain, upaya tersebut menurut dia patut diapresiasi agar ada kesetaraan antara proses pemilihan oleh masyarakat dan proses evaluasinya. Dengan begitu, partai tidak bisa asal mengganti kadernya di DPR.

"Artinya, partai tidak bisa asal mem-PAW anggotanya tanpa basis legitimasi yang kuat sebagaimana perolehan suara di pemilu. Suara komplain konstituen juga harus dapat dijadikan rujukan," kata dia.

Hanafi memandang DPR semestinya memiliki unit pengaduan terhadap kinerja anggotanya. Unit tersebut termasuk harus mengakomodasi pelayanan anggota DPR terhadap konstituennya.

"Seharusnya ada unit pengaduan komplain terhadap kinerja anggota DPR ya. Termasuk program pelayanan anggota DPR terhadap konstituen," katanya.

Lima mahasiswa menggugat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) di Mahkamah Konstitusi (MK) dan meminta agar rakyat atau konstituen, bisa memberhentikan anggota DPR RI.

Kelima mahasiswa itu masing-masing Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Ketiadaan mekanisme pemberhentian anggota DPR oleh konstituen dinilai telah menempatkan peran pemilih dalam pemilu hanya sebatas prosedural formal. Sebab, anggota DPR terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak, tetapi pemberhentiannya tidak lagi melibatkan rakyat.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah untuk menafsirkan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 menjadi "diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

(thr/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |