TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu masalah kesehatan yang sering dialami masyarakat adalah alergi. Alergi banyak jenisnya, seperti alergi telur, susu, dan makanan lain. Di Indonesia, sekitar 53 persen orang mengalami alergi. Alergi paling sering terjadi pada orang berusia 15–55 tahun, tetapi bisa juga dialami anak-anak dan lansia.
Alergi makanan adalah reaksi abnormal yang terjadi ketika sistem imun tubuh keliru mengidentifikasi protein dalam makanan tertentu sebagai ancaman dan dapat menyebabkan berbagai gejala, mulai dari ringan hingga berat, dan dapat berpotensi mengancam jiwa. Berikut informasi lebih lanjut mengenai penanganan dan obat yang direkomendasikan untuk alergi makanan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Bajawa sedang berkolaborasi dengan IDI Bandar Lampung dalam meneliti lebih lanjut terkait alergi makanan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan lain, faktor utama penyebab alergi makanan, serta pengobatan yang tepat bagi penderita.
Penyebab orang alergi terhadap makanan
IDI Bajawa dengan alamat website idibajawa.org menjelaskan alergi makanan terjadi ketika sistem kekebalan tubuh keliru mengidentifikasi protein dalam makanan sebagai ancaman, yang memicu reaksi alergi. Berikut penyebab utama orang menderita alergi makanan.
Reaksi alergi terhadap protein pada makanan
Alergi makanan disebabkan respons imun terhadap protein tertentu dalam makanan. Ketika seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung alergen, sistem imun merespons dengan memproduksi antibodi yang disebut Immunoglobulin E (IgE) untuk melawan protein tersebut, yang dianggap berbahaya.
Faktor keturunan atau genetik
Pemilik riwayat keluarga alergi, seperti asma atau dermatitis atopik, berisiko lebih tinggi mengalami alergi terhadap makanan. Faktor genetik ini dapat mempengaruhi kecenderungan untuk mengembangkan alergi.
Faktor usia
Alergi makanan lebih umum terjadi pada bayi dan anak-anak. Beberapa alergi dapat hilang seiring bertambahnya usia. Tetapi alergi terhadap kacang tanah dan beberapa jenis makanan laut cenderung bertahan hingga dewasa.
Faktor gaya hidup serta lingkungan
Pola makan kurang sehat, kurang konsumsi antioksidan dari sayuran dan buah-buahan, serta gaya hidup yang tidak higienis dapat meningkatkan risiko terjadinya alergi makanan. Obesitas juga berkontribusi pada keadaan inflamasi yang dapat memicu reaksi alergi.
Reaksi silang
Reaksi silang atau cross reactivity dapat terjadi, misalnya jika seseorang alergi susu sapi, mereka mungkin juga bereaksi terhadap susu kambing karena kemiripan protein pada kandungannya.
Obat yang direkomendasikan untuk redakan reaksi alergi makanan
IDI Bandar Lampung telah meneliti lebih lanjut terkait alergi makanan. Ada beberapa jenis obat yang direkomendasikan, tergantung tingkat keparahan reaksi alergi yang dialami. Berikut obat-obatan yang umum digunakan.
Antihistamin
Diphenhydramine merupakan obat antihistamin yang dapat mengobati gejala dan reaksi alergi. Obat ini juga dapat mencegah dan mengobati mabuk perjalanan atau gejala penyakit Parkinson.
Kortikosteroid
Prednisolon adalah obat yang mengandung hormon kortikosteroid buatan. Obat ini berguna untuk beberapa kondisi, seperti radang sendi, gangguan pada darah, masalah sistem imun, alergi, masalah pernapasan, alergi parah, hingga kanker.
Dekongestan
Dekongestan dapat digunakan jika alergi menyebabkan hidung tersumbat. Contoh dekongestan termasuk pseudoephedrine, yang bekerja dengan mengurangi pembengkakan di saluran hidung.
Sebelum menggunakan obat-obatan ini, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan rekomendasi pengobatan sesuai kondisi individu. Selain itu, orang dengan alergi makanan harus selalu memeriksa label makanan dan menghindari alergen yang terkandung untuk mencegah reaksi alergi.