TEMPO.CO, Jakarta - Tarif tol Cibitung-Cilincing dikeluhkan oleh penggunaan, terutama perusahaan logistik yang banyak menggunakannya untuk mengangkut barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Pasalnya, tol sepanjang 34 kilometer tersebut mematok tarif Rp102.500 untuk kendaraan golongan III (truk besar) padahal di JORR 1 sepanjang 66 kilometer hanya Rp25.000.
Menanggapi keluhan tersebut, pengelola tol Cibitung-CIlincing, PT Pelindo Solusi Logistik (SPSL), yang merupakan anak usaha Pelindo, membuka diri untuk berdialog dengan dunia usaha, khususnya pelaku industri logistik, mengenai tarif Tol Cibitung-Cilincing.
"Kami akan berkomunikasi dengan pemerintah, dalam hal ini Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), untuk memastikan kebijakan tarif yang diterapkan mendukung efisiensi dan keberlanjutan sektor logistik nasional," kata Direktur Utama PT SPSL Joko Noerhudha, dalam paparan kinerja dan capaian SPSL 2024, di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024, dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan SPSL akan berkoordinasi dengan BPJT sebagai regulator, agar tarif yang diterapkan tidak hanya mempertimbangkan nilai investasi dan biaya pemeliharaan, tetapi juga kemampuan membayar (ability to pay) serta kesediaan membayar (willingness to pay) pengguna jalan.
Pernyataan itu disampaikan Joko menanggapi keluhan kalangan industri logistik yang menilai tarif Tol Cibitung-Cilincing terlalu mahal.
Dia mengatakan bahwa penetapan tarif tol sepenuhnya merupakan kewenangan BPJT berdasarkan kajian komprehensif. Kajian tersebut mencakup berbagai faktor, termasuk biaya pembangunan, pemeliharaan, dan dampak terhadap sektor terkait.
Meskipun demikian, Joko menegaskan bahwa SPSL membuka ruang dialog untuk mendengarkan masukan dari pelaku usaha guna mencari solusi terbaik.
Terkait kemungkinan penjualan saham Jalan Tol Cibitung-Cilincing, dia menyebutkan bahwa jika ada pihak yang tertarik dengan angka yang menarik, maka divestasi bisa menjadi pilihan.
"Jika ada yang tertarik dengan angka yang bagus, silakan. Ini kan sifatnya masih opsi," ujarnya.
PT SPSL bergerak pada bisnis logistik dan pengembangan wilayah hinterland. Namun SPSL mengambil alih pembangunan jalan tol sepanjang 34,7 kilometer tersebut, karena mempunyai kepentingan, seperti untuk kelancaran dan akses ke bisnis perusahaan dan grupnya.
Joko Noerhudha mengatakan, hingga triwulan III-2024, pendapatan usaha perusahaan mencapai Rp1,38 triliun lebih tinggi 2,63 persen dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2024. Angka ini juga lebih tinggi 2,68 persen dibanding tahun sebelumnya yang Rp1,34 triliun.
Meningkatnya pendapatan usaha tersebut tidak terlepas dari bagusnya kinerja operasional perusahaan, seperti sewa gedung, layanan pergudangan, layanan lapangan, dan layanan multimoda.
Joko optimis bisnis logistik akan berkembang di tahun mendatang. Berdasarkan data Frost & Sullivan Analyis, pengeluaran logistik Indonesia mulai 2021 terus meningkat, demikian juga di tahun-tahun mendatang.
Pengeluaran logistik tahunan diperkirakan tumbuh lima persen. "Pengeluaran logistik yang terus meningkat menunjukkan peluang pasar bagi SPSL," katanya.
Seiring dengan pesatnya perkembangan industri logistik, SPSL fokus pada pengembangan infrastruktur strategis. Proyek-proyek penting seperti Kawasan Pendukung Kijing, Kawasan Industri Kuala Tanjung, dan Integrated Logistics Center Tanjung Priok terus digarap.
Perusahaan juga tengah memperluas layanan logistik multimoda di berbagai wilayah, seperti Jabodetabek, Sumatera Utara, dan Jawa Timur, untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Keluhan Tol Cibitung-Cilincing Kemahalan
Salah satu pihak yang mengeluhkan tarif Tol Cibitung-Cilincing yang dinilai terlalu mahal adalah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta.
Ketua ALFI Jakarta Adil Karim menyatakan bahwa tarif yang tinggi menghambat tujuan utama pembangunan tol sepanjang 34 kilometer tersebut, yaitu memperlancar distribusi logistik antara kawasan industri di Cibitung dan Pelabuhan Tanjung Priok.
"Tarif yang tinggi mendorong para pelaku logistik memilih jalur Tol Cikampek-Priok yang lebih murah. Ini menjadi bertolak belakang dengan tujuan awal pembangunan Tol Cibitung-Cilincing," kata Adil dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 11 Desember 2024, seperti dikutip Antara.
Menurut Adil, dengan tidak beralihnya kendaraan logistik ke ruas Tol Cibitung-Cilincing, kemacetan di Tol Cikampek juga tidak terurai sehingga fungsi tol baru tersebut tidak maksimal.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah mengingat kembali prinsip utama keberadaan tol, yakni mempermudah akses logistik dari pelabuhan ke kawasan industri atau sebaliknya.
"Tol ini justru menjadi beban baru bagi pelaku usaha logistik, dengan tarif yang demikian tinggi. Coba bayangkan, untuk kendaraan golongan II dan III , misalnya, tarif jalan tol sepanjang 34 kilometer itu mencapai Rp102.500. Sementara itu, untuk kendaraan golongan III di JORR 1 yang sepanjang 66 kilometer hanya Rp25.000. Ini sangat timpang," katanya.
Ia mengatakan dengan tarif yang tinggi, biaya operasional perusahaan logistik tetap tinggi.
"Padahal, saat ini kita semua berkomitmen untuk menekan biaya logistik di semua lini," ujar Adil.