SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Polemik mahalnya harga seragam sekolah di Sragen khususnya untuk kain Batik akhir-akhir ini dikeluhkan banyak orang tua murid, keluhan itu sampai terdengar wakil Ketua Komisi 4 DPRD Kabupaten Sragen, Pujono Elli Bayu Effendi.
Bayu nama panggilannya menyampaikan bahwa seragam natik motif ceplok pidekso yang dipakai untuk siswa SMA mencapai Rp 136.500 cukup memberatkan orang tua ditambah masih belum termasuk biaya jahit dan sebagainya.
Akibat hak paten atas motif batik menyebabkan harga seragam menjadi mahal dan membatasi perajin lain untuk memproduksi motif serupa.
“Ada hak paten, warga perajin Batik lainnya takut meniru, karena mahal beli paten batik. Jadi, patennya dibebaskan saja oleh pemerintah kabupaten Sragen agar perajin batik lain bisa bikin motif itu. Dengan persaingan harga, seragam jadi lebih murah,” kata Bayu Rabu (9/7/2025).
Dia menambahkan bahwa kebijakan seragam sekolah seharusnya tidak membebani masyarakat. “Dulu seragam sekolah sederhana, merah putih untuk SD, biru putih untuk SMP, dan Pramuka di hari Jumat-Sabtu. Tidak aneh-aneh,” kenangnya.
Menurut Pujono, tujuan pendidikan adalah mencerdaskan anak bangsa, bukan mempersulit warga dengan biaya seragam yang mahal. Namun siswa sekolah bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang baik.
Bayu pernah juga mengusulkan ide seragam gratis, terutama untuk keluarga kurang mampu. Pihaknya mengenang gagasan seragam gratis yang dulu pernah diwacanakan untuk membantu masyarakat miskin, dengan fokus pada seragam standar merah putih, biru putih, dan Pramuka. “Prioritas utama kan itu, bukan batik,” katanya.
Aspirasi ini awalnya berasal dari keluhan ibu-ibu yang “menangis” karena kesulitan membeli seragam saat anak-anak masuk sekolah. “Saya sebagai wakil rakyat yang dipilih rakyat tentu memihak rakyat. Harapan kami, aturan seragam dibuat selonggar-longgarnya, semudah-mudahnya untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat,” tuturnya.
DPRD Sragen berharap pemerintah daerah segera mencari solusi. seperti membebaskan hak paten batik atau kembali pada seragam standar yang lebih terjangkau, agar beban masyarakat. Khususnya keluarga kurang mampu, dapat berkurang.
Sebelumnya protes mahalnya Batik seragam sekolah di Sragen itu disampaikan oleh tokoh masyarakat sekaligus mantan Kepala Desa (Kades) Tegalrejo, Kecamatan Gondang, Sragen, Heru Setyawan.
Menurutnya, banyak keluhan masyarakat yang disampaikan ke dirinya secara langsung mulai dari seniman, petani dan lainnya bahwa harga batik yang dijual di Pusat Batik Sukowati (PBS) wilayah Nglangon, Sragen cukup membebani masyarakat.
“Banyak yang menemui saya bahwa harga batik sukowati amat berat bagi saudara kita para wali murid yang ekonomi menengah kebawah, informasi yang saya terima harga satu potong Rp 136.500,” kata Heru Setyawan pada Kamis (3/7/2025).
Selain itu, menurut Heru harga tersebut sangat memberatkan. Pihaknya mengatakan bahwa keluhan masyarakat dibawah sudah banyak dan harus segera didengar keluhan mengenai seram tersebut.
“Kalau bisa lebih murah kenapa harus yang mahal mahal, ini juga kebutuhan tidak hanya sesaat masuk SMA saja. Kenapa harus disejajarkan dengan pegawai harganya harganya sangat mahal bagi masyarakat dan kain itu hanya tersedia disitu saja masyarakat tidak bisa mencari tempat lain yang lebih murah,” bebernya.
Huri Yanto
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.