Pidato Bahlil di HUT ke-60 Partai Golkar: Singgung Menang Kalah Pilkada hingga Sistem Politik

4 weeks ago 22

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golkar baru saja menggelar acara puncak peringatan hari ulang tahun ke-60 Partai Goolkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Kamis malam, 12 Desember 2024. Dalam acara yang dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia menyampaikan beberapa hal dalam pidatonya.

Singgung Menang Kalah Pilkada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahlil mulanya mengatakan acara tersebut dihadiri calon gubernur dan calon wakil gubernur yang menang ataupun kalah di pilkada 2024. Ia pun mengingatkan, kader yang menang sebaiknya tidak jemawa. Sementara kader yang kalah tak boleh berkecil hati. "Jadi, menang maupun kalah. Saya pikir yang menang jangan jemawa. Bagi kita semua yang kalah juga jangan bersedih," katanya. 

Selain itu, Bahlil juga meminta bagi pihak yang kalah agar tidak menyalahkan institusi atau pihak manapun. Pihak yang kalah harus terus maju dan berusaha agar dapat meraih kemenangan. "Jadi, kalau baru kalah sekali jangan menyalahkan institusi lain dong. Jangan menyalahkan yang lain. Maju terus, taunya yakin, usaha sampai," ujarnya. 

Sebut Presiden Alumnus Golkar

Bahlil juga menyinggung soal hubungan Presiden Prabowo Subianto dengan partai berlambang pohon beringin itu. Ia menilai partainya masih ada di hati Prabowo karena menghadiri puncak HUT ke-60 Partai Golkar menggunakan dasi berwarna kuning.

Bahlil menyebut bahwa Ketua Umum Partai Gerindra itu merupakan alumnus dari Partai Golkar sehingga doktrin "kekaryaan" yang dianut oleh Partai Golkar masih ada dalam sanubari Presiden Prabowo. "Hari ini jas boleh hitam, tetapi dasi tetap kuning. Artinya Golkar tetap ada di dalam hati Bapak Prabowo," ucapnya.

Singgung Perjalanan Politik Prabowo

Bahlil juga sempat mengungkit soal perjalanan politik Presiden Prabowo Subianto. Ia menyebut Prabowo pernah kalah pada konvensi Partai Golkar untuk bisa maju sebagai calon presiden pada 2004, tetapi 20 tahun kemudian berhasil menjadi Presiden Republik Indonesia.

Menurut dia, Prabowo Subianto merupakan kader terbaik Partai Golkar yang kemudian berpindah ke Partai Gerindra. Walaupun berpindah, Partai Golkar tetap menghargai partai lain. "Yang menang (konvensi) waktu itu adalah Pak Wiranto. Namun, dalam pilpres belum Allah mengizinkan jadi Presiden. Akan tetapi, yang kalah konvensi, 20 tahun kemudian langsung terpilih jadi Presiden," ujarnya.

Selain itu, dia pun mengungkapkan bahwa konvensi Partai Golkar yang digelar pada 2004 tersebut sedang berada di era Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung. Kendati demikian, dia mengatakan Akbar Tandjung tak serta-merta menjadi calon presiden. Ia menambahkan, dinamika yang terjadi pada partainya itu membuktikan bahwa Golkar adalah partai yang betul-betul mengikuti perkembangan sistem politik yang ada.

Mempertanyakan Sistem Politik

Bahlil turut meminta izin kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mulai merumuskan formulasi baru terhadap sistem politik di Indonesia, yang ia nilai berbiaya tinggi. Dalam penjelasannya, ia menyebut harus ada formulasi yang tepat untuk sistem politik yang benar-benar baik untuk rakyat dan negara demi mewujudkan cita-cita proklamasi.

Bahlil juga yakin berbagai kalangan mempertanyakan sistem politik yang terjadi saat ini, khususnya setelah pilkada 2024. "Dan saya pikir Pak Presiden, kalau memang partai lain belum mau menginisiasi, izinkan kami Golkar memulai dialektika ini, kami akan merumuskan, kami akan memberikan satu pemikiran-pemikiran yang baik," katanya.

Dalam pandangan Partai Golkar, menurut dia, tujuan negara bukan hanya demokrasi. Pasalnya, demokrasi adalah instrumen untuk mencapai tujuan politik. Bahlil pun menyebut bahwa tujuan negara adalah mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut mengambil bagian dalam ketertiban dunia.

Hendrik Yaputra dan Antara turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |