TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menangkap mantan Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, Zarof Ricar, karena terlibat bermain perkara Gregorius Ronald Tannur atau Ronald Tannur. Ia dijanjikan fee Rp 1 miliar jika bisa melobi hakim agung membebaskan anak eks Anggota DPR Fraksi PKB, Edward Tannur tersebut di tingkat kasasi.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan, keterlibatan Zarof dalam kasus tersebut adalah sebagai perantara antara pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dan hakim agung. Zarof dibekali Rp 5 miliar untuk diberikan kepada tiga hakim agung yang menangani kasasi Ronald Tannur.
“LR meminta ZR agar bisa mengupayakan hakim agung pada MA tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam putusan kasassinya,“ kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jumat malam, 25 Oktober 2024.
Dari hasil pengembangan, penyidik menemukan bukti kalau Zarof memang terbiasa bermain perkara di Mahkamah Agung untuk menguntungkan pihak berperkara. Perbuatan lancung itu dilakukan Zarof sejak berdinas di Mahkamah Agung sejak 2012 hingga 2022.
“Selain kasus permufakatan jahat untuk melakukan suap (perkara Ronald Tannur), saudara ZR pada saat menjabat menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di Mahkamah Agung,” kata Qohar.
Atas perbuatannya, Zarof dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Zarof tidaklah sendiri sebagai orang yang meraup keuntungan dari permainan perkara di Mahkamah Agung. Berikut beberapa pejabat Mahkamah Agung yang kerap bermain perkara:
1. Nurhadi Abdurrahman
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Nurhadi Abdurrachman sebagai tersangka bersama menantunya Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto pada 16 Desember 2019.
Enam bulan setelahnya, pada 2 Juni 2020, KPK menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung itu setelah sempat buron. Ia bersama menantunya Rezky Herbiyono menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto terkait perkaranya melawan PT Kawasan Berikat Nusantara ihwal perjanjian sewa-menyewa depo kontainer.
Selain itu, Nurhadi juga terbuktii menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kassasi, maupun peninjauan kembali.
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman (kiri), berjalan memasuki gedung KPK, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan, Selasa, 6 November 2018. KPK juga telah memeriksa Nurhadi beberapa kali dalam proses penyidikan Edy Nasution. ANTARA
Iklan
2. Hasbi Hasan
12 Juli 2023, mantan Sekretaris Mahkamah Agung Hasbi Hasan dicokok KPK karena menerima uang Rp 3 miliar dari bekas Komisaris Independen PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto. Uang tersebut didapat Dadan dari debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka. Tujuannya untuk memuluskan perkara kasasi dalam sengketa kepengurusan KSP Intidana dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman,
Hasbi diduga menjadi makelar atau perantara dalam pengurusan perkara sengketa KSP Intidana. Kasus ini juga melibatkan seorang hakim agung nonaktif Gazalba Saleh.
Terdakwa Hasbi Hasan, Sekretaris Mahkamah Agung nonaktif, melangkah meninggalkan ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor, Jakarta Pusat, seusai mendengar vonis 6 tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi, pada Rabu, 3 April 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun
3. Zarof Ricar
Kamis, 24 Oktober 2024, tim penyidik Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khsusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menggeledah rumah mantan Kepala Balitbamg Diklat Kumdil Mahkamah Agung, Zarof Ricar di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Penggeledahan itu berkaitan dengan dugaan keterlibatan Zarof dalam upaya pengurusan perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur atau Ronald Tannur.
Namun, dalam penggeledahan itu, tim penyidik justru menemukan uang SG$ 74.494.427, US$ 1.897.362, EUR 71.200, HK$ 483.320, dan mata uang Rp 5.725.075.000 yang jika dikonversikan ke rupiah totalnya Rp 920.912.303.714 (Rp 920,91 miliar).
Selain uang tunai, penyidik juga menyita 498 kepingan logam mulia berupa emas seberat 100 gram, empat keping logam mulia emas seberat 50 gram, dan satu keping logam mulia emas sebesar 1 kilogram dari rumah Zarof, sehingga total seluruhnya kurang lebih 51 kilogram.
Menurut pengakuan Zarof, uang itu hasil permainan perkara di Mahkamah Agung sejak 2012 hingga 2022.
Pilihan Editor: Kata MA soal Eks Pejabatnya Ditangkap Kejagung Dalam Kasus Ronald Tannur