TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Suriah Bashar al-Assad dilaporkan kabur meninggalkan Damaskus ke tempat yang tidak diketahui setelah pejuang oposisi masuk Ibu Kota. Warga turun ke jalan serta memenuhi alun-alun untuk merayakan kepergian Assad, Ahad, 8 Desember 2024.
Seperti dilansir dari Al Jazeera, kubu pejuang oposisi sudah masuk ke jantung Kota Damaskus dan menyatakan sebuah era baru. Mereka pun mengundang warga Negara Suriah yang berlindung ke luar negeri agar pulang kampung. Hadi al-Bahra, Kepala koalisi oposisi Suriah di luar negeri, mendekalarasikan Damaskus sudah bebas dari al-Assad dan mengucapkan selamat pada seluruh warga Suriah.
Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan komitmennya untuk terus beroperasi di Suriah di tengah panasnya pemberontakan. Pada Selasa 3 Desember 2024, Adam Abdelmoula, koordinator kemanusiaan dan residensial PBB di Suriah, menyampaikan bahwa eskalasi kekerasan yang terjadi saat ini merupakan yang paling signifikan sejak 2019.
Dikutip dari Antara, Abdelmoula, yang kini berada di Damaskus, menyerukan semua pihak untuk memprioritaskan perlindungan warga sipil, serta keselamatan bagi personel dan fasilitas kemanusiaan. Ia menekankan pentingnya keamanan bagi para pekerja bantuan yang sedang beroperasi di Suriah. PBB bersama mitranya tetap berkomitmen untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan menanggapi situasi yang berkembang, serta memperluas respons mereka secepat mungkin.
"PBB dan mitranya tetap berkomitmen untuk tetap berada di lokasi dan memberikan bantuan. Kami tengah mengatur penilaian situasi dan memperluas respons secepat dan semampu mungkin," katanya.
Dalam upaya menjaga keselamatan stafnya, Abdelmoula mengungkapkan bahwa lebih dari 152 staf nasional dan internasional PBB saat ini berada di Aleppo. Meskipun pihak PBB sudah berkomunikasi dengan kelompok anti-rezim seperti Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) untuk menjamin keamanan staf, beberapa di antaranya masih merasa tidak aman. Oleh karena itu, PBB sedang mengatur relokasi bagi staf yang terancam keselamatannya, sambil memastikan bahwa operasi kemanusiaan tetap berlanjut di tengah tantangan yang ada.
Abdelmoula juga menyoroti masalah pendanaan untuk respons kemanusiaan di Suriah, mengungkapkan bahwa negara tersebut baru menerima kurang dari 30 persen dari total permintaan dana sebesar 4,1 miliar dolar AS (sekitar Rp65,2 triliun) untuk tahun 2024. Kekurangan dana ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan di negara yang dilanda konflik selama hampir 14 tahun ini.
"Sekarang adalah saatnya untuk menjaga komitmen dan memastikan bahwa pendanaan untuk Suriah diberikan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat urgensinya, terutama mengingat eskalasi yang baru saja terjadi,”ujarnya.
Ramanathan Balakrishnan, koordinator kemanusiaan regional PBB untuk krisis Suriah, mengingatkan pentingnya kewajiban negara-negara untuk mematuhi hukum humaniter internasional. Ia juga menyoroti eksodus besar-besaran yang terjadi di Suriah, dengan puluhan ribu orang terpaksa mengungsi akibat kekerasan yang semakin meningkat. Balakrishnan memperingatkan bahwa kesenjangan pendanaan yang terjadi bisa memperburuk penderitaan kelompok-kelompok paling rentan di kawasan ini.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyerukan penghentian segera pertikaian di Suriah, mengingatkan semua pihak tentang kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional dan mendesak dilakukannya proses politik yang dipimpin oleh PBB. Guterres menyerukan perlindungan bagi warga sipil dan infrastruktur sipil yang menjadi korban kekerasan.
Selain itu, Guterres menekankan pentingnya komunikasi yang serius di antara semua pihak terkait untuk merumuskan solusi yang komprehensif, sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2254 Tahun 2015, yang bertujuan untuk mengakhiri konflik dan memberikan masa depan damai bagi rakyat Suriah.
"Rakyat Suriah telah mengalami konflik selama hampir 14 tahun. Mereka berhak mendapatkan cakrawala politik yang akan memberikan masa depan damai, bukan lebih banyak pertumpahan darah," katanya.
Suci Sekarwati berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Meneropong Masa Depan Suriah: Boyak Akibat Perang Saudara dan Krisis Sumber Daya Berlanjut