Tambang Pasir Ilegal di Lereng Merapi Hasilkan Omzet Rp 3 T, Tak Bayar Pajak Sama Sekali

15 hours ago 8
Ilustrasi penambangan | freepik

MAGELANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Heboh! Ketahuan akhirnya ada penambang pasir ilegal di lereng Merapi. Hebohnya lagi, omzet yang dihasilkan dari praktik tersebut mencapai Rp 3 triliun, dan dari jumlah itu, tak ada sepeserpun pajak dibayar ke negara!

Hal itu terungkap setelah kasuanya diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri bersama Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah.

Tim  turun tangan menutup aktivitas tambang pasir ilegal yang dinilai telah merusak ratusan hektare kawasan konservasi tersebut.

Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mohammad Irhamni, mengungkapkan hasil penyelidikan intensif menemukan 36 titik tambang pasir ilegal dan 39 depo pasir yang tersebar di lima kecamatan di Kabupaten Magelang, yakni Srumbung, Salam, Muntilan, Mungkid, dan Sawangan.

“Selama dua tahun terakhir, perputaran uang dari aktivitas tambang ilegal di kawasan ini diperkirakan mencapai Rp 3 triliun. Tidak ada pajak yang dibayar, dan tidak ada kontribusi pada pemerintah,” ujar Irhamni saat meninjau lokasi tambang di Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, Sabtu (1/11/2025).

Ia menjelaskan, penyelidikan dilakukan setelah aparat menerima berbagai laporan dari masyarakat, lembaga, dan instansi terkait. Dari hasil pemetaan, banyak titik tambang ternyata berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, wilayah konservasi seluas 6.607 hektare yang seharusnya steril dari aktivitas penambangan apa pun.

Menurut data Balai TNGM, hingga Oktober 2025 sudah ditemukan 312 hektare lahan rusak akibat pembukaan tambang pasir ilegal di kawasan tersebut. Irhamni menegaskan, tindakan hukum akan dilakukan secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir, termasuk jaringan pelaku usaha dan pihak-pihak yang menikmati hasil tambang tanpa izin.

“Lokasi tambang dan depo yang terbukti ilegal sudah kami segel. Beberapa alat berat seperti lima unit ekskavator dan satu truk pengangkut pasir juga telah diamankan,” tegasnya.

Kondisi lapangan menggambarkan luka serius di tubuh Merapi. Di antara kebun salak dan jalan tanah berbatu, tampak bekas galian membentuk tebing curam. Lumpur bekas kerukan masih mengendap di alur sungai, menjadi saksi bisu betapa lama aktivitas tambang itu berlangsung sebelum aparat turun tangan.

Kepala Balai TNGM, Muhammad Wahyudi, menyatakan keprihatinannya atas kerusakan yang terjadi. Ia menegaskan bahwa kawasan taman nasional merupakan wilayah pelestarian alam yang dilindungi undang-undang, bukan area eksploitasi ekonomi.

“Dengan alasan apa pun, pengambilan sumber daya dari kawasan taman nasional tidak dibenarkan. TNGM bukan tempat penambangan,” ujarnya.

Sementara itu, penyidik Bareskrim menjerat para pelaku dengan Pasal 158 dan/atau Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ancaman pidana maksimalnya mencapai 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar.

Menurut Irhamni, proses penyidikan masih berjalan dan sejumlah saksi telah diperiksa. “Kami sedang mengembangkan untuk menetapkan tersangka. Semua pihak yang terlibat akan kami tindak tegas,” katanya.

Penindakan ini diharapkan menjadi titik balik dalam penyelamatan kawasan Merapi dari eksploitasi ilegal yang semakin merajalela. Selain menimbulkan kerusakan lingkungan, tambang liar juga meningkatkan risiko longsor dan banjir lahar ketika musim hujan tiba.

Kini, pemerintah daerah bersama Balai TNGM fokus pada upaya pemulihan kawasan yang telah rusak. Akses menuju area tambang mulai ditutup dan rencana rehabilitasi vegetasi sedang disiapkan.

“Merapi adalah sumber kehidupan, bukan ladang eksploitasi. Saatnya masyarakat dan pemerintah bersatu menjaga keseimbangannya,” pungkas Wahyudi. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |