INFO BISNIS – PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) semakin memperkuat posisinya di industri telekomunikasi Indonesia setelah mengakuisisi PT Ultra Mandiri Telekomunikasi (UMT), anak usaha PT PP Infrastruktur. Riset terbaru BRI Danareksa Sekuritas menilai akuisisi ini akan berdampak positif bagi bisnis perseroan.
Akuisisi senilai Rp650 miliar ini menambah kepemilikan jaringan serat optik Mitratel sepanjang 8.101 kilometer, menjadikan total jaringannya lebih dari 47.800 kilometer. Langkah ini disebut sebagai strategi penting untuk meningkatkan daya saing Mitratel, terutama dengan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) yang saat ini memimpin dengan jaringan sepanjang 220.975 kilometer. Analis BRI Danareksa memberikan rekomendasi “beli” untuk saham Mitratel dengan target harga Rp 1.000 per saham, atau berpotensi naik 49 persen dari harga penutupan terakhir di Rp 670 per saham pada 9 Desember 2024. Akuisisi UMT juga diharapkan memberikan kontribusi pendapatan langsung bagi Mitratel melalui kontrak yang dapat dikonsolidasikan dalam laporan keuangannya. Direktur Investasi Mitratel, Hendra Purnama, menyatakan bahwa akuisisi ini akan memperkuat ekosistem bisnis perusahaan dan meningkatkan kemampuan untuk menciptakan pendapatan baru. Langkah ini juga menjadi bagian dari upaya memperluas kepemimpinan Mitratel di sektor telekomunikasi. Potensi dan Peluang Setelah Akuisisi Akuisisi UMT memberikan peluang besar bagi Mitratel untuk memanfaatkan aset fiber optic dalam mengembangkan infrastruktur FTTH (fiber to the home). Menurut dua analis BRI Danareksa, Richard Jerry dan Christian Sitorus, investasi ini berpotensi membuka segmen pendapatan baru. Riset Trimegah Sekuritas menambahkan bahwa utilisasi jaringan serat optik Mitratel akan meningkat hingga 1,55 kali setelah akuisisi ini, dengan potensi pendapatan dari tarif sewa serat optik sebesar Rp 8,5 juta hingga Rp 9 juta per kilometer per tahun. Mitratel juga mencatat peningkatan jumlah menara telekomunikasi hingga 39.269 unit, terbanyak di Asia Tenggara. Kolokasi dan jumlah tenant juga terus tumbuh signifikan, masing-masing naik 8,4 persen dan 6,7 persen secara tahunan. Analis BRI Danareksa, Niko Margaronis dan Kafi Ananta, masih optimistis terhadap sektor telekomunikasi dengan mempertahankan rating “overweight”. Mereka memprediksi sektor ini akan terus tumbuh, didorong oleh pengembangan layanan broadband tetap (fixed broadband) dan potensi merger-akuisisi operator telekomunikasi. Potensi Merger XL dan Smartfren Kabar di pasar menyebutkan adanya potensi merger antara PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Tbk (FREN). “Hal ini ditunjukkan dengan pengunduran diri CEO EXCL dan penjadwalan ulang Analyst Day Axiata,” ujar Niko dan Kafi. Jika terjadi, merger tersebut dapat menciptakan stabilisasi pasar dan meningkatkan efisiensi operasional di sektor telekomunikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, Telkomsel terus mempromosikan layanan By.U untuk memaksimalkan sinergi dengan IndiHome. Langkah ini menunjukkan semakin ketatnya persaingan layanan seluler dan broadband di Indonesia. “Tapi risiko utama sektor ini adalah meningkatnya persaingan dan ketidakpastian terkait dengan judi online,” tulis analis BRI Danareksa. Sebelumnya, terkait dengan akuisisi saham perusahaan pemilik fiber optic, Direktur Investasi Mitratel, Hendra Purnama mengatakan keuntungan transaksi akuisisi ini ialah perseroan akan memperoleh tambahan portofolio fiber optic secara langsung.
Perseroan juga akan memperoleh potensi tambahan pendapatan sesuai dengan kontrak UMT secara langsung yang dapat dikonsolidasikan dalam laporan keuangan perseroan pascatransaksi. “Penambahan portofolio fiber optic dari UMT juga akan memperkuat ekosistem bisnis Mitratel dalam rangka penguatan kepemimpinan di industri,” kata Hendra. (*)