Presiden Prabowo Sudah Bilang Utang Whoosh Dibayar APBN, Airlangga: Masih Pembahasan

3 hours ago 9
Airlangga Hartarto | Wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Presiden Prabowo Subianto memang sudah tegas menyataa di forum bahwa dia selaku presiden bakal bertanggungjawab atas utang proyek kereta cepat Whoosh dan pembayaran bakal menggunakan APBN.
Pernyataan presiden ini justru bertentangan dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya, yang tegas-tegas mengatakan tidak akan menggunakan APBN untuk melunasi utang jumbo proyek Whoosh.

Dan kini, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto turut buka suara. Ia menyebut bahwa wacana penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup tunggakan proyek kereta cepat Jakarta–Bandung masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian.

“Masih dalam pembahasan,” kata Airlangga saat ditemui di Jakarta, Jumat (7/11/2025). Namun, ia enggan merinci lebih jauh arah diskusi tersebut, termasuk apakah pemerintah sudah menyiapkan skema pembiayaan baru atau revisi terhadap struktur pinjaman yang ada.

Sebelumnya, Presiden Prabowo menegaskan kesediaannya untuk menanggung beban utang proyek Whoosh dengan mekanisme pembayaran melalui APBN. Ia bahkan sempat menyebut kemungkinan menalangi sebagian cicilan menggunakan dana hasil sitaan dari kasus-kasus korupsi.

Langkah tersebut menuai beragam tanggapan. Pengamat ekonomi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai ide Presiden Prabowo itu menarik secara moral karena menunjukkan tanggung jawab negara terhadap proyek strategis nasional. Namun, dari sisi regulasi dan tata kelola keuangan, rencana tersebut tidak sederhana untuk dijalankan.

“Dana hasil sitaan korupsi itu masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan penggunaannya wajib melalui mekanisme APBN. Tidak bisa langsung dialokasikan tanpa persetujuan atau payung hukum yang jelas,” ujar Achmad.

Ia menambahkan, jumlah uang rampasan yang disetorkan KPK setiap tahun pun fluktuatif. Pada 2024 misalnya, totalnya hanya sekitar Rp637 miliar, sementara kebutuhan pembayaran utang proyek Whoosh mencapai lebih dari Rp1,2 triliun per tahun. “Artinya, bahkan jika seluruh uang sitaan dipakai, tetap tidak cukup untuk menutup cicilan tahunan proyek tersebut,” lanjutnya.

Menurut Achmad, kebijakan fiskal kreatif tetap harus berpijak pada prinsip keberlanjutan. Jika pemerintah memaksakan sumber dana yang tidak rutin, risiko fiskal dan kredibilitas keuangan negara bisa terganggu. “Negara boleh mencari cara inovatif, tapi tidak boleh mengorbankan transparansi dan akuntabilitas,” tegasnya.

Sebagai catatan, proyek kereta cepat Jakarta–Bandung resmi beroperasi pada Oktober 2023. Konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memegang porsi kepemilikan 60 persen dari pihak Indonesia dan 40 persen dari pihak Tiongkok. Biaya pembangunan yang semula diperkirakan sebesar US$ 5,5 miliar membengkak menjadi US$ 7,27 miliar atau setara Rp118,4 triliun akibat cost overrun.

Dari total pembengkakan biaya US$ 1,2 miliar, sebanyak 75 persen dibiayai dengan pinjaman baru dari China Development Bank, sedangkan sisanya 25 persen ditutup melalui tambahan modal dari para pemegang saham KCIC. Hingga kini, arah kebijakan pembayaran utang proyek Whoosh masih menjadi sorotan publik, terutama setelah pernyataan Presiden dan para menteri menunjukkan perbedaan pandangan di dalam kabinet. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |