TEMPO.CO, Jakarta - Teater Musik Imam Al Bukhari Sukarno Bali Purnati akan pentas di tiga kota Uzbekistan pada November 2024. Pementasan tablo teater musik tentang perjalanan Presiden Sukarno ke Uzbekistan pada 1956 ini merupakan kerja sama antara Bali Purnati Indonesia dan Kattakurgan Drama Theater of Samarkand, Uzbekistan.
Pementasan akan berlangsung di tiga kota di Uzbekistan yakni Kattakurgan State Drama Theater di Kattakurgan, Smarkand Region pada 16 November; di Hamid Olimjon Nomidagi Drama va Musiqa, Teatri, Samarkand, Samarkand region, Uzbekistan pada 18 November, Mukimiy Uzbek State Music Theater (Tashkent, Uzbekistan) pada 20 November.
Restu Imansari Kusumaningrum dari Bumi Purnati Indonesia menjelaskan pentas kolaborasi ini mencoba menelusuri dan memaknai kunjungan kenegaraan Presiden Sukarno ke Uzbekistan pada 1956. Kunjungan Sukarno saat itu dirasakan penting karena mempertegas diplomasi politik Indonesia di tengah situasi Perang Dingin yang belum reda. Kunjungan Sukarno saat itu mempererat hubungan kedua negara yang penduduknya beragama Islam. Kedua negara juga telah bertemu di Konferensi Asia Afrika di Bandung pada April 1955.
“Pentas kolaborasi karya ini menampilkan bukan hanya aspek-aspek penting teater modern tetapi juga musik klasik dan modern, lagu nasional, musik tradisi, untaian zikir, film dokumenter, hingga simbol-simbol keagamaan kedua negara,” ujar Restu dalam siaran pers yang diterima Tempo, 14 November 2024.
Dalam pentas ini juga akan menampilkan beberapa tokoh kunci yang menjadi saksi sejarah dalam kunjungan Sukarno ke Uzbekistan dan bertemu dengan Presiden Nikita Khrushchev 1. Mereka akan ditampikan dalam teater diiringi alunan musik zikir, videografi, gerak dan dialog (tableu theater) yang isi mengisi gubahan seniman kedua negara. Pentas Imam Al-Bukhari & Sukarno adalah sebuah “historical reenactment” (menghidupkan kembali) dan “teater arsip” yang mengingatkan kita kembali kepada misi-misi kesenian Indonesia ke mancanegara pada masa pemerintahan Sukarno, terutama sepanjang 1950-1965.
Saat Presiden Sukarno ke Uzbekistan diundang Presiden Soviet Nikita Khrushcev, Sukarno tak langsung menyetujui kunjungan tersebut. Sukarno meminta syarat agar Khrushchev menemukan kembali makam Imam Bukhari, pemimpin para perawi hadis yang sangat dihormati di kalangan umat Islam. Situasi politik antara Blok barat dan timur yang memanas dalam Perang Dingin membuat Sukarno berhati-hati dalam kunjungan kenegaraan ini.
“Indonesia dalam hal ini harus menjalankan haluan politiknya yang bebas-aktif dan nonblok dan karenanya Sukarno meminta untuk menziarahi makam Imam Bukhari,” ujar Restu.
Sesungguhnya, tidak mudah bagi negara komunis semacam Uni Soviet untuk menemukan makam seorang tokoh Islam yang menjadi pemimpin para perawi hadis ini. Namun permintaan Bung Karno ini justru mendorong kerja sama kedua negara kemudian. Setelah Bung Karno mengunjungi Uzbekistan pada 1956, Nikita Khrushchev mengunjungi Indonesia pada 1960.
Pentas Imam Al-Bukhari & Sukarno, kata Restu, menghidupkan kembali sejarah dan merupakan teater arsip yang mengingatkan kembali pada misi-misi kesenian Indonesia ke mancanegara pada masa pemerintahan Sukarno.
Berkaca kepada momen sejarah tersebut, Bumi Purnati Indonesia menggandeng The Drama Theater of Kattakurgan sebagai mitra untuk menampilkan kekuatan artistik dan warisan tradisi kedua negara. Dari kerjasama itu mereka menafsir kembali warisan budaya, politik, dan spiritual kunjungan Sukarno ke Uzbekistan. Kerja sama ini bermula pada 2022 ketika Botir Tugalov, sutradara Kattakurgan, menghubungi Restu Imansari Kusumaningrum dari Bumi Purnati Indonesia, untuk menggagas riset tentang kunjungan Presiden Sukarno ke Uzbekistan.
Kattakurgan Drama Theater of Samarkand adalah satu dari sejumlah kelompok teater tertua di Uzbekistan, yang telah berdiri sejak 1919. Sekarang ini Kattakurgan menduduki urutan pertama dalam hubungan internasional dan urutan ketiga dari keseluruhan kelompok teater negara di Uzbekistan.
Pilihan Editor: Tribute to W.S. Rendra di Bandung, Gelar Pameran Lukisan Sampai Teater