TEMPO.CO, Depok - Dominasi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS di Depok kemungkinan akan berakhir. Pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Depok 2024, calon dari PKS Imam Budi Hartono-Ririn Farabi Arafiq lewat hitung cepat, kalah dari rivalnya Supian Suri-Chandra Rahmansyah.
Berdasarkan quick count Voxpol Center Imam-Ririn mendapat suara dengan persentase 46,93 persen, sedangkan Supian Suri-Chandra Rahmansyah di 53,07 persen.
Pengamat politik dari Lembaga Visi Nusantara (LS Vinus) Yusfitriadi menilai sejak awal sudah ada gejala PKS akan menghentikan dominasinya setelah hampir 2 dekade berkuasa.
Sebelumnya, sejak era kepemimpinan Nur Mahmudi Ismail hingga Mohammad Idris, kedua politikus PKS itu moncer menjabat Wali Kota Depok selama 2 periode. Bahkan, pada periode kedua Mohammad Idris, didampingi politikus di partai yang sama yakni Imam Budi Hartono.
Yusfitriadi mencontohkan gejala yang dimaksud, seperti riak-riak warga yang tidak melihat perubahan signifikan di beberapa aspek kebutuhan dasar masyarakat, atau juga di internal aparatur pemerintahan yang ekslusif.
"Namun hal itu tidak ditampakkan oleh masyarakat, terlebih oleh aparatur pemerintahan, karena melihat dominasi kekuasaan PKS terlalu kuat di Kota Depok," kata Yusfitriadi.
Bahkan menurut dia, selama ini dalam benak publik, Depok dikenal sebagai kota PKS.
Selain faktor eksternal, Yusfitriadi menilai tumbangnya PKS di Pilkada 2024 karena ada juga faktor internalnya. Di antaranya, ketidakpuasan aparatur pemerintahan Kota Depok. Menurut Yusfitriadi, Supian Suri salah satu contoh konkrit dari ketidakpuasan atas tata kelola pemerintahan di Depok.
"Kita sama-sama tahu, Supian Suri selain masih ada unsur keluarga dengan Wali Kota Mohammad Idris, tim sukses Idris pada Pilkada 2020, juga merupakan sekretaris daerah (Sekda) dalam kabinet Idris-Imam," ujar dia. Jadi, kata Yusfitriadi, tak mungkin Supian Suri maju jadi Wali Kota Depok, jika sudah nyaman berada di bawah bayang-bayang Idris.
"Kalaupun mau mencalonkan, maka dia bisa pilih sebagai pendamping Imam. Namun karena tidak nyaman sehingga berani mengambil posisi berhadapan dengan kelompok Idris di Pilkada 2024 ini," kata dia.
Selain itu, mantan anggota tim seleksi Bawaslu Yogyakarta 2023 ini mengatakan, tumbangnya PKS tak lain karena banyaknya masalah yang menyeruak ke permukaan tentang tata kelola pemerintahan yang kurang baik. "Ini mempertegas bahwa rezim PKS di Depok tidak mungkin bertahan lagi," kata Yusfitriadi.
Kedua, kata Yusftriadi, eksklusivitas pengelolaan pemerintahan. Sebenarnya isu ini sudah lama terdengar, namun karena dominasi PKS yang kuat, sehingga sulit muncul ke permukaan.
"Tapi hal itu hanya bisa dirasakan oleh aparatur pemerintahan kota depok sampai pada tingkat kelurahan. Sehingga aparatur pemerintahan tersebut sangat mungkin tidak merasakan kenyamanan di bawah kekuasaan PKS selama 20 tahun tersebut. Minimal dalam 5 tahun terakhir," kata Yusfitriadi.
Mantan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia ini juga menyoroti faktor eksternal yang berkontribusi tumbangnya rezim PKS di Depok, yakni pertama secara umum di internal PKS rapuh.
"Diawali dengan keluarnya para petinggi PKS dan membentuk Partai Gelora, disusul banyak penasihat PKS keluar itu mengindikasikan rapuhnya manajemen PKS. Tentu saja hal itu diikuti oleh pengurus elite partai dan sedikit banyak akan mempengaruhi konstituen PKS, termasuk di Kota Depok," papar Yusfitriadi.
Hal tersebut juga terlihat dari tumbangnya calon yang diusung PKS di Pilkada Jawa Barat dan Jakarta. Padahal, partai berlambang bulan sabit kembar tersebut menjadi pemenang di beberapa kota Jawa Barat seperti Bogor dan Kota Bekasi. Di Jakarta, PKS juga mendominasi pemilihan legislatif.
"Artinya, PKS saat ini sedang tidak baik-baik saja, bahkan kalau tidak ada pembenahan, bukan tidak mungkin 2029 mendatang PKS akan menjadi partai papan bawah, yang saat ini ada di posisi partai menengah," kata Yusfitriadi.
Adapun pada tingkat nasional, langkah PKS bergabung dengan koalisi pendukung Prabowo dianggap sebagai blunder. PKS yang sebelumnya di Pilpres 2024 mengusung tema perubahan, pascapemilu justru memilih bergabung dengan pemerintahan. Meski mereka tak mendapat jatah menteri di kabinet Prabowo.
"Sehingga posisi PKS sangat lemah ketika mau mengambil posisi pragmatis," uar dia.
Salah satu faktor lainnya adalah saat PKS meninggalkan Anies Baswedan di Pilkada Jakarta. "Hal itu sangat merugikan pasangan calon yang diusung PKS di beberapa kabupaten/kota. Terutama di kota-kota yang dekat dengan Jakarta, termasuk Depok," ujar dia.
Kondisi-kondisi tersebut, kata Yusfitriadi, untuk konteks Depok merupakan insentif penting dalam memuluskan Supian Suri-Chandra Rahmansyah meraih simpati masyarakat, dan menjadi salah satu penyebab kekalahan PKS di Kota Bogor dan Bekasi.
Yusfitriadi mengatakan, dari hasil survei, banyak pemilih PKS yang beralih ke Supian Suri karena mengaku bosan dengan kepemimpinan PKS yang sudah 20 tahun berkuasa, tapi warga tak dapat apa-apa.
Keempat, faktor ketidakpuasan masyarakat. Menurut satu data kualitatif yang Yusfitriadi dapatkan ketika survei, masyarakat banyak yang memilih Supian Suri, karena sudah jengah terhadap kepemimpinan PKS yang sudah 20 tahun, namun tidak ada perubahan mendasar yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas.
"Saya mengamati perubahan hanya bisa dilihat dari bangunan-bangunan megah yang ada di sepanjang jalan Margonda dan GDC. Namun di pinggiran Depok, permasalahan sanitasi, banjir, kekumuhan, sampah tidak bisa diselesaikan selama 20 tahun. Sehingga masyarakat berharap dengan memilih bukan rezim PKS kondisi ini bisa berubah," ucap Yusfitriadi.