TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong akan mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung.
"Kami dari tim kuasa hukum akan mendaftarkan gugatan praperadilan terkait penetapan status tersangka," kata kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, di Jakarta, Selasa, 5 November 2024.
Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka karena menurut Kejagung pada Januari 2016 ia menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional dan stabilisasi harga, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.
Kemudian PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan. Kejagung menyatakan bahwa seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang hanya dapat melakukan impor adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT PPI.
Akan tetapi, dengan sepengetahuan tersangka Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah itu ditandatangani.
Hasil gula kristal putih yang diproduksi delapan perusahaan tersebut, menurut Kejagung, kemudian seolah-olah dibeli oleh PT PPI. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.
Dari praktik tersebut, PT PPI mendapatkan upah sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan yang terlibat.
Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp400 miliar, yakni nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik BUMN atau PT PPI.
Menurut Ari Yusuf Amir, bahwa kliennya menegaskan semua kebijakan semasa menjabat sebagai Mendag sudah melalui prosedur yang benar, dan tidak mempunyai kepentingan apa pun terhadap kebijakan impor gula.
“Beliau tidak menerima fee, tidak menerima keuntungan baik buat dirinya atau orang lain. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dia tegaskan seperti itu,” ujar Ari.
Pada kesempatan itu, Ari juga menjelaskan bahwa kliennya tidak mengenal siapa saja yang ditunjuk terkait impor gula pada 2015-2016 tersebut.
“Pak Tom Lembong sendiri sampai sekarang masih bingung jadi dia ini ada salahnya di mana,” kata Ari Yusuf dalam konferensi pers di Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin, 4 November 2024.
Sementara itu terkait rencana pemeriksaan Tom Lembong pada hari ini Selasa, 5 November 2024, Ari Yusuf Amir mengatakan belum mendapatkan panggilan dari Kejagung untuk pemeriksaan lanjutan kliennya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa tidak ada pemeriksaan kepada tersangka kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Iklan
"Hari ini pemeriksaan tersangka TL (Tom Lembong) tidak ada," kata Hari di Jakarta, Selasa.
Kebijakan Impor Gula
Kebijakan impor gula tidak hanya terlaksana ketika Tom Lembong menjabat saja. Pada era Presiden Jokowi sejak 2015-2023, menteri perdagangan lain juga mengimpor gula.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pada tahun 2017-2019 juga melanjutkan kebijakan yang sama yaitu impor gula dengan total 13,97 juta ton.
Selanjutnya, Menteri Perdagangan periode 2019-2020 Agus Suparmanto melakukan impor gula seberat 5,53 juta ton.
Muhammad Lutfi, yang menjadi Menteri Perdagangan periode 2021-2022 mengeluarkan kebijakan impor gula sebesar 11,49 juta ton.
Tahun 2023, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menerapkan kebijakan yang sama dengan total impor gula 5,6 juta ton.
Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai Kejaksaan Agung keliru menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka jika hanya sebatas kebijakan impor gula. “ Kebijakan itu tidak bisa dikriminalkan,” katanya seperti dikutip Koran Tempo, 31 Oktober 2024.
Menurut Fickar, kebijakan adalah konsekuensi jabatan. Jadi menurut dia, kebijakan impor gula oleh Tom Lembong sebagai Mendag sudah sesuai dengan aturan dan tidak bisa dipidanakan. “Kalau ini terus berlanjut, enggak ada lagi yang mau menjadi pejabat publik,” katanya.
Ia mengatakan, ceritanya akan berbeda jika pembuat kebijakan memiliki kepentingan pribadi atas keputusannya itu. Misalnya, Fickar mencontohkan, pejabat mendapat imbalan berupa uang atau barang atas kebijakan yang dikeluarkan. “Itu artinya kebijakan yang dikeluarkan mempunyai motif lain,” katanya.
Pilihan Editor Viral Penampung Susu Boyolali UD Pramono Diminta Bayar Rp670 Juta, Ini Penjelasan Ditjen Pajak